Proyek Pendapatan dari Kerja Orang Kecil

Sungguh, orang kecil itu seringkali berada pada barisan paling depan dalam menghadapi berbagai hal. Di kantor-kantor yang memiliki risiko tinggi, orang kecil yang berhadapan dengan berbagai kemungkinan yang ada di hadapan mereka. Orang besar sering …

Sungguh, orang kecil itu seringkali berada pada barisan paling depan dalam menghadapi berbagai hal. Di kantor-kantor yang memiliki risiko tinggi, orang kecil yang berhadapan dengan berbagai kemungkinan yang ada di hadapan mereka. Orang besar sering menunggu dengan jas yang rapi, di balik tabing atau ruang kaca.

Betapa kerja-kerja yang dicap sebagai kasar itu selalu berhadapan dengan risiko fisik yang lebih besar. Ingatlah bagaimana perhiasan dan kilau permata keluar dari dalam tanah yang hanya orang kecil mau dan mampu masuk ke dalamnya dengan fasilitas yang terbatas. Orang besar menunggu hasilnya, yang kemudian menentukan harga yang akan dijual oleh mereka.

Pemasukan daerah yang diagung-agungkan juga lebih banyak bertumpu pada pekerja kecil. Mereka yang selama ini berkontribusi besar terhadap pemasukan, namun namanya terlupakan begitu saja. Hanya nama-nama orang penting yang tercatat dalam tinta emas dalam sebuah pembangunan.

Begitulah antara hal yang saya pikirkan, saat berbagai keadaan yang kita lalu terluput dari upaya untuk merekam secara pasti. Namun kita sering tidak bisa sabar untuk tidak meluapkan kemarahan ketika masalah kecil terjadi dalam kehidupan kita.

Saya pernah mengalami kejadian yang sederhana. Satu kali, satu-satunya kamera digital yang saya punya, sedang bermasalah. Lubang memory card, sepertinya jatuh baut kecil. Dengan adanya baut itu, memory card tidak bisa masuk lagi. Setelah saya hitung-hitung, kejadian itu sudah hampir 30 hari. Ketika ada teman yang ingin meminjam kamera tersebut, baru saya ingat keadaan ini.

Tidak ingin terbuang ingatan, saya langsung membawa kamera itu ke Peunayong –lokasi yang dari dulu hingga kini menjadi maskot pasar di kota kami. Sasaran saya hanya dua: tukang servis kamera atau tukang servis handphone.

Lama berkeliling, tidak saya temui adanya tukang servis kamera –apalagi kamera digital. Akhirnya ada yang menyarankan untuk membawa ke tukang servis handphone. Katanya, mereka memiliki obeng kecil yang ujungnya ada magnet yang bisa menarik baut.

Mulailah saya mampir ke toko handphone yang menyediakan jasa servis. Dari satu tempat ke tempat lain, ternyata tidak ada yang bisa. Setelah lima atau enam tempat saya singgah, seseorang penjual handphone menyarankan saya untuk membawa atau menitip sama orang ke Jakarta.

Saya ingin melupakan masalah kamera digital. Saya ingin membagi tahu kisah yang lain. Tentang seribu. Setiap berhenti dan memarkir motor, walau sebentar, saya harus membayar seribu Rupiah (Rp 1.000). Angka ini, mungkin bukan angka yang besar. Untuk soal kamera, saya harus berhenti lima atau enam tempat, dalam waktu yang mungkin tidak lebih dari 30 menit. Untuk soal sepele itu juga, saya harus bayar lima atau enam ribu Rupiah.

Setelah beberapa kali berhenti, rasa kesal saya sebagai manusia muncul juga. Saya tiba-tiba tidak sabar ingin bertanya, “mengapa saya berhenti sebentar kalian kutip uang?”

Pertanyaan itu tidak jadi saya keluarkan. Saya jadi berfikir, bagaimana bisa soal sepele ini saya tanya pada mereka yang juga rakyat kecil. Mereka juga pekerja lapangan, yang mungkin untuk mencukupkan makan. Seandainya saya tanya, yang muncul bisa saja musuh baru. Bukan sahabat baru. Logis, karena mereka juga mempertahankan hidup.

Tetapi otak saya sudah terlalu tidak sabar. Melalui seorang anggota dewan yang saya kenal, saya sampaikan pertanyaan ke pemerintah kota, ”apa yang menyebabkan kota ini tidak ada tempat parkir gratis?”

Ketika hampir semua tempat digadai atas nama target pendapatan, lalu ada pemilik kendaraan yang terkorbankan –karena sumbangsihnya melalui retribusi untuk membangun kota, secara tidak sadar, kita membiarkan mengutip harta rakyat berlipat-lipat. Pendapatan daerah, dalam hal ini, dikumpulkan melalui orang kecil. Namun tidak semua menyadari kenyataan demikian.

Setelah saya timbang-timbang, malam itu setelah saya kirim pesan melalui seorang teman anggota dewan, saya merasa mungkin terlalu muluk-muluk pertanyaan saya itu. Saya bukan rakyat kecil, dan mungkin juga tidak tepat mewakili perasaan rakyat kecil.

Maaf. Malam kian larut. Saya sebenarnya berharap mimpi bahwa orang-orang penting akan senantiasi meresapi perasaan orang kecil.

Leave a Comment