Saya kira kita semua memahami revolusi teknologi informasi dan komunikasi yang sedang terjadi. Apa yang disebut dengan globalisasi ditentukan oleh dua hal. Jarak sudah bukan penghalang karena perkembangan trasportasi. Sekaligus teknologi komunikasi yang membuat dunia seolah bisa dilipat.
Dengan perkembangan demikian, maka sejarak apapun, seolah terasa dekat. Orang sebegitu dekat, bahkan untuk duduk bersanding bisa dari satu tempat ke tempat lain. Orang bisa makan pagi di sini, lalu makan siang di sana, terus makan malam di sini kembali.
Begitulah dunia yang tampak sudah begitu kecil. Orang bepergian dari ujung ke ujung dalam hitungan hari saja. Orang yang sudah memiliki pengalaman perjalanan jauh dalam waktu singkat, akan menganggap perjalanan dekat bukan sesuatu yang luar biasa.
Suatu waktu, ketika menulis suatu laporan perjalanan, dan muncul dalam salah satu surat kabar, ada satu status teman yang menulis komentar tentang jauhnya perjalanan. Saya paham betul, teman saya yang menulis status itu, sedang bersenda. Dengan pengalaman kuliah di negeri jauh, dan bolak-balik mengisi seminar dan konferensi di mana-mana, baginya, mungkin perjalanan yang saya lakukan hanya sebentang mata.
Tetapi lupakanlah tentang status. Sekarang kita kalkulasi jauh tidaknya suatu perjalanan –atau bahkan informasi yang kita dengan mudah peroleh sekarang ini.
Era teknologi, perkembangan globalisasi, seolah membuat semuanya menjadi lebih kecil. Kita berangkat dari satu titik, ke daerah tertentu, dalam waktu beberapa jam saja, mungkin melewati ribuan kilometer. Bayangkan orang tua kita dulu, ke kota saja, harus membawa nasi bungkus untuk makan siang –yang jaraknya tidak lebih dari 150 km saja.
Dengan perkembangan transportasi modern, perjalanan dengan waktu sedikit bisa menjelajah banyak pulau. Tidak mengherankan, orang berangkat pagi, merancang pertemuan di berbagai tempat, lalu sorenya bisa pulang kembali ke rumah. Seolah semuanya bisa diukur –walau tidak boleh dilupakan ada kemudahan dari Pencipta mengenai hal ini.
Saya menyaksikan seorang teman, yang memiliki beberapa perusahaan jasa, melakukan perjalanan kemana-mana dalam satu hari. Sesuatu yang mungkin tidak masuk akal bagi orang awam, namun nyata bagi mereka yang melakukannya. Ia sering memberitahu keberadaannya dari satu tempat ke tempat lain. Melalu media sosial juga kita bisa lacak pergerakan atau mobilitas orang-orang yang memiliki jangkauan luas.
Sama seperti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Jarak seolah tidak lagi menjadi hambatan. Orang-orang yang berada di tempat lain, dengan bantuan teknologi komunikasi, bisa melakukan banyak hal untuk tempat lain. Pimpinan perusahaan yang bisa memantau perusahaannya dari berbagai tempat. Atau seseorang yang ingin mengecek apakah anak buahnya masuk kantor atau tidak, tidak mesti dengan datang pagi dan berdiri di pintu masuk –seperti pengalaman masa lalu.
Pengalaman ini di luar alasan bahwa seseorang memang harus hadir ke kantor. Orang yang bertugas pada pelayanan publik, tidak berarti bahwa ia boleh melakukan sesuatu dari jauh dan tidak perlu hadir ke kantor. Dalam konteks tertentu, hadir merupakan suatu kemestian. Orang-orang yang memberikan pelayanan penting, fisiknya harus hadir. Akan tetapi pada saat tertentu, mungkin pada kesempatan mendapat tugas yang lain, ia bisa melakukannya dari mana saja.
Intinya mengenai jarak yang tidak lagi menjadi alasan. Seolah jarak tidak lagi menjadi hambatan dalam melakukan banyak hal. Sehingga makan pagi di rumah, makan siang di ibukota, minum kopi sore mungkin di negeri tetangga, dan makan malam di rumah lagi, untuk saat ini menjadi sesuatu yang biasa.
Nah, dengan begitu banyak kemudahan, apakah kita masih berkilah tentang banyak hal yang tidak mungkin diselesaikan?