Menimbang Rasa

Kemarin saya ikut satu diskusi dalam rangka ulang tahun Harian Kompas. Karena saya berlangganan berita onlinenya, setiap ada even tertentu, mereka akan beritahukan. Diskusi kemarin berisi tentang bagaimana masa depan disambut dengan kondisi nyata bangsa …

Kemarin saya ikut satu diskusi dalam rangka ulang tahun Harian Kompas. Karena saya berlangganan berita onlinenya, setiap ada even tertentu, mereka akan beritahukan.

Diskusi kemarin berisi tentang bagaimana masa depan disambut dengan kondisi nyata bangsa kita. Potensi generasi produktif, misalnya, bagaimana disahuti dalam rangka membawa bangsa ke arah positif dan progresif. Potensi perkembangan teknologi dan komunikasi, bagaimana disambut sebagai energi yang bisa membesarkan bangsa.

Dari sekian pemateri, saya terkesan dengan satu jurnalis yang menyebut tetap membutuhkan sense dalam pemberitaan sekali pun. Tidak cukup hanya bertumpu pada kelengkapan 5 W dan 1 H  (what, where, when, who, why, dan how).

Untuk kasus yang pelik dan rumit, apalagi yang terkait dengan rasa, suatu berita harus dirangkai dengan hati-hati. Benar bahwa semua yang kita laporkan sebagai fakta. Tapi tidak semua fakta menjadi leluasa bisa disampaikan ke publik. Ada fakta yang ketika disampaikan malah akan membuat kondisi makin kacau.

Ada peran manusia untuk menjadikan sesuatu yang berpotensi kacau menjadi lebih baik. Energi untuk membahagiakan orang harus dimunculkan ke ruang-ruang sosial.

Apa yang Anda rasakan saat orang-orang memberi kebahagiaan kepada Anda? Melalui sesuatu yang besar maupun kecil? Atau apakah Anda dapat menemukan apa yang Anda butuhkan dan bisa membuat Anda bahagia dilakukan oleh orang lain atau orang-orang di sekitar kita?

Sebaliknya, mungkinkah Anda sudah bisa memetakan apa yang akan membuat kondisi tidak enak jika dilakukan orang sekitar Anda? Suasana yang membuat Anda tidak bisa melakukan apa-apa?

Suasana inilah yang seharusnya sebagai penulis Anda paham. Apa yang baik dan apa yang tidak berkesan, harus Anda rekam dalam otak Anda, agar Anda bisa melakukan banyak hal dalam menulis. Kita harus mengingat, seperti posisi kita, orang lain juga memiliki corak yang sama, yakni akan muncul semangat yang lebih ketika mendapatkan kondisi yang bahagia itu.

Kemarin saya mengungkapkan bahwa kebahagiaan kita selalu berhubungan dengan kebahagiaan orang lain. Orang-orang yang menyusun bahagia untuk dirinya, berada dalam satu rangkaian dari bahagia-bahagia orang-orang yang dekat dengan kita.

Dengan demikian jangan pernah berhenti hanya untuk mencapai bahagia sendiri. Kondisi bahagia itu harus dicapai semakin banyak orang di sekitar kita. Rasa bahagia harus sebanyak mungkin dirasakan orang-orang yang kita kenal, karena pada akhirnya rasa bahagia itu secara langsung atau tidak, ia akan berimbas kepada kita.

Jika Anda ingin menulis, apa yang Anda bayangkan ketika orang membaca tulisan Anda? Jika ingin membayangkan orang lain akan bahagia, maka menulislah dengan rasa bahagia yang Anda bayangkan itu.

Betapa banyak orang yang akan bisa saling menginter-koneksi bahagia dan implikasinya. Bahagia yang satu akan melahirkan bahagia yang lain. Bukankah sangat dahsyat melahirkan karya-karya dalam rangkai bahagia yang saling terbagi itu?

Leave a Comment