Konflik dan Perang

Saya menemukan alasan yang menarik terkait untuk apa sebenarnya terjadi pertarungan sekaligus pertaruhan, yakni alasan kemanusiaan. Disebut pertarungan, karena perkembangan alat perang berdasarkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi masing-masing negara, memang sengaja disediakan berdasarkan atas …

Saya menemukan alasan yang menarik terkait untuk apa sebenarnya terjadi pertarungan sekaligus pertaruhan, yakni alasan kemanusiaan. Disebut pertarungan, karena perkembangan alat perang berdasarkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi masing-masing negara, memang sengaja disediakan berdasarkan atas ancaman nyata. Sangat sedikit negara yang merasa tidak memerlukan senjata yang berlebihan, karena dianggap negaranya dan hubungannya dengan negara lain baik-baik saja. Lalu disebut pertaruhan, karena senjata, walau kemudian dimaksudkan sebagai alat pertahanan diri, tetap akan digunakan untuk membinasakan lawan –dengan berbagai bentuknya.

Alasan kemanusiaan, pada akhirnya dimaknai sebagai “usaha melindungi manusia”. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh mereka yang menggunakannya untuk meninggikan derajat kemanusiaan, maupun yang ingin merusaknya, tetap menggunakan kemanusiaan sebagai alasan. Dengan demikian, dua maksud ini sepertinya sangat tipis pemaknaan. Kenyataannya, tujuan memanusiakan dengan merusaknya, seperti merambat ukur dari satu titik ekstrem ke titik ekstrem yang lain.

Masing-masing juga tidak ingin disebut sebagai usaha merusak kemanusiaan. Dengan berpandangan bahwa semuanya digunakan untuk menjaga kemanusiaan, maka sedestruktif apapun senjata yang dipunyai kemudian digunakan, maka itu juga dianggap sebagai kemanusiaan.

Dengan bahasa yang sederhana, penggunaan senjata selalu berkaitan dengan konflik dan perang. Maka pada posisi ini, konflik dan perang, juga merupakan proses untuk kemanusiaan bagi mereka yang melakukannya. Implikasi kepada dua pihak. Mereka yang memerangi, menyebut bahwa semuanya untuk memerangi mereka yang merugikan kemanusiaan. Sedangkan mereka yang melawan serangan, akan menyebut sebagai upaya mempertahankan kemanusiaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan kemanusiaan sebagai: (1) sifat-sifat manusia; (2) secara manusia; sebagai manusia. Kata dasarnya adalah manusia, sebagai makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang. Kata ini bisa digunakan dalam konteks memanusiakan (menjadikan [menganggap, memperlakukan] sebagai manusia), pun bisa sebagai pemanusiaan (proses, cara, cara perbuatan menjadikan manusia agar memiliki rasa kemanusiaan). Dan tentu, kata kemanusiaan itu sendiri.

Beranjak dari konsep ini, bukankah sesuatu yang memanusiakan kemanusiaan manusia, seharusnya tidak multi makna? Semua orang bisa menilai yang mana yang merusak atau yang nama yang menjaga kemanusiaan. Kenyataannya tidak demikian. Negara-negara yang mengetahui ada satu negara yang memerangi negara lain terang-terangan dengan berbagai alasan, tidak ada gugatan. Bahkan untuk kasus ada negara lain yang sangat terang membuat permukiman baru di wilayah yang sebenarnya bukan negaranya, ketika dirumuskan konvensi, maka pilihan paling keras berada pada pilihan abstain.

Bukankah, dengan demikian, pemaknaan juga dipengaruhi bagaimana orang-orang berhadapan dan berinteraksi dengan orang lainnya? Bahwa hubungan dan interaksi demikian, menentukan bagaimana kemanusiaan itu kemudian dimaknai. Pemaknaan, pada akhirnya berpengaruh pada sikap. Jadi sikap yang diambil negara tertentu, yang kita pandang sebagai sesuatu yang tidak berkemanusiaan, mungkin bagi mereka justru sebaliknya, mereka sedang berdiri pada kekuatan yang ingin menegakkan kemanusiaan itu.

Betapa sulitnya berbicara kemanusiaan yang netral, dengan demikian, justru ia menjadi sesuatu pergulatan yang rumit. Lantas bagaimana jika muncul ada negara-negara yang ingin menjadi penengah di tengah pergulatan konsep dan pemaknaan yang demikian? Jawaban sementara, bisa jadi penengah sekalipun, akan bekerja untuk menyeimbangkan saja, bukan menyelesaikan apa yang menjadi inti dari masalah.

Leave a Comment