Masa Lalu Otda

Pada masa sebelum ada reformasi, penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak dijalankan sebagaimana mestinya, daerah tidak diberdayakan untuk mandiri  melainkan dibuat serba tergantung dan harus mematuhi  kehendak pusat. Urusan  rumah tangga daerah terbatas dan serba diawasi. Keuangan …

Pada masa sebelum ada reformasi, penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak dijalankan sebagaimana mestinya, daerah tidak diberdayakan untuk mandiri  melainkan dibuat serba tergantung dan harus mematuhi  kehendak pusat. Urusan  rumah tangga daerah terbatas dan serba diawasi. Keuangan daerah serba  tergantung pada kebaikan hati pemerintah pusat. Hal semacam ini menimbulkan  kekecewaan luar biasa pada daerah (Jalil, 2010).

Pascareformasi Pemerintah Daerah sudah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, yang di dalamnya terkandung 3 (tiga) hal utama yaitu: Pertama, pemberian tugas dan kewenangan untuk melaksanakan sesuatu yang sudah diserahkan kepada Pemerintah Daerah; Keduan, pemberian kepercayaan dan wewenang untuk memikirkan, mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-cara pelaksanaan tugas tersebut; dan Ketiga, dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan mengambil keputusan tersebut, mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung maupun melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dalam konteks Aceh, pemberian otonomi khusus memiliki makna mendalam, terutama bila kita melihat penjelasan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, antara lain disebutkan mengenai sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.

Hal demikian menjadi pertimbangan utama penyeleng-garaan keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999. Dalam perjalanan penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dipandang kurang memberikan kehidupan di dalam keadilan atau keadilan di dalam kehidupan. Kondisi demikian belum dapat mengakhiri pergolakan masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk reaksi.

Respons Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melahirkan salah satu solusi politik bagi penyelesaian persoalan Aceh berupa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam pelaksanaannya undang-undang tersebut juga belum cukup memadai dalam menampung aspirasi dan kepentingan pembangunan ekonomi dan keadilan politik. Hal demikian mendorong lahirnya Undang- Undang tentang Pemerintahan Aceh dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Pemberian otonomi seluas-luasnya di bidang politik kepada masyarakat Aceh dan mengelola pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip good governance yaitu transparan, akuntabel, profesional, efisien, dan efektif dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat di Aceh.

Leave a Comment