Gadai Menggadai

Kita berpotensi memandang orang lain pada posisi rendah saat ia menganggap ada orang lain karena materinya. Orang-orang yang dianggap berpotensi membawa materi kepadanya, akan diberikan tempat secara khusus. Orang-orang yang demikian, akan kita anggap sebagai …

Kita berpotensi memandang orang lain pada posisi rendah saat ia menganggap ada orang lain karena materinya. Orang-orang yang dianggap berpotensi membawa materi kepadanya, akan diberikan tempat secara khusus. Orang-orang yang demikian, akan kita anggap sebagai orang kelas dua. Orang yang begini, terlalu membuat perhitungan, walau hitung-hitung yang dibuat itu, belum tentu berimbas seimbang dengan untung yang didapat.

Materi akan membawa seseorang terjerumus untuk melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Akan banyak memberi kelonggaran kepada orang lain, jika orientasi materi yang menjadi alasan. Pelayanan publik yang menganggap materi sebagai penentu pelayanan, maka hal demikian dianggap rendah zaman kini.

Semua tidak bisa lagi diukur dengan materi. Hidup dan kehidupan kita tidak hanya masalah ada atau tidaknya materi. Banyak hal lain yang tidak kalah menentukan. Namun sering dilupakan banyak orang.

Tamsil itulah yang terbayang saat menyaksikan betapa kemudahan-kemudahan yang tidak rasional diberikan untuk mereka yang asing. Konon langkah itu sebagai upaya untuk menarik investasi dan investor semakin banyak. Sudah terlalu bergantung pada anggapan bahwa investor seolah menjadi satu-satunya kekuatan untuk keberdayaan kita. Investor, terutama oleh negara yang masih membangun, diibaratkan seperti pengantar tidur, bagi kepentingan modal pembangunan. Sehingga tidak masalah, berbagai pengurangan diberikan untuk mereka yang akan menanamkan modalnya. Pada saat yang sama, juga tidak masalah, rakyat semakin banyak mendapatkan kesulitan hidupnya. Berbagai kebutuhan pokok semakin mahal. Berbagai kebutuhan dasar harus didapat dengan pengeluaran ekstra. Berbagai subsidi dikurangi.

Ada sesuatu yang timpang sedang terus terjadi. Dan sesuatu yang timpang itu dirasakan secara sempurna oleh banyak orang. Betapa fasilitas sosial semakin sedikit. Pada saat yang sama, untuk mereka yang dianggap mampu memberikan modal, justru mendapatkan keuntungan dengan berlipat. Dalam negara yang sedang membangun, berbagai fasilitas tersebut dianggap sebanding dengan pemasukan yang akan diperoleh. Materi yang akan menjadi modal bagi pembangunan.

Dalam hal tersebut, jarang sekali diperhatikan mengenai adanya biaya sosial dan lingkungan. Pemasukan selalu dihitung dengan berapa besar uang yang masuk. Pada saat yang sama, biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka merehabilitasi sosial dan lingkungan, akibat pemasukan tersebut, seolah berada dalam ruang berbeda.

Logika ini. Menargetnya lahan sumber daya alam bisa digadai dengan harga murah. saya membaca surat kabar yang menyiarkan ada satu kabupaten, yang memberikan gunungnya untuk investor yang menggali emas, namun hanya mendapatkan pemasukan beberapa miliar saja. Ketika berkunjung ke kawasan tersebut, luas daerah yang rusak luar biasa. Sedangkan biaya untuk melakukan rehabilitasi lingkungan yang rusak, dan kondisi sosial yang parah, dilupakan begitu saja. Uang yang dihitung hanya pemasukan, lalu minus akibat membiayai kerusakan, tidak ada. Atau minimal, uang yang masuk dihitung, namun uang keluar untuk hal yang sama ditempatkan pada ruang yang berbeda. Dalam masa otonomi daerah, menggadai lahan semacam ini banyak terjadi. Atas nama kebutuhan dana untuk membangun, daerah diberikan dengan harga yang beberpa saja.

Ketika investasi dengan logika begini, maka itu sama seperti mempersiapkan peti mati. Berbagai anggapan tersebut harus berubah. Bangsa ini harus menghargai dirinya dengan nilai tinggi. Tidak mengobral dengan harga murah.

Terlalu banyak kita berikan tempat secara khusus hanya dengan memperhitungkan materi. Berbagai fasilitas dianggap sebagai sesuatu yang rasional dan wajar. Orang-orang yang mengganggap ini sebagai tidak rasional, adalah mereka yang merasa dirinya hanya pantas di posisi kelas dua. Kita selalu menimbang-nimbang berada di bawah bangsa lain yang sudah berdaya. Masalahnya adalah kita sendiri tidak mau untuk menjadikannya berada sejajar dengan mereka.

Leave a Comment