Saya ingin menceritakan tentang sesuatu yang masih saya ingat dan berkesan. Tidak semua orang dapat mengingat apa yang pernah dialami. Di samping itu, tidak semua orang pula mendapat sesuatu yang berkesan sepanjang hidupnya. Tidak jarang, dari orang yang kita kenal, mungkin yang kita dengar hanya keluhan dan keluhan.
Potret tersebut tidak hanya kita dengar dari mereka yang secara ekonomi lemah. Belum tentu. Bahkan keluhan bisa terdengar dari mana pun. Tidak jarang, mereka yang memiliki banyak urusan, punya pangkat yang tinggi, memiliki kuasa yang besar, justru banyak mengeluarkan keluhan –sesuatu yang seharusnya harus ditahan betul di hadapan orang yang diurusinya.
Soal kesan yang baik dan buruk, selain soal ingatan, juga masalah rekam jejak yang jarang bisa terhapus begitu saja. Seyogianya orang menghapus kesan buruk, dan menyimpan kesan baik secara sempurna. Kesan yang baik ini akan memberi kekuatan besar bagi seseorang untuk terus hidup lebih baik. Masalahnya dalam kenyataan, tidak semua orang bisa demikian.
Saya sedang mencoba belajar mencapai sesuatu dan menyimpan yang bernilai baik. Pada saat yang sama, ternyata membutuhkan energi yang tidak sedikit untuk memupus dan menanam sesuatu yang buruk yang pernah kita alami. Berangkat dari kondisi hidup sebagai proses belajar, maka sesuatu cita yang baik boleh saja ditanam sebagai tekad yang tinggi.
Saya ingin cerita suatu waktu. Selama lima hari berada di rumah sehat menemani istri, ada satu hal yang bagi saya sangat berkesan, yakni pada mengontrol jaringan televisi di kamar pasien. Pihak rumah sehat sudah menentukan jumlah saluran televisi tertentu saja yang bisa diakses pasien dan keluarganya. Dari ratusan pilihan, di kamar tempat istri saya dirawat, hanya memiliki sembilan pilihan saluran saja. Memang ada sejumlah (mungkin tiga) stasiun yang sangat gemar dengan tayangan sinetron. Selebihnya ada saluran televisi yang khusus untuk ceramah. Setiap waktu kita buka, selalu terhidang ceramah, yang sambung-menyambung dari satu penceramah ke penceramah berikutnya. Di samping itu ada stasiun yang berisi diskusi organisasi masyarakat ini. Bahwa pengelola rumah sehat tempat kami dirawat adalah organisasi gerakan keagamaan yang cukup terkenal. Mereka memiliki stasiun televisi tersendiri yang mungkin jaringannya masih sangat terbatas. Tayangan yang mereka pilih, selain ceramah, ada diskusi, serta berbagai informasi terkait dengan gerakan keagamaan mereka.
Ada satu (sebenarnya dua) stasiun televisi yang juga menarik, yaitu televisi yang bergambar langsung dari Makkah dan dari Madinah. Suaranya adanya orang baca Al-Quran, dari awal hingga akhir, dari juz pertama hingga juz 30, dari Al Fatihah hingga An-Nas, dari Surat satu hingga Surat 114. Sedangkan gambar adalah orang-orang yang sedang tawaf di Makkah. Tidak henti-henti orang datang ke sana untuk beribadah. Dari warna kulit, bisa dipastikan mereka datang berbagai penjuru. Di samping itu, pakaian juga tampak berbeda-beda. Sesekali kadang kita melihat ada rombongan yang memakai pakaian seragam tertentu. Dan setiap hari ada rombongan berpakaian batik, yang bisa dipastikan itu berada dari Indonesia. Belum cukup dengan batik, ada juga penanda lain yang juga khas, misalnya dengan kain berwarna tertentu, yang ketika berthawaf, bisa dilihat sekumpulan dengan warna tertentu itu.
Saluran ini termasuk menarik dan lebih banyak saya pilih. Di samping untuk mendengar Al-Quran, saluran ini sangat membantu dalam memberi gambaran betapa orang yang di sana tiada henti mengelilingi ka’bah. Di layar bisa dilihat perjalanan waktu yang berbeda sekitar empat jam dengan waktu Indonesia bagian Barat. Bahkan pada waktu kita sudah bangun, di sana baru sekitar jam 2, jumlah yang tawaf sedang padat-padatnya.
Ada satu hal menarik lain yang terlihat luar biasa. Bahkan ketika sedang padat orang bertawaf pun, begitu tiba waktu shalat lima waktu, susunan barisan langsung tersusun begitu luar biasa. Tidak butuh waktu lama untuk mengatur saf orang yang jumlahnya jutaan. Mungkin tidak sampai lima menit, mereka yang tadinya bertawaf, lalu membentuk barisan hingga membentuk barisan yang sungguh rapi mengelilingi ka’bah. Hal ini memungkinkan karena komando untuk melakukan shalat jalan dengan bagus. Azan selaku kabar diikuti dengan seksama oleh orang-orang yang akan menuaikan kewajiban.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.