Mohon maaf bila contoh ini berlebihan. Tapi ada pertanyaan, seberapa konsisten kita menulis setiap hari? Konsisten itu selalu terkait pada dua konteks. Pertama, substansi, apakah setiap hari ada perubahan kualitas dari setiap tulisan yang hadir. Dengan mempertahankan standar, seperti hari-hari biasanya. Kedua, kuantitas, yakni mempertahankan seberapa banyak yang harus keluar.
Ada orang yang hanya mengejar salah satunya. Misalnya menulis dengan kualitas yang standar, namun tidak setiap waktu secara konsisten. Atau ada orang yang hanya mengejar standar waktu, tidak peduli pada kualitas. Idealnya harus peduli pada dua-duanya.
Konsistensi itu lahir dari teguh berusaha. Karena proses belajar, maka melakukan seiring dengan teris memperbaiki diri. Hanya orang yang terus berusaha yang akan melihat hasilnya.
Contoh warung Minang, sesungguhnya tidak murni muncul dari saya. Suatu waktu, saya pernah mendengar kisah ini. Pertama, kisah heroik para pelayan warung yang bisa membawa puluhan piring lauk-pauk dalam satu kesempatan. Dengan irama mereka yang beralun, seperti seorang penabuh alat musik yang bisa diikuti dengan syahdu. Begitulah gerakan mereka. Dengan sepanjang ukuran tangan dipenuhi piring, dengan sebagian di tangan kanan.
Kedua, siapapun yang masuk ke dalam warung mereka, selalu mereka berusaha menghidangkan semua hal yang mereka punya. Sepertinya mereka sadar bahwa kapasitas orang makan sangat terbatas. Namun sebuah warung makan, harus diingat, tidak selalu ditentukan oleh karena kenyang atau lapar, melainkan nafsu makan karena tata hidangan yang memunculkan selera.
Pada kondisi yang kedua, seseorang sudah makan tidak selalu terbatas pada kebutuhan, melainkan sudah pada keinginan. Butuh dan ingin adalah dua hal yang terpisah. Ingin itu bisa dimaknai dalam sisi positif, terutama dikaitkan dengan bagaimana makanan itu ditata.
Seorang penulis harus menghidangkan tulisannya seperti warung Minang menghidangkan makanan kepada pelanggan. Penulis harus banyak variasi, walau bukan berarti menjadi penulis semua hal. Ada yang beda, antara semua orang bisa menulis, dengan orang yang bisa menulis semua hal. Banyak orang mengingatkan kita untuk fokus, karena beranggapan, ketika tidak fokus, tidak bisa menghadirkan satu pun yang berkualitas.
Mencontoh warung Minang tak berarti semua orang harus meraba sebuah jenis tulisan. Di sini yang dibutuhkan kreativitas untuk menghasilkan tulisan-tulisan yang akan menimbulkan nafsu orang-orang melahapnya. Jangan biarkan karya kita terbiarkan berlalu, tidak ditilik oleh orang-orang. Dengan mengoptimalkan kreativitas yang ada, akan menjadi kekuatan dalam menghadirkan tulisan yang dilirik banyak orang.