Aliran dari Sebatang Rokok

Dalam beberapa hari, saya melihat beberapa iklan di baliho besar yang menghiasi kabupaten/kota, antara lain mengajak untuk mengonsumsi rokok yang ada tanda bea cukainya. Iklan semacam ini tentu tidak aneh. Sebuah kabupaten/kota akan menerima bagian …

Dalam beberapa hari, saya melihat beberapa iklan di baliho besar yang menghiasi kabupaten/kota, antara lain mengajak untuk mengonsumsi rokok yang ada tanda bea cukainya. Iklan semacam ini tentu tidak aneh. Sebuah kabupaten/kota akan menerima bagian pemasukan dari rokok. Saya tidak begitu paham rumusnya. Jadi bukan hanya mereka yang menghasilkan tembakau dan daerah yang memiliki perusahaan rokok. Daerah yang berhasil mengonsumsi rokok dengan baik dari produk yang membayar sejumlah kewajibannya untuk negara, akan turut mendapat bagian.

Pada posisi lain, sesungguhnya ada kebijakan yang melarang rokok pada tempat tertentu. Semakin banyak daerah yang menghasilkan produk peraturan perundang-undangan, dalam bentuk peraturan daerah, untuk melarang tempat-tempat umum untuk merokok. Bahkan aturan menyertakan sanksi yang tidak main-main beratnya.

Bukankah ada yang saling bertolak belakang? Lupakanlah tentang kontradiksi. Rokok itu, dalam segi tertentu diyakini sebagai sumber kerusakan Kesehatan. Namun apa yang disiapkan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengantisipasi potensi kerusakan kesehatan tersebut? Andai pun ada pemasukan dari konsumsi rokok, apakah bagian penghasilkan itu digunakan untuk menyehatkan masyarakat yang terpapar dari rokok tersebut? Untuk pertanyaan ini, saya sendiri ragu.

Rokok itu semakin disadari efek negatifnya. Pada saat yang sama, rokok juga digiurkan bagian pendapatannya sebagai sumber pemasukan. Lalu aliran dampak yang lain, soal hitung-hitungan apakah pemerintah atau pemerintah daerah pernah menghitung potensi kerugian dari sebatang rokok? Sekali lagi, untuk hal ini saya juga masih ragu.

Keadaan ini tak mengherankan juga menjalar ke perilaku perokok. Dalam lingkungan umum, tidak semua aturan yang tertulis itu berlaku dengan baik. Bahkan di lingkungan fatal pun, aroma rokok tidak terhindarkan. Apalagi di tempat umum yang tidak ada unsur tertentu dengan gagah melarang para perokok. Mereka yang merokok seperti harus dihargai dengan dijunjung dengan baik. Tidak boleh diingatkan. Mereka harus direlakan walau merokok di depan kita.

Sejumlah alasan yang saya sebut kemarin, yang seolah-olah tidak ada pilihan bagi seorang perokok, terus saja bergulit dan berlipat. Sampai-sampai, ada perokok tidak ambil pusing saat duduk di warung, tidak lihat kiri-kanan, langsung ambil batangan rokok dan menyulutnya. Ada yang lebih tidak punya pikiran, ketika asap yang dihembuskan dari mulutnya, kemudian ia hempaskan kemana-mana.

Saya sering tidak bisa menahan kebencian, misalnya saat naik motor, tiba-tiba ada motor di depan kita yang seenaknya merokok dan menganginkan abunya. Bahkan pernah ada pengendara yang saya tanya, bagaimana kalau saya yang merokok lalu abu rokoh itu saya hempaskan ke mukanya. Ternyata perokok sekali pun tidak mau yang seperti itu. Sayangnya saat melakukan hal yang begitu, seolah tidak peduli ada orang lain yang juga berkendara terbuka.

Sayangnya kadang-kadang perilaku itu juga dilakukan orang yang saya kenal. Mudah-mudahan catatan itu, akan membuat mereka yang merokok semakin sadar ada hak sehat orang lain yang harus dihargai dan dihormati.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment