Donasi

Saya sering diingatkan orang bijak, untuk tidak lupa pada bantuan orang kecil. Tidak boleh lupa juga peran orang yang melakukan hal-hal kecil namun bisa mengubah banyak hal dari bangsa. Beda orang kecil dengan hal yang …

Saya sering diingatkan orang bijak, untuk tidak lupa pada bantuan orang kecil. Tidak boleh lupa juga peran orang yang melakukan hal-hal kecil namun bisa mengubah banyak hal dari bangsa. Beda orang kecil dengan hal yang kecil. Orang kecil bisa melakukan hal yang besar. Demikian juga dengan hal yang kecil, bisa lahir dari orang-orang besar.

Kita tidak boleh lupa peran orang kecil dan hal yang kecil itu. Hal yang kecil bisa mengubah atau membantu hal-hal yang besar. Orang-orang kecil juga bukan tidak mungkin menyelesaikan masalah yang tidak mampu dilakukan oleh orang besar. Atas dasar itulah, berbaik-baiklah terhadap orang kecil. Jangan karena ada hal-hal yang tidak mengenakkan, kita melampiaskannya terhadap orang-orang kecil. Belum tentu mereka sebagai ujung kesalahan. Mereka bisa jadi hanya pion yang sengaja diletakkan dipapan paling depan.

Hal kecil begitu yang terpikir ketika sedang menerima uang kembalian dari kasir sebuah pasar swalayan terkenal. Pasar ini –tepatnya toko, terpacak di mana-mana. Bahkan di lorong-lorong kecil sudah ada toko jenis ini. Namanya juga sama di banyak kota. Biasanya, selain toko dengan nama ini, ada nama satu lagi. Di kota besar, ada toko jenis yang satu, selalu saja ada dan didampingi oleh jenis yang lain. Orang yang melihat dari jauh, menyebut mereka sedang bersaing hebat. Namun ada orang pandai yang beranggapan, jangan-jangan mereka memiliki empunya saham yang sama, dan menciptakan kesan bersaing untuk bisa saling mengontrol harga. Entah yang mana yang benar.

Ketika menerima kembalian dari kasir itulah, selalu saya lihat pada angka 10 persen di bawah harga barang belanja. Kutipan dari rakyat yang akan dikumpulkan untuk kepentingan negara. jadi sekecil apapun yang kita beli, jika membelinya lewat sejenis toko ini, selalu ada setoran 10 persen. Tidak peduli apakah yang membeli barang itu orang kecil atau orang besar. Kutipan semacam ini, keluarannya atas nama pemilik toko –perusahaan yang menaungi toko. Padahal semua itu dikumpulkan dari orang banyak yang membeli barang (sekecil apapun) di toko yang bersangkutan. Namun nama akhir pembayar pajak, tetap tersebut nama mereka. Pembeli tidak mendapatkan nama atas itu.

Belum cukup dengan itu. Kasir juga sangat detail dalam bertanya kepada pembeli, terutama pada dua hal. Pertama, apakah pembeli tidak akan membeli barang lainnya. Kedua, apakah pembeli mau mengisi pulsa. Di akhir, ketika jumlah harga sudah jelas, ada dua hal lain yang juga sering ditanyakan. Pertama, uang kembalian yang tanggung, apakah bisa digantikan dengan permen. Kedua, apakah akan didonasikan (disumbangkan). Semua pertanyaan demikian –terutama dua yang di atas, selalu ditanyakan. Akhir-akhir ini saya baru melihat ada tulisan kecil di depan kasir, yang tertulis bahwa jika kasir lupa menanyakan dua hal tersebut, pembeli boleh tidak membayar. Rupanya begitulah rumusnya.

Tentang donasi, pembeli umumnya tidak membantah. Baik orang kecil maupun orang besar, sering tidak mempermasalahkan kelebihan uangnya yang tanggung itu untuk disumbangkan (entah kepada siapa). Padahal yang mendapat nama penyumbang juga atas nama perusahaan ini. Dengan jumlah yang kecil, mungkin tidak pernah kita hitung-hitung ketika jutaan orang melakukan hal yang sama, tentu jumlahnya akan sangat besar. Proses berhadapan dengan kasir demikian, berbeda dengan posisi ketika kita belanja atau membeli sesuatu di warung-warung kecil pinggir jalan –atau bahkan penjual-penjual kecil di pasar tradisional. Di sana, jika tidak ada uang kembalian, kita justru sangat keras mempermasalahkan. Membeli sesuatu yang murah, tidak canggung pula meminta kurang. Kalkulasi hemat sangat serius dipakai ketika orang belanja pada tempat yang demikian, namun tidak berlaku ketika kita belanja pada tempat-tempat yang berkelas semisal toko di atas.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment