Sejumlah perkembangan dapat ditangkap dari sejumlah kolom sebelumnya. Dialog Aceh yang terlaksana, sungguh tidak bisa dipisah dari peta jalan yang sudah dilalui dari waktu sebelumnya. Ada beberapa hasil penting dari dialog dalam perkembangannya, sebelum tsunami. Sejak penandatanganan Kesepahaman Bersama (JoU) tentang Jeda Kemanusiaan untuk Aceh 12 Mei 2000, hingga perundingan terakhir 8-9 April 2002, tentu saja ada berbagai proses yang tidak boleh diabai. Semua saling berkaitan satu sama lain. Proses awal dapat dipandang sebagai pembuka jalan bagi dialog-dialog yang dilaksanakan sesudahnya.
Dalam konteks inilah, dialog seharusnya tidak hanya berhenti dan berorientasi kepada kemanusaan, tapi juga kepada Tuhan. Konsep ini, selain mempertanggungjawabkan dialog kepada sesama manusia, juga mengharuskan semua pihak untuk mempertanggungjawabannya kepada Tuhan.
Ada satu konsep yang saya kutip dari I. Nyoman Sudira. Menurutnya, “dialog bisa dipandang sebagai sebuah alat bagaimana kita menghadapi dan menyelesaikan konflik secara konstruktif” (Sudira, 2017; Apel, 2003). “Maka dari itu, respons yang umum terhadap konflik yang sudah bereskalasi menuju kekerasan adalah tuntutan banyak pihak untuk segera diadakan dialog, yang secara umum dipahami sebagai pertukaran dan diskusi mengenai ide-ide, yang disampaikan secara jujur dan terbuka sebagai pranata untuk menuju hubungan yang harmoni dan kesaling-pemahaman” (Sudira, 2017; Fisher, 1997).
Dengan demikian, dialog dapat dimaknai sebagai proses saling memahami. Dalam konteks sosial, perwujudan harmoni menjadi kunci utama dari semangat dialog. Harmoni dapat dilihat dalam konteks yang lehih luas untuk saling menjaga satu sama lain.
Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, dialog memiliki sejumlah makna, sesuai dengan konteks yang digunakan, yakni sebagai (1) percakapan (dalam sandiwara, cerita, dan sebagai-nya); (2) karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih.
Sama juga dengan konflik. Kamus Bahasa Indonesia mengartikan kata konflik dengan makna: (1) percekcokan, perselisihan; (2) ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya).
Dalam konteks Aceh, berbagai proses yang dilalui dalam menyelesaikan konflik, pada dasarnya sama seperti apa yang disebut dalam konsep di atas.
Atas dasar itulah, berbagai peta jalan dialog tidak boleh dilupakan. Proses untuk berdialog, merupakan proses penting yang harus tercatat dalam tinta emas. Berbagai proses untuk memanusiawikan manusia sebagai manusia, harus selalu disambut dengan suka cita.