Debat Tiada Akhir

Diskursus bagaimana kaitannya hukum dan moral, antara lain menjadi titik-titik perbedaan bagaimana memahami dua aliran hukum yang dipelajari oleh mereka yang belajar hukum. Hukum yang terpisah dengan moral dipandang mewakili aliran positivism hukum, dan moral …

Diskursus bagaimana kaitannya hukum dan moral, antara lain menjadi titik-titik perbedaan bagaimana memahami dua aliran hukum yang dipelajari oleh mereka yang belajar hukum. Hukum yang terpisah dengan moral dipandang mewakili aliran positivism hukum, dan moral sebagai bagian hukum sebagai cermin dari aliran hukum alam.

Pemisahan antara hukum dan moral sendiri juga bisa dilihat dalam pilahan-pilahan. Menurut Antonius Cahyadi dan E. Fernando F. Manulang, dalam pandangan teologis, Teori Hukum Kodrat yang dipengaruhi pandangan atau keyakinan seperti ini melihat bahwa keberadaan hukum seluruh alam semesta yang ada, diciptakan dan diatur oleh yang mahakuasa yaitu Tuhan yang juga telah meletakkan prinsip-prinsip abadi untuk mengatur berjalannya alam semesta. Semua hukum yang diciptakan oleh manusia karena itu harus sesuai dengan hukum Tuhan seperti yang digariskan dalam kitab suci. Antonius Cahyadi dan E. Fernando F. Manulang lebih memakai istilah hukum kodrat, karena kata “kodrat” mengorientasikan acuan pemaknaan pada alam rohani, metafisika (Cahyadi & Manullang, 2008).

Dalam konteks tersebut, hukum dan moral dapat dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Moral dalam makna yang lebih operasional pernah diungkapkan oleh Sidharta dalam bukunya Sidharta, Moralitas Profesi Hukum. Menurut Sidharta, moralitas merupakan objek dari kajian etika. Moral merupakan suatu norma, maka moral mengandung nilai-nilai, karena hakikatnya norma itu merupakan konkretisasi dari nilai-nilai. Dalam hal ini diingatkan bahwa nilai berbeda dengan harga (sesuatu yang belum tentu bernilai). Nilai dapat diklasifikasikan dengan banyak cara: (1) intrinsik [nilai dari sesuatu yang dari semula sudah bernilai]; (2) instrumental [nilai dari sesuatu yang dipakai karena dapat dipakai sebagai sarana mencapai tujuan tertentu. Sementara hakikat dari moralitas sendiri, bila moral sebagai sesuatu yang menyangkut baik buruknya manusia sebagai manusia, maka moralitas adalah keseluruhan norma, nilai, sikap moral seseorang atau masyarakat. Dengan demikian moralitas merupakan kompleksitas moral dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Ukuran manusia dapat dikatakan baik sebagai manusia, ditentukan oleh: (1) manusia memiliki nilai sendiri (berwujud sistem nilai); (2) Nilai mengalami konkretisasi pada norma; (3) Norma inilah yang menjadi ukur manusia yang baik sebagai manusia (Sidharta, 2006).

Dalam penjelasan di atas, saya sebut konteks konsep operasional, mengingat Sidharta mengaitkan posisi persoalan moralitas yang lebih lebih didominasi permasalahan di lingkungan pengemban hukum praktis. Mereka yang meng-emban hukum praktis berhadapan lebih dominan.

Pemisahan secara tegas diyakni dari ajaran kaum positivis, yang dipandang memiliki konsep sebaliknya (Ali, 2006). Dan sebagaimana yang sudah disebutkan di awal, titik-titik perbedaan ini sebagai sesuatu yang tidak mungkin disatukan. Memang dalam perkembangan keilmuan, yang kemudian dikembangkan generasi selanjutnya, perbedaan-perbedaan yang ada sesuatu yang biasa saja. Bagi mereka yang sedang belajar, perbedaan ini merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam lingkungan kaum terdidik.

Sebagai catatan, perbedaan dalam hal apapun, selama bersandar pada cara-cara berpikir keilmuan, bukanlah suatu masalah. Para pemikir, memiliki dasar dan argumentasi dalam menyampaikan pandangan dan pikirannya, dan ini harus menjadi catatan bagi para pembelajar di kemudian hari.

Leave a Comment