Menghambakan Diri

Varian kepentingan menyebabkan apa yang kita lakukan terbelah. Melakukan sesuatu untuk apa dan untuk siapa? Ada orang yang hanya ingin memperlihatkan kulitnya saja, maka hasilnya pun akan sesuai dengan itu. Tidak lebih. Orang yang berniat …

Varian kepentingan menyebabkan apa yang kita lakukan terbelah. Melakukan sesuatu untuk apa dan untuk siapa? Ada orang yang hanya ingin memperlihatkan kulitnya saja, maka hasilnya pun akan sesuai dengan itu. Tidak lebih. Orang yang berniat lebih dalam, mengenai tujuannya melakukan sesuatu, maka nilai pun akan tinggi, mengikuti niatnya.

Orang sering mengira bahwa apa yang tampak itulah yang menjadi tujuan akhir sebuah hajat. Padahal belum tentu. Bahkan yang banyak hajat, yang tampak hanyalah media atau ruang bagi orang-orang yang menghadirinya untuk mencapai hasil yang lebih menghujam ke dalam relung batin.

Begitulah ketika suatu waktu, selepas shalat isya, ada pemberitahuan untuk warga. Isi pemberitahuan tersebut, adalah undangan dari sebuah keluarga yang berhajad mengadakan doa bersama dalam rangka 40 hari meninggal orang tuanya. Hajatan demikian dilaksanakan warga, terutama terkait dengan ada atau tidaknya warga mereka yang meninggal.

Pola hajatan juga berbeda-beda antar tempat yang satu dengan lainnya. Mereka yang diundang akan dijamu dengan makan ala kadar. Untuk makanan itu sendiri, ada tempat yang menyerahkan kepada tuan rumah –bisa dibayangkan bagaimana harus berjuang untuk tuan rumah yang tergolong berekonomi lemah. Namun ada juga tempat yang tuan rumah tidak direpotkan, semua kebutuhan untuk menjamu warga, disediakan secara bersama-sama oleh warga. Untuk tempat begini, orang yang mengalami cobaan dengan musibah, hanya duduk-duduk saja. Semuanya sudah diatur oleh tetangga dan warga sekitar.

Dalam hajatan itu, hadirnya orang juga memiliki tujuan yang beragam. Ada di antara kita yang hadir ke tempat orang lain hanya berharap bahwa ketika ada sesuatu terjadi dalam keluarga kita, juga akan dikunjungi. Selebihnya, ada orang yang tak peduli, ada kunjung atau tidak, dikunjungi atau tidak, tak masalah. Maksud dari hajatan adalah doa bersama. Dalam masyarakat tertentu, doa bersama itu dilakukan bersama-sama, yang diniatkan selain untuk keluarga yang mengundang, juga untuk keluarga kita sendiri.

Menyangkut dengan doa, pada dasarnya adalah berharap sesuatu. Pihak yang kita minta tidak tanggung-tanggung: Pencipta. Logikanya, karena tempat kita meminta adalah Pencipta, maka kita pun akan melakukannya dengan serius dan bersahaja. Tidak asal-asalan. Namun kadang-kadang kenyataan berbeda, apabila kita lihat dalam doa bersama, tidak semua orang merasa sedang berharap sesuatu. Sebagian hanya datang seperti hanya untuk mencukupi syarat dan berbagai kepentingan lainnya.

Seharusnya kita bisa menimbang-nimbang. Bahwa berharap kepada sesama manusia saja, ketika kita membutuhkan bantuan, kita lakukan dengan serius dan penuh harap. Apalagi dengan Pencipta, seharusnya membuat makhluknya berharap dengan super serius dalam meminta apapun. Suatu permintaan yang kita berharap sangat akan diterima dengan baik. Maka untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik, tidak boleh tidak, kita harus melakukannya secara terbaik pula. Kita harus berharap lebih dari sekedar serius. Kita harus meminta dan melakukannya dengan super serius dan bersahaja.

Berdoa dengan tipe ini adalah dengan menghambakan diri secara serius. Menengadah secara serius dan bersahaja pula. Kita juga melakukannya dengan mantap, penampilan yang menarik, berharap tidak tanggung-tanggung. Tidak dengan menyender di dinding dan biasa-biasa saja, sambil menguap, atau dengan kondisi terkantuk-kantuk.

Dengan meresapi tujuan dari berharap dan menghambakan diri, maka apapun bisa dilakukan secara bersahaja. Dengan harapan yang terbaik, lalu melakukannya dengan persiapan yang terbaik pula, maka tinggal menunggu hasil yang terbaik.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment