Antena Parabola

Ada catatan penting yang bisa menjadi informasi bagi kita. Televisi yang saya bincangkan dalam sejumlah edisi, memiliki makna penting bagi negara. Berbagai program pembangunan, dibayangkan akan tersampaikan dengan baik melalui TV. Hal itulah yang bisa …

Ada catatan penting yang bisa menjadi informasi bagi kita. Televisi yang saya bincangkan dalam sejumlah edisi, memiliki makna penting bagi negara. Berbagai program pembangunan, dibayangkan akan tersampaikan dengan baik melalui TV. Hal itulah yang bisa saya pahami saat tahun 1970-an, Departemen Penerangan membagi-bagikan TV kepada kelompok masyarakat. Sebelumnya, rerata masyarakat kita hanya memiliki radio. Itu pun terbatas dimiliki para tokoh yang berkemampuan membelinya. Setelah merdeka, lalu sejumlah tragedi dan konflik muncul, kondisi ekonomi masyarakat waktu itu tidak begitu baik. Ada kebutuhan pokok lainnya yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

Kalau saya tidak salah, saat TV yang dibagikan Departemen Penerangan waktu itu hanya menjangkau kecamatan. TV hitam-putih yang ada hanya satu saluran saja, yakni Televisi Republik Indonesia (TVRI), yang jam tayangnya sangat terbatas. Hanya untuk berita yang akan disampaikan ke seluruh Indonesia. Lalu dua puluh tahun kemudian baru mulai berkembang TV warna. Tahun 1990, anak Presiden Soeharto, Siti Hardianti Rukmana mengembangkan saluran Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Televisi swasta pertama, yang kemudahannya juga tersedia secara khusus. TPI mendapat perhatian besar dan menjadi salah satu tumpuan bagi banyak kalangan, mulai politik hingga hiburan. Sejumlah saluran kemudian muncul. Umumnya juga dimiliki tokoh-tokoh penting republik.

Ada satu perkembangan penting terjadi dalam masyarakat, terutama dalam hal Imanamana siaran TV diakses. Jika awalnya bertumpu pada antena manual, setelah 1990-an mulai dikenal di kampung-kampung antena parabola. Antena yang membuka ruang bagi masyarakat pedalaman sekali pun dapat mengakses tayangan TV, baik dalam maupun luar negeri. Antena ini awalnya dimiliki oleh pemilik-pemilik warung kopi. Pada awalnya, TV dengan antena yang dimilikinya, ingin menarik pelanggan sebanyak mungkin. Tapi bukankah jumlah penduduk yang terbatas juga tidak ada pilihan? Misalnya di kawasan yang jauh, hanya ada satu atau dua warung, ada atau tidak parabola bukankah orang-orang juga akan di sana? Tidak ada pilihan.

Ada masalah lain yang tidak boleh dilupakan waktu itu, yakni ketersediaan listrik. Realitasnya, listrik masuk desa baru intensif tahun 1990-an. Kalau pedalaman, bahkan hingga sekarang masih ada kampung yang belum terjangkau listrik. Kampung tertentu ada yang beriniasitif menyediakan listrik desa. Pilihan ini pun bukan tanpa masalah. Cara mereka mengakses bahan bakar (jenis solar), waktu itu juga bukan perkara mudah.

Begitulah dunia berkembang perlahan pada awalnya, dan drastis pada akhirnya. Sarana informasi dan komunikasi sangat penting dalam pembangunan. Namun tidak melupakan menjaga diri dari dampak negatif dari perkembangan teknologi, juga sangat penting bagi masyarakat. Dalam pembangunan yang paripurna, semua potensi dan dampak, akan dipikirkan sekaligus.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment