Game

Suatu hari, dugaan saya bergeser. Saya kira banyak orang tua tidak memahami bagaimana perkembangan teknologi. Ternyata tidak. Walau orang tua yang memegang telepon lama, namun karena ingin mengontrol anak-anaknya, mereka juga belajar perkembangan telepon pintar …

Suatu hari, dugaan saya bergeser. Saya kira banyak orang tua tidak memahami bagaimana perkembangan teknologi. Ternyata tidak. Walau orang tua yang memegang telepon lama, namun karena ingin mengontrol anak-anaknya, mereka juga belajar perkembangan telepon pintar terbaru. Terutama untuk anak-anak mereka yang sudah menginjak remaja, orang tua sering mengalah. Ada alasan anak yang sering membuat orang tua luluh, bahwa mereka ketika bergaul dengan teman-temannya, tidak mungkin tanpa sesuatu yang standar sebagaimana orang lain juga punya. Bagi mereka, telepon pintar itu adalah standar sekarang. Apalagi dari segi harga, barang semacam itu rata-rata sudah terjangkau. Kecuali anak yang menginginkan merek khusus.

Dengan perkembangan demikian, saya menyaksikan bagaimana orang-orang yang sesungguhnya tidak berada secara ekonomi, namun memenuhi hasrat anak. Sesekali ketika berkunjung ke rumah orang yang (mohon maaf) dari segi ekonomi lemah, saya tidak jarang melihat anak-anaknya yang juga memegang alat komunikasi canggih. Ketika benda itu sedang di tangannya, mereka juga tidak peduli kiri-kanan. Mereka sibuk entah karena apa. Mereka juga abai terhadap panggilan orang tua, misalnya ketika sewaktu-waktu diminta membantu pekerjaan yang sedang dikerjakan orang tua.

Ada satu hal yang menurut saya sangat parah, bahwa orang ketika sedang berada di depan benda itu, perhatian terhadap orang lain yang di sekelilingnya menjadi berkurang drastis. Ketika mengunjungi rumah orang-orang tertentu saat bertamu, saya menemukan dan merasakan hal semacam ini. Tuan rumah yang meminta anaknya juga turut menemani tamu, ternyata mereka temani hanya secara fisik. Perasaan dan perhatian tidak di sana. Ia duduk di kursi tamu bersama orang-orang yang bertamu, namun matanya lengkap secara paripurna ke alat komunikasi, kedua tangannya memegang dan memencet layar. Perhatian dan pikiran juga tertumpah ke sana. Orang yang pada posisi demikian, ketika dipanggil, tetap akan menyahut, namun tidak menoleh. Bahkan ketika dibicarakan sesuatu, kemudian ia akan tanyakan apa yang sesungguhnya tadi dibicarakan.

Untuk fenomena yang demikian, sudah seyogianya orang tua berhati-hati. Orang tua harus memberi perhatian terhadap anak yang sudah berada pada kondisi demikian. Bahayanya adalah orang-orang yang secara fisik berada dalam kumpulan orang-orang, namun perhatian dan apa yang dilaksanakan tidak mencerminkan ia sedang berada di sana. Saya kira ngeri sekali jika fenomena itu sudah menjangkit anak-anak kecil. Apalagi alat komunikasi selama ini dijadikan bahan mainan baru bagi anak. Ada orang tua yang terkesan bangga ketika anaknya bisa bermain-main dengan fasih alat teknologi komunikasi yang dimilikinya. Untuk anak juga disediakan secara khusus, walau mungkin dari segi waktu terbatas. Ada sekolah tertentu yang tidak membolehkan anak-anak membawa barang-barang semacam ini.

Orang tua yang cerdas, selalu akan memantau seberapa besar paket untuk anak-anaknya. Istilah isi paket juga dikenal orang tua, karena anak-anak merasa perasaannya terganggu ketika paketnya habis. Sedang asyik main game, misalnya lalu merasa harus mengisi paket lagi, mereka akan memberitahukan orang tua. Orang tua yang protektif akan memantau mengapa paket, karena itu terkait dengan seberapa lama seseorang itu menggunakan alat. Jangan sampai ketika anak kehabisan paket, orang tua justru sangat cepat mengiisinya. Tidak peduli bagaimana anak menggunakan jaringan, dalam hal apa mereka memanfaatkan, seberapa besar alat itu akan bermanfaat bagi dirinya. Orang tua yang cerdas akan mengingat bahwa apa yang dilakukan anak, pada akhirnya di hari pengadilan kelak, orang tua juga akan diminta pertanggungjawaban.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment