Hari ini, saya ingin kembali mengulang tentang dunia menulis. Dunia aktivitas. Menulis, galibnya membutuhkan kemampuan serba-serbi. Tidak saja soal substansi. Tapi juga soal teknis dan strategis. Tidak cukup Anda hanya menyebut memahami semuanya. Kepandaian dalam memahami sesuatu, bukan berarti dengan mudah ia ditumpahkan ke dalam media tulis.
Kondisi ini yang tidak bisa dianggap sederhana. Apalagi menganggap remeh. Semua aktivitas, saat dieksekusi, tentu butuh usaha dan proses maksimal. Saya ingat satu ungkapan yang ditempel di dinding gedung Ruang Kuliah Umum (RKU) Universitas Syiah Kuala, bahwa kemauan melampaui kemampuan. Orang yang biasanya akan berhasil, lebih besar memiliki kemampuan dibandingkan dengan kemampuan.
Dunia menulis mewakili dari dunia kemampuan itu. Sebagai proses belajar yang menuntun seseorang untuk selalu terbuka memperbaiki diri. Pada aktivitas menulis ini bisa dilaksanakan dengan baik dengan runut dari satu langkap ke langkah berikutnya.
Langkah pertama, ketenangan. Semua aktivitas pada dasarnya harus dilakukan dengan rasa tenang. Termasuk aktivitas menulis. Bahkan, menurut orang bijak, orang-orang yang berhasil mengendalikan ketenangannya, dalam kondisi marah sekali pun, ia masih bisa tenang. Berbeda dengan kondisi kita yang mudah meledak-ledak. Hanya dengan sedikit gangguan saja, kita sudah terganggu. Jiwa kita meronta hanya sedikit sentilan.
Menulis, pada dasarnya seperti melakukan berbagai aktivitas yang lain, juga membutuhkan ketenangan dan kenyamanan. Ada sebagian kecil orang yang bisa melakukannya dalam suasana yang kacau. Di tengah suasana sibuk, dengan kondisi yang ribut, ada orang yang bisa menulis. Tidak jarang, ada orang yang bahkan menulis justru harus diiringi musik yang hingar-bingar. Jamaknya orang yang menulis hanya bisa menulis dalam suasana musik yang pelan.
Dengan demikian, ketenangan harus dilihat dari dua sisi. Ada ketidaktenangan yang lahir dari luar diri manusia. Tidak sedikit, justru ketidaktenangan muncul dari dalam diri kita. Penanganan kondisi yang tidak tenang, berbeda dari keduanya. Mereka yang tidak tenang karena faktor di luar diri, penanganan agak lebih mudah. Berbeda dengan kondisi tidak tenang yang berasal dari dalam diri kita, seseorang harus mempersiapkan berdasar mental diri masing-masing.
Ketenangan dalam makna lain juga harus dilihat. Ada orang yang terus diganggu oleh orang lain tidak secara fisik maupun indrawi, melainkan mental. Itu juga akan menjadi masalah. Kiriman sesuatu melalui pesan singkat, misalnya, pada akhirnya akan menjadi suatu masalah. Bayangkanlah pemain sepak bola professional, pada saat tertentu oleh pelatihnya mencabut hak untuk melihat telepon genggam, karena kiriman apapun pada saat santing dan genting, akan menganggu aktivitas sepak bolanya.
Kemampuan untuk menetralkan diri dari berbagai tekanan dan keadaan, tentu menjadi satu modal yang bisa dikelola dengan baik. Netral dalam makna stabil.