Dolar dan Rupiah

Sudah beberapa babak sejarah yang memperlihatkan orang-orang membeli dollar lalu menjualnya. Ketika rupiah melemah dan menguat, muncul reaksi orang-orang yang memiliki dollar secara berbeda. Jual-beli. Dalam dagang ini, sepertinya keuntungan menjadi sesuatu yang utama. Tidak …

Sudah beberapa babak sejarah yang memperlihatkan orang-orang membeli dollar lalu menjualnya. Ketika rupiah melemah dan menguat, muncul reaksi orang-orang yang memiliki dollar secara berbeda. Jual-beli. Dalam dagang ini, sepertinya keuntungan menjadi sesuatu yang utama. Tidak peduli betapa banyak orang yang akan terjepit dan tertindih.

Menguat atau melemah dollar selalu berkorelasi dengan nilai rupiah. Sesungguhnya saat seperti itu, mentalitas kita diuji untuk berpihak kepada siapa. Akankah kita lebih menyayangi orang banyak, ataukah mementingkan diri sendiri untuk mendapat keuntungan yang berlipat?

Saat membayangkan jumlah keuntungan, keprihatinan orang terlempar entah kemana. Orang lalu bisa kaya mendadak dalam sekejap, mungkin ada sebagian kecil yang tiba-tiba bangkrut dalam waktu singkat. Pada kondisi itulah mentalitas kita diuji. Orang-orang yang melupakan kepentingan orang banyak, tidak peduli atas apa yang terjadi.

Kita bisa menoleh ke belakang. Dalam sejumlah babak sejarah, ketika menonton televisi, ada berita tentang antrean panjang di sebuah bank mengenai orang-orang yang akan menukarkan uang dollarnya. Mereka yang ketika harga rupiah melemah, ramai-ramai membeli dollar dan menyimpan, untuk suatu waktu menjual dan mendapatkan keuntungan yang berlipat.

Hal ini sudah dilakukan banyak orang ketika krisis moneter tahun 1998. Waktu itu, negara kita mendapatkan cobaan krisis hebat, yang menyebabkan banyak orang menggunakan momentum itu untuk mendapatkan sesuatu. Seperti krisis ekonomi di banyak negara, sering menjadi titik tolak bagi menguatnya krisis politik. Pada kondisi demikian, gonjang-ganjing terjadi, dan semua menggunakan ruang untuk memanfaatkan. Ada yang berniat baik, menggunakan momentum tersebut untuk memperbaikinya. Namun tidak sedikit yang berniat buruk, dengan momentum demikian ingin ditambahkan lagi dengan berbagai penderitaan.

Untuk melihat semua pemanfaatan momentum, tergantung dari sebelah mana melihat, untuk menentukan ada atau tidaknya –atau bahkan perlu tidaknya merasa bersalah, mungkin. Ketika berada pada titik tertentu, mungkin tidak ada yang patut disalahkan. Tidak seperti ketika berada pada titik yang lain, terlihat semuanya dan apapun yang dilakukan, tidak ada yang benar.

Begitulah kisah panjang. Yang satu titik krisis kecil dialami bangsa ini, terutama dengan melemah rupiah dan orang memanfaatkan melemah rupiah itu. Namun ketika harga dollar sudah di bawah Rp14 ribu, banyak orang yang antre menukarkan dollarnya kembali. Rupiah yang dulu melemah, pelan-pelan merangkak menguat sedikit.

Orang-orang yang akan menjual dollarnya merasa khawatir bahwa rupiah semakin menguat. Orang-orang yang ingin meneguk untung dari “bisnis” ini, kekhawatiran muncul dengan menguatnya rupiah, karena akan membuatnya merugi. Orang yang lahan “bisnis” ini, mungkin juga memiliki rasa tertentu ketika harga dollar naik, rupiah melemah, pada saat itu rakyat menjerit dengan naiknya hampir semua barang.

Kekhawatiran orang yang antre ingin menjual dollar, tentu berbeda dengan rasa khawatir yang dialami oleh orang banyak yang berharap-harap cemas, bahwa ketika rupiah menguat, akankah barang-barang yang sudah terlanjur naik itu bisa normal kembali? Untuk pertanyaan terakhir ini, jawaban idealnya sangat sulit. Biasanya barang-barang konsumsi untuk rakyat kecil, jarang yang bisa turun kembali. Sejarah turun harga hanya pada harga bahan bakar minyak yang turun karena kepentingan mereka yang sedang bermain politik. Waktu itu, harga minyak dinaikkan dahulu, ketika ada mau pemilihan politik, diturunkan sedikit dan itu disebut sebagai sebuah sejarah yang pro rakyat.

Selain yang itu, rasanya jarang barang-barang lain akan turun atau segera turun ketika rupiah menguat. Orang berseloro, sama seperti membayar ongkos orang naik kelapa yang menghitung harga naiknya saja, tidak peduli dengan harga turunnya. Mau turun atau tidak, selepas krisis, orang penting sering abai –bahkan alpa memikirkannya.

Leave a Comment