Kisah Bab Buku dari Ketambe

Kami memilih bermalam di Ketambe. Dua malam. Tentu, setiap malam didampingi tenaga lokal yang tahu lokasi. Stasiun penelitian kawasan konservasi Leuser ini, dibentuk banyak pihak dan selalu didatangi peneliti, baik dari dalam negeri, maupun dari …

Kami memilih bermalam di Ketambe. Dua malam. Tentu, setiap malam didampingi tenaga lokal yang tahu lokasi. Stasiun penelitian kawasan konservasi Leuser ini, dibentuk banyak pihak dan selalu didatangi peneliti, baik dari dalam negeri, maupun dari berbagai negara. Saat makan malam, kami menjumpai dua peneliti asing, yang sedang menyelesaikan disertasi di kampusnya. Mereka meneliti terkait biologi. Saat bercakap-cakap dengan tenaga lokal yang membantu di sini, banyak orang yang datang, terutama untuk kepentingan meneliti. Dengan lokasi yang sangat khas, maka semua persiapan harus dilakukan. Peneliti sudah harus memikirkan berbagai kepentingan sebelum mereka berangkat ke lokasi ini.

Lokasi di pinggir Leuser, sudah banyak pula dikembangkan masyarakat untuk kepentingan wisata. Hal lain yang didapat saat berkunjung ke sana, bahwa masyarakat wisata sangat sadar tumpuan mereka adalah pada lingkungan. Maka menjaga lingkungan sesuatu yang tidak bisa ditawar. Kami menemukan sejumlah tempat istirahat dan fasilitas wisata, dikelola mereka yang berbasis aktivis lingkungan. Katanya, saat-saat tertentu, tempat harus dipesan jauh-jauh hari. Apalagi ketika banyak peneliti yang sedang memiliki program ke wilayah Leuser.

Tahun 2020, setelah melalui proses kerja sama antara Universitas Syiah Kuala dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), kami mendapat kesempatan untuk melihat lapangan. Kepentingannya adalah mengisi satu bab untuk buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar sebagai buku ajar pada Mata Kuliah Umum (MKU) Universitas Syiah Kuala. Menurut kebiasaan yang kami laksanakan, ada hal-hal khusus dari buku idealnya disokong oleh data lapangan yang mutakhir.

Atas kepentingan penulisan buku itulah, Yayasan HAKA kemudian memfasilitasi keberangkatan dan akomodasi. Dengan fasilitas ini, kami menemukan banyak kemudahan terutama yang terkait dengan proses administrasi masuk ke lokasi. Kawasan ini memiliki prosedur yang jelas dan terkontrol. Semua orang dapat saja melakukan penelitian di dalamnya, namun berdasarkan proses dan mekanisme yang sudah ditentukan. Setelah proses ini dilakukan, akan ada pihak di lapangan yang akan membantu.

Proses administrasi, sesungguhnya proses yang normal dilakukan semua pihak. Proses ini untuk memastikan banyak hal, termasuk bagaimana para penanggung jawab lokasi memastikan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai peneliti, kami bisa memahami proses ini.

Kegiatan difasilitasi termasuk membantu proses administrasi ini, sangat terbantu bagi kami yang melaksanakan penelitian. Selain saya, saat itu turut turun ke lokasi Dr. Teuku Muttaqin Mansur, Dr. Muhammad Adli Abdullah, dan Hasbi Ali, M.Si. Dari Yayasan HAKA, Crisna Akbar dikirimkan untuk bersama kami. Selain itu, secara khusus, kami membawa satu tenaga dokumentasi yang belajar secara otodidak, Ikhwanul Kiram. Anak muda ini, banyak memperoleh pengetahuan berdasarkan proses belajar sendiri melalui youtube.

Buku yang sekarang dipegang MKU USK, antara lain disokong satu bab yang prosesnya panjang. Satu bahan ajar yang disiapkan dengan perjuangan yang tidak sederhana. Untuk menyelesaikan buku itu, tidak hanya berurusan dengan soal teknis penulisan, tapi juga posisi pihak yang memfasilitasi tim hingga sampai di wilayah Leuser. Hubungan yang saling memberi manfaat, tidak terhindari dari proses yang dilakukan hingga buku ajar yang dijadikan pegangan berisi hal-hal yang disepakati para akademisi. Leuser yang masuk dalam bahasan hubungan manusia dan lingkungan, dengan demikian menjadi sesuatu yang nyata dan dirasakan sebagai keadaan yang dekat dengan mereka yang mempelajarinya.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

[es-te, Kamis, 15 September 2022]

Leave a Comment