Ingatan

Sebagai orang Aceh, kita harus mengingat ada peran orang lain yang telah mendamaikan daerah ini. Ada dua hal yang harus dibedakan. Mengingat bagaimana damai itu terjadi di satu sisi, dan bagaimana mengimplementasi damai dengan baik, …

Sebagai orang Aceh, kita harus mengingat ada peran orang lain yang telah mendamaikan daerah ini. Ada dua hal yang harus dibedakan. Mengingat bagaimana damai itu terjadi di satu sisi, dan bagaimana mengimplementasi damai dengan baik, di sisi yang lain. Implementasi ini antara lain terkait kompensasi hitam-putih damai dalam satu undang-undang khusus untuk itu. Selama ini, jika ditelusuri, ada sejumlah hal yang belum dilaksanakan dengan baik dari bunyi undang-undang.

Kita harus mengingat bahwa undang-undang tentang Aceh diselesaikan dengan cepat, saat damai. Hal ini, tentu tidak lepas dari banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian masalah Aceh. Masalah yang ingin diselesaikan dari keadaan yang sudah menggurita dan berdarah-darah dalam tiga dekade terakhir. Sekiranya diukur dari awal kelahiran Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976, maka sampai 2005 sudah berusia tiga dekade. Sebelumnya, ada babak sejarah berdarah yang sudah selesai. Pemberontakan Darul Islam, 1953.

Ada perulangan sejarah yang secara internal dirasakan oleh orang Aceh dan orang Indonesia. Kisah berdarah sudah dialami berulang kali. Namun damai tak juga tercapai dengan sesama. Ada saling tidak percaya yang diakibatkan sudah beberapa ingkar janji oleh penguasa Republik. Jadi ketika ada pihak yang tidak percaya, wajar karena di satu pihak sudah terlalu ingin merasakan hasil positif secepatnya. Di pihak lain, pengulangan ingkar janji yang sudah berlangsung, sulit sekali untuk dilupakan.

Secara internal, sesungguhnya harapan menyelesaikan masalah secara damai sudah berlangsung lama. Ada rasa saling tidak percaya menyebabkan harapan itu seperti mimpi. Lalu tsunami, 26 Desember 2004, membuat semua peta terbuka. Berbagai kontribusi dan keterlibatan asing di Aceh dalam rehabilitasi dan rekonstruksi, membuka peluang penyelesaian masalah. Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, capaian kesepakatan damai itu pun berhasil.

Ada satu penting yang harus dicatat dan selalu harus diulang-ulang untuk anak bangsa. Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sudah menegaskan komitmen untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.

Seiring dengan itu, publik harus selalu diingatkan bahwa perjanjian damai sangat penting karena ia merupakan sebuah titik temu untuk mengakhiri perjalanan bangsa yang berdarah-darah. Ia menjadi titik tekad dimana penghinaan terhadap manusia dan peradabannya harus dihentikan.

Titik temu tersebut dapat dilihat dalam wujud kemauan masing-masing pihak untuk mundur selangkah. Di satu pihak, keinginan memisahkan diri Aceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dikuburkan. Di pihak lain, Pemerintah memberikan kewenangan yang besar bagi Aceh untuk mengurus dirinya. Pasal 7 UU 11/2006, menyebutkan, Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah, meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama.

Sekali lagi, saya ingin mengingat bagaimana Ahtisaari berperan untuk hal ini.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment