Panggilan Bagi Semua Orang

Orang kecil sering diposisikan sebagai orang yang tidak mampu apa-apa –secara materi. Orang yang mengalah pada nasib yang semuanya sudah pada posisi demikian. Seolah nasib itu tidak bisa lagi berganti. Padahal tidak demikian. Orang kecil …

Orang kecil sering diposisikan sebagai orang yang tidak mampu apa-apa –secara materi. Orang yang mengalah pada nasib yang semuanya sudah pada posisi demikian. Seolah nasib itu tidak bisa lagi berganti. Padahal tidak demikian. Orang kecil juga bisa bekerja keras untuk memperoleh sesuatu. Tidak jarang apa yang diinginkan tercapai. Hanya saja, kehendak dari mereka, tidak muluk-muluk. Sesuatu yang dianggapnya memungkinkan untuk dicapai.

Berbicara tentang orang kecil, juga penting diperjelas bahwa itu sebutan dari manusia. Orang tertentu akan mengkategorikan seseorang yang lain sebagai orang kecil. Sekali lagi, perhitungannya biasa sangat materialistis. Padahal galibnya, besar dan kecil itu tidak ditentukan oleh penguasaan materi. Di hadapan Pencipta, orang-orang besar sangat ditentukan oleh kerja kerasnya dalam mendekatkan diri dengan Pencipta, bukan dengan materi yang dicapai.

Atas dasar itulah, pencapaian sesuatu yang dianggap besar atau kecil, butuh keikhlasan. Orang-orang yang berusaha mencapai sesuatu dengan ikhlas, tidak ditentukan karena seseorang memiliki materi yang lebih. Bisa jadi mereka yang berkekurangan secara materi, justru yang paling cepat mencapai kerelaan dan keikhlasan terhadap sesuatu.

Saya membayangkan seberapa banyak orang yang secara materi berlebih, akan tetapi belum berusaha untuk sampai ke tanah suci. Dalam kehidupan sekitar kita, orang-orang yang ke tanah suci, yang kemudian banyak orang menyebut dengan panggilan ke tanah suci, katanya, selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya, menurut saya adalah tekad yang kuat. Orang yang berangkat untuk menunaikan ibadah haji, sebagai rukun Islam kelima, tidak ditentukan oleh banyaknya uang semata.

Pada kenyataannya banyak orang-orang yang memiliki kemampuan secara ekonomi, agak “berat” menyetorkan ongkos haji karena ada berbagai alasan. Kalau menebak-nebak, mungkin karena beralasan harus menyelesaikan kepentingan lain lebih dahulu, dan semacamnya. Alasan klise yang juga dijawab orang-orang yang demikian –dan ini terkesan gampang—karena belum ada “panggilan”.

Kata “panggilan” menjadi sangat sederhana dalam konteks ini. Namun menurut saya, panggilan itu akan terus bisa menjadi alasan –dan alasan yang dibuat-buat apabila seseorang memang belum berniat ingin menunaikan ibadah haji. Sekiranya ada niat di awal, maka ada banyak jalan untuk melunaskannya. Sebaliknya, bila niat saja sudah tidak ada, berbagai hal bisa dijadikan alasan.

Niat inilah yang akan menguatkan tekad untuk berangkat. Niat yang membuat tukang sepatu mengumpulkan uangnya pelan-pelan hingga mencukupi ongkos. Demikian juga mereka yang jual nasi di warung-warung kecil. Ada pejual gorengan yang bisa berangkat. Mereka yang menjual barang-barang terbatas, bahkan pengembala kambing dan tukang atau orang yang membersihkan ikan di pasar.

Mengapa mereka akhirnya bisa menyetor ongkos naik hajinya? Tidak lain karena niat awal memang sudah ada dan kuat, sehingga dengan adanya niat, melahirkan tekad. Dengan tekad yang kuat, juga akan menghasilkan sesuatu yang nyata, insya Allah. Dengan tekad, akan melahirkan semangat yang luar biasa. Begitulah kaitannya.

Dengan demikian apa yang dialasankan sebagai panggilan, adalah perpaduan dari berbagai unsur, khususnya antara usaha dan doa. Masalahnya ada orang yang memberi alasan belum ada panggilan, justru tidak melakukan usaha apapun. Di sinilah masalahnya. Lain cerita bagi orang yang sudah berusaha dan berdosa juga dengan kusyuk dan setiap waktu, namun belum juga berhasil.

Barangkali, kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap apa yang disebut “panggilan” itu. Karena “panggilan” berhaji sepertinya akan terhambat kalau kita tidak melakukan apa-apa. Sederhananya, tidak mungkin ada “panggilan”, sementara kita sendiri tidak memulai dengan niat, dan tidak dilanjutkan dengan usaha yang keras –disertai berdoa. Inilah yang namanya perpaduan antara berbagai hal. Orang yang selalu beralasan belum ada panggilan, sementara tidak melakukan usaha apapun, malah tidak meniatkan dari awal, tidak berdoa, maka alasan itu akan selalu dijadikan jurus pamungkas.

Untuk hal ini, mari kita belajar dari orang-orang kecil yang sudah berhasil. Mereka dengan tekun menggapai keberhasilannya pelan-pelan, dengan memadukan niat yang tulus, usaha yang keras, dan doa yang ikhlas.

Leave a Comment