Jangan Lupa Memikirkan Pembangunan Hukum

Hukum harus berelasi dalam usaha dan untuk memikirkan pembangunan. Pada saat yang sama, tidak mungkin pembangunan hukum tidak mendapat perhatian. Hukum dan pembangunan, serta pembangunan hukum. Sementara pada posisi negara yang sedang membangun, walau tersedia …

Hukum harus berelasi dalam usaha dan untuk memikirkan pembangunan. Pada saat yang sama, tidak mungkin pembangunan hukum tidak mendapat perhatian. Hukum dan pembangunan, serta pembangunan hukum. Sementara pada posisi negara yang sedang membangun, walau tersedia cara mewujudkan hukum melalui metode berpikir hukum sebagai alat rekayasa, realitasnya hukum kerap dikesampingkan dengan alasan pembangunan. Padahal tonggak negara kita adalah hukum sebagai subsistem utama. Bukan subsistem yang lain.

Pada era yang menggenjot pembangunan –tepatnya mungkin mengejar kepentingan pembangunan, ada kesan umum seolah hukum –dalam makna kebijakan dan peraturan—seperti bisa disiasati. Apalagi atas nama kepentingan investasi. Kita memang membutuhkan investasi, akan tetapi bukan investasi yang membabi buta yang kemudian akan meninggalkan masalah. Negara membutuhkan investasi yang sehat dan aman, yang dalam prosesnya selalu memanusiakan manusia sebagai manusia.

Ketika kita bersepakat dengan negara hukum, maka apa pun yang dilakukan, hukum yang harus menjadi perangkat utama. Dalam kondisi apa pun dan untuk kepentingan apa pun. Jika tidak demikian, maka bukan negara hukum namanya. Apalagi jika kekuasaan yang dominan, maka negara kekuasaan namanya. Walau dari segi konsep dan realitas, masih selalu bisa diperdebatkan.

Setiap masalah hukum yang muncul, secara filosofis, selalu ada dua cara pikir untuk menyelesaikannya. Dari artikel FX. Adji Samekto, menyebutnya dengan perspektif (Samekto, 2013). Pertama, cara pikir yang mengonsepsikan hukum sebagai ajaran, norma yang mengandung nilai-nilai (values). Kajiannya bersifat normatif, yang berciri pada law as what in the written atau law as what the books. Dalam cara pikir ilmu hukum semacam ini, ia bersifat normatif dan doctrinal yang memuat keharusan-keharusan (what ought to be). Ia bermakna das sollen. Secara filosofis, cara pikir ini sifatnya apriori –sesuatu yang mendasari pada ajaran-ajaran, nilai-nilai yang sifatnya abstrak, bukan pada bukti-bukti (Samekto, 2012).

Kedua, cara pikir yang menempatkan hukum sebagai realitas. Ia mempelajari implementasi suatu aturan dalam ranah fakta. Ketika membicarakan hukum pada ranah fakta, pada tingkat implementasinya, hal yang harus dipahami bahwa hukum hanyalah salah satu subsistem dari berbagai subsistem lainnya dalam masyarakat. Masih ada subsistem ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, dan sebagainya. Dengan demikian, hukum pada tataran fakta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh subsistem yang lain.

Menyadari hukum pada tataran fakta akan terjadi tarik-menarik dengan berbagai subsistem, maka memikirkan hukum dalam konteks yang responsif kiranya sangat penting dan strategis. Merujuk pada pendapat Satjipto Rahardjo, konteks responsif hukum selalu lahir dari cara berpikir yang out of the box. Skema ini, dengan kaca mata hukum responsif Philip Nonet dan Philip Selznick, melampaui apa yang disebut sebagai cara berpikir autonomous law (Nonet & Selznick, 2013; Rahardjo, 1980).

Pembangunan yang dalam kerangka inilah dibutuhkan. Bahkan dalam kondisi demikian, dua konteks hukum penting menjadi catatan Satjipto Rahardjo adalah: Pertama, hukum dijadikan sebagai alat yang digunakan secara sadar dalam rangka untuk mengubah lingkungan hidup manusia. Kedua, disadari di awal bahwa hukum itu merupakan suatu nilai, atau suatu proses yang fundamental dalam perwujudan nilai-nilai tertentu sehingga menjadi terkait dengan erat kepada nilai-nilai itu sendiri.

Kedua hal tersebut merujuk pada buku Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat. Kajian ini berangkat dari sejumlah kajian law and development, yang antara lain mengaitkan kondisi perkembangan masyarakat menuju apa yang disebut sebagai industrialisasi, harus diikuti oleh perubahan hukum. Maka perubahan hukum yang dianggap paling baik adalah perubahan hukum yang direncanakan sedemikian rupa. Tapi hukum yang direncanakan tersebut yang akan mengiringi pembangunan yang memanusiakan manusia.

Leave a Comment