Kualitas Hidup

Kualitas hidup ditentukan oleh sejauhmana seseorang bekerja keras dalam hidupnya. Semakin tinggi kualitas hidup yang diharapkan, semakin tinggi pula usaha dan kerja keras yang harus dilakukan. Orang-orang yang tidak bekerja keras dalam hidupnya, bahkan untuk …

Kualitas hidup ditentukan oleh sejauhmana seseorang bekerja keras dalam hidupnya. Semakin tinggi kualitas hidup yang diharapkan, semakin tinggi pula usaha dan kerja keras yang harus dilakukan. Orang-orang yang tidak bekerja keras dalam hidupnya, bahkan untuk mendapatkan kualitas hidup yang biasa saja pun tidak layak di dapatkan.

Bekerja keras dalam makna yang luas adalah melakukan sesuatu secara sungguh-sungguh. Apapun yang dilakukan, terutama yang terkait dengan pencapaian kualitas kehidupan, dilakukan dengan usaha yang sungguh-sungguh. Bekerja keras akan sesuai dengan capaian.

Saya ingin menceritakan seorang nenek yang tinggal di sekitar rumah kontrak saya sewaktu saya menempuh pendidikan. Nenek ini memiliki pekerjaan sebagai penjual sayur. Ia sesungguhnya tinggal di rumah anaknya. Rumah itu besar dan mereka memiliki keluarga besar. Untuk alasan tinggal, mungkin baginya tidak masalah, namun ia beralasan kalau untuk kebutuhan yang lain, ia tidak mau semua ditanggung keluarga anaknya. Ia ingin berusaha, walau tentu ada dampak yang menimpa anak, yakni perasaan seolah-olah ia tidak sedang memperhatikan orang tua. Kondisi demikian menjadi serba salah. Orang lain yang melihat, seolah anaknya tidak mau tahu dengan kehidupan ibunya. Sedangkan bagi ibunya, apa yang dipikirkan oleh orang lain itu tidak penting, yang penting adalah terus melakukan pekerjaan baik demi mencapai kualitas kehidupan yang baik pula.

Mengenai nenek inilah yang ingin saya ceritakan sedikit kisahnya. Dalam keseharian, nenek ini sudah berangkat ke pasar tradisional sebelum waktu subuh. Letaknya memang tidak begitu jauh. Waktu tinggal di sana, saya sering berbelanja di pasar ini dan lebih memilih jalan kaki –hanya dalam waktu sekitar 15 menit saja. Ia memiliki satu becak dorong langganannya. Ia berangkat sebelum subuh dari rumah. Di dekat pasar ada mushalla kecil dan di sana ia shalat subuh. Begitu selesai shalat, ia langsung ke tempat mobil-mobil yang membawa sayur-mayur dari sejumlah daerah di sekitar kota ini. Tentu, waktu nenek ini ke pasar, banyak orang masih mabuk dalam peraduan, ia sudah berada di sana untuk memilih dan memilah sayur-mayur yang akan dijualnya kembali.

Ada satu warung kecil ia sewa dari pengurus desa di sini. Ukurannya tidak sampai 2 x 2 meter. Sangat kecil. Barangkali untuk mereka yang tidak pandai mengatur, apabila melihat apa yang dibawa oleh nenek ini, tidak bisa dibayangkan bagaimana semuanya bisa muat ketika sudah diatur. Seorang penjual memang harus bisa menata barangnya dengan baik. Sayur-mayur yang ingin dijual, ketika dalam posisi tidak teratur, membuat tidak saja akan membuat sulit mencari barang yang dibutuhkan pembeli, melainkan juga membuat ia tidak enak dipandang. Pembeli mungkin bergeser ke warung lain jika melihat barang yang ingin dibeli tergeletak dan bertumpuk sedemikian rupa.

Ternyata nenek ini tak hanya pandai mencari biaya hidupnya, ia juga sangat mahir dalam menata kondisi warungnya agar orang-orang yang membeli tertarik dengan kondisi sayur yang tertata. Hal lain yang seharusnya dibayangkan oleh mereka yang masih bertenaga super adalah perihal nenek yang menolak hidup gratis di rumah anaknya. Ia tidak masalah tinggal di rumah anaknya, namun ia memiliki prinsip untuk berbagai kebutuhan harus ia sendiri yang menyediakannya. Ia juga tidak ingin mengungkit-ungkit jasa dalam membesarkan anaknya. Baginya setelah anaknya berhasil dunia dan harapannya hingga akhirat, maka usahanya sudah selesai. Tidak ada yang ingin disalahkan. Ia tidak ingin menyalahkan anaknya, karena menurutnya, anaknya juga luar biasa yang selalu ingin ibunya hanya istirahat saja di rumah. Semua ini murni pilihannya, walau ia juga sadar pilihan ini juga akan berdampak pada anaknya akan disalahtafsirkan oleh orang-orang yang melihatnya.

Bisa dibayangkan betapa banyak saat ini orang mengeluh tidak bisa melakukan apa-apa, hingga banyak yang menganggap bahwa terperosok ke lubang hitam murni sebagai sesuatu yang tidak bisa dipilih. Padahal dari kisah hidup nenek itu, menggambarkan bahwa semua aktivitas untuk berusaha, sebagian besarnya adalah pilihan. Tinggal pada kita, akankah kita melakoni jalan yang lurus dan bersih, atau memilih jalan sebaliknya, yang hitam dan kotor.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment