Karena Kita Orang Kampus

Apa beda orang kampus dengan bukan orang kampus? Hanya pada penggunaan cara berpikir yang berbeda. Saya kira sesederhana itu perbedaannya. Orang kampus, jika menyampaikan sesuatu, harus dipastikan sesuai dengan keilmuan. Menyampaikan sesuatu apa adanya. Bukan …

Apa beda orang kampus dengan bukan orang kampus? Hanya pada penggunaan cara berpikir yang berbeda. Saya kira sesederhana itu perbedaannya. Orang kampus, jika menyampaikan sesuatu, harus dipastikan sesuai dengan keilmuan. Menyampaikan sesuatu apa adanya. Bukan karena ada apanya. Ada rasionalitas keilmuan sebagai pertimbangan. Jadi jika tidak selaras dengan cara berpikir ini, dengan sendirinya akan ditolak. Perbedaan saya kira sesederhana itu. Maka melihat orang kampus dengan cara ini justru sangat mudah. Orang yang tidak mau menggunakan rumus ini, dengan sendirinya tidak bisa disebut sebagai orang kampus.

Pada cara berpikir ini, saya menyebut posisi kampus sebagai ekslusif. Kamus Bahasa Indonesia mengartikan kampus sebagai daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi berlangsung. Perguruan tinggi sendiri diartikan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran tingkat tinggi (seperti sekolah tinggi, akademi, universitas). Sementara akademi, didefinisikan sebagai: (1) lembaga pendidikan tinggi, kurang lebih tiga tahun lamanya, yang mendidik tenaga professional; (2) perkumpulan orang terkenal yang dianggap arif bijaksana untuk memajukan ilmu, kesusastraan, atau bahasa. Sedangkan universitas didefinisikan sebagai perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan ilmiah dan/atau professional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.

Dengan sejumlah konsep, semakin tegas membedakan antara orang di dalam lembaga dibandingkan dengan orang yang di luarnya. Arif dan bijaksana untuk memajukan ilmu menjadi ciri khas penting untuk bisa disebut sebagai orang kampus. Jadi saat kita sebut diri sebagai orang kampus, tidak sekedar selesai pada pengakuan itu saja. Orang kampus harus menunjukkan ciri-ciri keilmuan tadi yang harus menyatu di dalam berbagai kata, perbuatan, dan perilaku. Orang yang tidak mampu melakukan ini, sungguh tidak layak disebut sebagai bagian dari orang kampus.

Lantas sekarang dalam realitas bukankah ciri orang kampus itu menjadi sesuatu yang ideal? Disebut ideal, karena seolah ia menjadi sesuatu yang sulit ditemukan dalam realitas. Bayangkan orang yang mengklaim sebagai orang kampus, namun tidak memiliki ciri-ciri yang disebut di atas. Orang kampus juga semakin banyak yang bercorak pikir serampangan, sehingga pada saatnya orang kampus mempertanyakan apa bedanya mereka yang di luar kampus dengan orang yang di dalam kampus.

Sesungguhnya juga tidak berhenti pada cara berpikir itu untuk diri sendiri. Orang kampus memiliki ciri lain yang menjadi cermin –makanya seorang akademisi itu diharapkan ia juga menjadi akademikus. Orang yang berada dalam habitat yang terus-menerus berusaha untuk memperbesar habitat keilmuannya itu. Habitus. Semakin hari semakin lebar, selain diri sendiri dengan cara berpikir kampus, juga berupaya orang lain berada pada posisi yang sama. Bukan sebaliknya, justru cara berpikir ini dibuang padahal cermin orang kampus, diganti dengan cara-cara berpikir orang-orang terminal.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment