Bukan Awang-awang

Pikiran baik atau lurus pun akan diperdebatkan. Alasan utama karena dianggap tidak ada kebenaran mutlak. Seharusnya ada yang mempertanyakan, apakah dalam semua hal tidak ada yang namanya kebenaran mutlak itu? Bukankah ada benar dan salah …

Pikiran baik atau lurus pun akan diperdebatkan. Alasan utama karena dianggap tidak ada kebenaran mutlak. Seharusnya ada yang mempertanyakan, apakah dalam semua hal tidak ada yang namanya kebenaran mutlak itu? Bukankah ada benar dan salah yang sudah bisa ditemukan dari awal?

Memang dalam hal tertentu, ada proses ijtihad manusia yang masih membutuhkan kajian lebih lanjut. Akan tetapi bukan berarti tidak ada hal yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Sebagian masalah sudah bisa diketahui benar dan salah, baik atau buruk.

Ada sebagian manusia yang lebih suka membuat masalah semakin mengawang-ngawang. Orang dibuat selalu ragu terhadap semua hal dalam hidupnya. Bahkan untuk menghadapi berbagai hal kehidupan dalam hidupnya tidak jarang dibuat ragu oleh orang demikian.

Suka atau mengagumi terhadap seseorang, kerap membuat kita terjerumus untuk menyetujui apa yang ia sampaikan. Satu hal lagi, kita yang memiliki kepentingan terhadap seseorang, juga tak jarang akan terjerembab pada alasan yang sama. Pada posisi demikian, hanya sedikit orang yang mampu dan mau mempertanyakan kembali apapun yang disampaikan. Tidak masalah ketika yang disampaikan merupakan sesuatu yang baik dan lurus, lantas bagaimana jika yang disampaikan justru kemungkaran?

Hal semacam ini biasa terjadi pada orang yang dianggap berjasa kepada sesuatu. Kita yang memiliki utang pada seseorang, sering tak memiliki kekuatan untuk menyanggah apa yang disampaikan oleh para pemberi utang. Bahkan dalam kondisi tertentu, mereka yang memberi utang secara terang-terangan dan penuh maksud menyampaikan siapa saja orang yang berutang padanya. Bisa jadi ada sedikit ada yang memiliki kekuatan, namun harus menerima risiko dicibir dan semacamnya. Bukan dicibir dari substansi hal yang disampaikan, melainkan pada kondisi berutang pada seseorang.

Kondisi ini umumnya disadari. Kita yang memiliki utang dari seseorang –terutama mereka yang secara ekonomi sangat mapan, menyadari akan berbagai konsekuensi. Orang yang baik akan memperlakukan pihak yang berutang dengan baik. Sedangkan mereka yang tidak baik, akan menempatkan pihak berutang bukan saja pada posisi menyedihkan, juga sebagian ada yang menambah dengan keharusan lain, yakni membayar melebihi dari jumlah utang. Lebih dari itu, bahkan ada yang menggunakan centeng dalam mengamankan hal yang dijalankan.

Sekeras apapun konsekuensi, hal yang ingin saya ungkapkan bahwa umumnya orang menyadari terhadap hal itu. Kebutuhan akan sesuatu sehingga menyebabkan dirinya harus berutang, menyebabkan risiko ini dipilih. Dan ini umumnya terjadi dalam masyarakat tertentu. Posisi inilah yang membuat orang sering tidak berdaya terhadap apapun yang disampaikan.

Selain itu, ada juga yang tidak disadari. Semua kita angguk karena alasan kita kagum kepada seseorang. Alasan ini juga didasari oleh banyak faktor. Bisa jadi karena orang yang kita kagumi itu sebagai figur yang dikenal banyak orang –sebagai pihak yang sangat terkenal dan digandrungi. Faktor lain karena yang bersangkutan memiliki kekuasaan tertentu yang karena kuasa itu berpotensi mengubah persepsi banyak orang tentang apapun. Untuk alasan ini, kita sering mengikuti, mengagumi, dan menyetujui berbagai hal kebanyakan tidak dengan penuh kesadaran.

Masalahnya adalah ketika dalam posisi sadar sekalipun, seberapa berdaya kita akan menyanggah berbagai hal yang menurut kita sebagai posisi tidak lurus? Banyak kita kadang menyadari bahwa sesuatu itu tidak sedang berada dalam jalurnya, namun karena berbagai alasan tadi, menyebabkan kita tidak mampu mengembalikan sesuatu ke dalam jalurnya. Ketakutannya bisa berbagai macam, dan yang paling lemah adalah ketika merasa akan malu apabila pendapat kita walau lurus tetapi akan ditertawakan banyak orang.

Untuk alasan inilah pikiran lurus harus selalu diteguhkan di tengah gempuran pikiran tidak lurus. Tentu untuk peneguhan ini membutuhkan kekuatan, paling minimal kekuatan pikiran diri kita sendiri untuk mengoreksi pikiran tidak lurus.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment