Silaturrahim

Silaturrahim itu akan berpotensi membuka jalan rezeki. Begitu pesan dalam agama sering saya dengar. Lantas jangan mengaitkan rezeki itu hanya pada jumlah uang. Sebagian kita sering salah kaprah, seolah saat disebut rezeki, maka itu selalu …

Silaturrahim itu akan berpotensi membuka jalan rezeki. Begitu pesan dalam agama sering saya dengar. Lantas jangan mengaitkan rezeki itu hanya pada jumlah uang. Sebagian kita sering salah kaprah, seolah saat disebut rezeki, maka itu selalu berarti masalah uang. Padahal rezeki itu luas sekali maknanya. Tidak semua orang bisa memahami konteksnya secara langsung, walau dalam keseharian selalu merasakan rezeki itu.

Jalan pikiran demikian, dikaitkan dengan silaturrahim, karena dengan media itu memungkinkan orang-orang saling bertemu dan berkeluh-kesah. Orang akan menggunakan orang lain yang dekat dengannya. Jadi berbagai hal yang ingin dikerjakan, biasanya akan diserahkan kepada mereka yang dekat. Silaturrahim itu antara lain dibangun dengan saling berkunjung.

Jangan menganggap remeh pada kunjungan orang. Setiap kunjungan, masing-masing ada maksudnya. Dulu ketika saya masih kecil, sering dibawa orangtua ketika berkunjung ke tempat famili yang letaknya agak sedikit jauh. Sesampai di sana, saya dijelaskan siapa orang yang dikunjungi tersebut dan bagaimana hubungan keluarganya. Hal ini disampaikan supaya saya membekas dan suatu waktu, saya juga diharapkan akan melakukan hal yang sama.

Awalnya saya kurang memahami. Ketika ada musibah atau hajatan, banyak orang berkunjung ke rumah saya. Saya pahami bahwa kunjungan itu, tak sekedar hanya ingin menggantikan kunjungan yang pernah dilakukan orang tua saya. Kunjungan tersebut bisa memiliki maksud yang lebih dalam, yakni menyambung tali silaturahim.

Apa yang saya sebut terakhir ini akan sangat bermakna dalam membina relasi sosial yang lebih luas. Dengan saling membangun silaturahim, maka potensi untuk selalu harmoni akan terjaga sedemikian rupa. Orang bukan karena takut untuk berkonflik, melainkan malu karena ternyata masalah yang muncul sering antar sesama mereka sendiri.

Maka tidak ada yang aneh ketika sekarang semakin banyak orang yang berusaha menyambung tali silaturahim ini. Bahkan kemarin ketika saya mengunjungi sejumlah tempat musibah, saya melihat juga fenomena demikian. Dengan waktu yang terbatas, maka beberapa musibah itu dikunjungi dalam beberapa hari.

Ada hal lain yang juga menarik. Bahwa dari sejumlah tempat musibah, kita bisa membandingkan banyak tidaknya orang yang berkunjung. Di tempat orang yang banyak berkunjung, juga bisa dipertanyakan hal ihwal apa yang menyebabkan rumah tersebut ramai dikunjungi ketika musibah. Jawabannya bisa berbagai macam. Ada yang karena salah satu anggota keluarga memiliki kelebihan dalam konteks kekuasaan, baik dari segi politik, ekonomi, agama, atau bahkan sosial budaya.

Orang yang berdaya secara politik, memiliki lingkaran politik tersendiri, yang pada posisi yang di atas, akan diikuti oleh mereka yang di bawah. Mereka yang mapan secara ekonomi, memiliki magnet tersendiri karena itu seperti gula yang setiap saat bisa mengundang semut. Berkharisma karena keilmuan agama yang dimiliki seseorang, juga dapat menjadi kekuatan untuk selalu dikelilingi oleh banyak orang. Demikian juga mereka yang  secara kultur menjadi panutan banyak orang.

Akan ada kesan lebih jika dalam kehidupan kita mendapati orang yang lurus dan sekata dengan perbuatan. Tidak hanya manis di mulut, namun buruk pada perbuatan. Siapapun dan dengan magnet apapun yang menarik orang banyak untuk selalu mendampinginya, harus ada usaha untuk selalu berperilaku secara lurus. Apa yang disampaikan, harus diupayakan teraplikasikan dalam perbuatan.

Di luar itu, ada alasan lain, yaitu orang yang rajin berkunjung ke tempat orang lain secara ikhlas, akan dibalas oleh orang lain secara ikhlas pula. Inilah yang saya ceritakan di awal. Orang-orang yang rajin datang ke tempat musibah orang lain, berpotensi untuk dikunjungi tak hanya ketika yang bersangkutan musibah, melainkan juga pada waktu-waktu yang lain. Orang yang melakukan sesuatu dengan ikhlas, selalu terbuka peluang orang lain akan melakukan sesuatu terhadap diri kita secara ikhlas.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment