Sopan

Orang yang memiliki sopan santun, tidak selalu ditentukan oleh tinggi rendahnya pendidikan dalam makna formal. Pendidikan dalam perspektif ini hanya diukur dengan indikator tertentu, misalnya menghabiskan sekian menit untuk jenis mata pelajaran ini dan itu. …

Orang yang memiliki sopan santun, tidak selalu ditentukan oleh tinggi rendahnya pendidikan dalam makna formal. Pendidikan dalam perspektif ini hanya diukur dengan indikator tertentu, misalnya menghabiskan sekian menit untuk jenis mata pelajaran ini dan itu. Pertarungan apa yang disebut dengan kecerdasan intelektual dan emosional, bahkan spritual, mendapat tempat. Intelektual –dalam makna tertentu—seperti lebih utama dikejar.

Tidak mengherankan orang yang berpendidikan tinggi, ternyata bisa tidak memiliki perilaku dan kualitas yang sama dengan pendidikan formalnya itu. Justru orang-orang yang tidak tinggi pendidikan formal, kadangkala memiliki sopan santun yang melebihi dari mereka yang bersekolah.

Ada satu ungkapan yang jamak kita dengar adalah semakin jauh kita berjalan, semakin banyak apa yang akan kita lihat. Konteks yang akan kita lihat itu, bisa saja negatif namun bisa juga positif. Orang yang akan memanfaatkan perjalanan jauh dengan memaksimal sesuatu yang positif, ia akan mendapatkannya. Demikian juga sebaliknya. Mereka yang mempersiapkan sesuatu yang negatif, maka ia juga akan mendapatkan.

Ada satu lagi yang ungkapkan mengabarkan agar kita ketika sampai pada tempat yang kita tuju, harus melihat sejelas-jelasnya. Kepentingan apa yang membuat kita pergi ke suatu tempat, ketika sampai di sana harus kita pastikan bahwa kita melakukan seluruhnya. Di samping itu, kita juga menyaksikan secara sungguh-sungguh semua yang ada. Ketika ada sesuatu yang tertinggal, maka yang akan ada penyesalan.

Dalam konteks yang lebih ukhrawi, perjalanan itu merupakan bayangan dari yang namanya kehidupan. Orang yang hidup akan melintasi tempat yang satu ke tempat yang lain. Orang yang hidup harus memanfaatkan semua tempat itu dengan sungguh-sungguh. Semua terminal yang dilalui harus benar-benar dimanfaatkan oleh manusia untuk menyiapkan perjalanannya. Seperti sebuah perjalanan, terminal itu akan memberi kesempatan kepada mereka yang melakukan perjalanan, untuk berhenti sejenak. Dalam kesempatan itu, ada yang beristirahat, makan dan mandi –membersihkan diri. Di terminal juga orang akan memperoleh sesuatu yang akan dibawa pulang –semacam oleh-oleh. Ketika orang dalam perjalanan tidak memanfaatkan di terminal, maka besar kemungkinan ketika kendaraan sudah melanjutkan, maka keperluan penting tidak selalu tersedia di tempat lain.

Sepanjang perjalanan tidak selalu menyediakan semua hal yang kita butuhkan. Makanya ketika sampai pada satu tempat, kita harus memastikan kita mencukupi berbagai kebutuhan tersebut. Tidak boleh dilewatkan, karena saja satu tempat kita abaikan begitu saja, maka ketika tidak ada tempat lain –atau paling tidak ada tempat tidak menyediakan kebutuhan yang kita butuhkan, maka kita akan rugi.

Setidaknya bila ingin ditamsilkan bagaimana perjalanan itu ingin dimanfaatkan. Barangkali saya terlalu membayangkan yang lebih-lebih. Namun sesuatu yang dilakukan dalam jalan yang panjang, seyogianya harus banyak yang kita saksikan dan itu seyogianya harus memberi kontribusi positif bagi hidup kita. Sekiranya dalam sebuah jalan, ada beberapa alternatif pilihan, maka semua alternatif kita harus memahaminya dengan betul. Sebagaimana ada beberapa jalan alternatif yang bisa dilalui menuju ke satu tempat. Baik melalui area sawah yang memutar dan tampak pemandangan gunung yang indah, atau lewat tepi laut yang menampakkan wajah laut pagi yang tenang dengan udara yang enak. Tidak jarang, ada juga jalan yang penuh sesak, ketika kita melewati jalan demikian, kita juga sudah tahu apa konsekuensinya.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment