Saya ingin mengulang apa yang saya ungkapkan sebelumnya. Jika kita naik maskapai yang kerap terlambat, bahkan kita sudah mempersiapkan diri dengan keadaan itu. Justru akan tidak biasa, jika tiba-tiba terbang tepat waktu.
Saya pernah pengalaman di atas. Saya sebenarnya sudah berada dalam kategori yang sudah menyiapkan diri. Ketika membeli tiket, dengan banyaknya pengalaman terlambat, maka saya sudah berusaha untuk menyiapkan diri untuk keadaan yang terlambat. Saya termasuk sering naik pesawat dari maskapai ini. Alasan utama adalah murah harga tiketnya. Kemudian kalau dilihat pesawat pun, walau dengan harga murah, kondisinya juga bagus-bagus. Berarti menurut saya, soal keterlambatan itu, lebih karena pengelolaan, bukan disebabkan kondisi pesawatnya. Ini yang saya tangkap dari jauh.
Rata-rata pesawat dalam kondisi terbaru. Di dalamnya, setidaknya dari pengalaman saya naik maskapai ini, rasanya kondisi sangat bagus. Dengan demikian, saya berasumsi, bahwa keterlambatan yang terjadi selama ini bukan karena kondisi pesawatnya. Atau bisa jadi, jumlah pesawat yang terbatas. Ini asumsi, bisa jadi demikian.
Ketika jumlah pesawat terbatas, sedangkan jumlah penerbangan terus diperluas, maka ada potensi akan terbengkalai beberapa jadwal yang sudah ada. Namun demikian terlepas bagaimana sebuah manajemen sebuah maskapai mengelola perusahaannya, pengalaman selama ini sudah harus direkonstruksi ke arah yang lebih tepat. Perusahaan harus memberikan sebagus mungkin pelayanan terhadap para konsumennya.
Masalah harga tiket yang lebih murah bukan alasan untuk menjadikan kualitas pelayanan sebagai taruhannya. Semurah apapun yang harus dibayar konsumen, sesuai dengan tawaran yang diajukan maskapai, maka maskapai tidak boleh mengurangi sedikit pun pelayanan yang seharusnya diberikan kepada konsumen.
Inti dari suatu pengalaman saya, menjadi penting untuk mengingatkan kembali bahwa standar harus diberlakukan dengan benar dan lurus. Ada hal yang penting yang harus kita lakukan, sebagaimana anjuran kebijaksanaan, adalah membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa. Dengan demikian, apabila selama ini pengalaman tidak tepat waktu, maka yang harus dilakukan bukan membenarkan yang tidak tepat waktu itu, melainkan membiasakan kondisi tepat waktu.
Bagi umat, tepat waktu itu sangat penting mengikuti pentingnya pemanfaatan waktu secara optimal. Ketika waktu terlewati dan kita tidak melakukan apapun atas waktu tersedia, maka kerugianlah yang akan kita tuai. Barangkali dengan menahan diri dari berbagai nafsu, menjadi momentum yang tepat untuk menggelorakan kebiasaan tepat waktu ini.
Yakinlah sesuatu yang baik itu harus diperjuangkan agar ia tetap menjadi sebagai sesuatu yang baik. Semua itu harus dibiasakan. Membiasakan sesuatu yang baik. Jika yang dibiasakan sesuatu yang tidak baik, maka ia akan menjadi kebiasaan yang suatu saat nanti, tidak bisa dibedakan lagi antara yang baik dan yang tidak baik.