Gotong Royong

Saya ingin mengingatkan lagi, ada dua hal penting terjadi di Aceh sebagai peristiwa besar yang terjadi dekade ini. Bencana tsunami yang mengunggang banyak negara. Lalu berhentinya konflik yang sudah puluhan tahun. Dua peristiwa itu harus …

Saya ingin mengingatkan lagi, ada dua hal penting terjadi di Aceh sebagai peristiwa besar yang terjadi dekade ini. Bencana tsunami yang mengunggang banyak negara. Lalu berhentinya konflik yang sudah puluhan tahun. Dua peristiwa itu harus selalu diingat dalam rangka memperbaiki kualitas kehidupan masa depan. Merawat ingatan itu, juga berpotensi untuk tidak mengulangi berbagai kesalahan dan kekurangan yang terjadi pada masa lalu.

Orang-orang memiliki banyak cara merawat ingatan itu. Orang kampung dan orang kota bisa saja berbeda cara dalam menyambut momentum ini. Masing-masing ingin merawat ingatan, agar pada masa depan, banyak hal bisa dilakukan dengan baik. Tidak semua bencana bisa diketahui dari awal, namun ada sebagian karena ulah tangan manusia yang bisa dipetakan. Tidak bisa diketahui bukan berarti tidak bisa ditangani. Saat terjadi, manusia bisa melakukan sesuatu untuk mengurangi jumlah korban. Begitu juga dengan konflik, seharusnya dengan proses belajar, manusia dapat menghilangkan konflik sesama dalam hidupnya.

Begitulah saat mendekati momentum, orang-orang akan melaksanakan doa bersama atau hal yang serupa untuk memperingatinya. Untuk memperingati momentum ini, diadakan gotong royong. Panggilan untuk aktivitas ini, sudah dipanggil melalui pengeras suara pada malamnya. Intinya orang kampung diumumkan agar ikut serta dalam doa bersama dalam rangka mengingat bencana atau konflik. Tsunami itu sebagai bencana, yang diingatkan agar orang, sebenarnya berjalan lurus sebagaimana yang diharapkan. Dengan peringatan ini, diharapkan akan ada perubahan perilaku dan pemaknaan dalam konteks hidup manusia. Mereka yang merasakan bahwa tsunami sebagai teguran, maka akan belajar untuk hidup menurut garis lurus. Tidak ada perilaku tidak lurus dalam semua sektor dan bidang.

Tahukan apa yang terjadi? Ternyata orang yang datang tidak banyak. Setiap orang diharapkan membawa beberapa bungkus nasi yang akan dimakan secara bersama. Dalam masyarakat ini, makan bersama itu menjadi media mereka saling mengingatkan. Apapun yang dilakukan, tidak lepas dari usaha untuk mensyukuri dan berdoa. Ruang ini diharapkan akan berimplikasi kepada perilaku, dengan tidak mengabaikan kepentingan bersama. Kepentingan yang sekarang ini mendapat tantangan dari kehidupan yang terus berlangsung ke arah individualis.

Masalah orang yang tidak banyak datang, juga tak bisa lantas diklaim sebagai kenyataan dari pengabaian terhadap kebersamaan. Sesuatu yang dilaksanakan bukan pada hari libur, masing-masing orang memiliki aktivitas yang berbeda-beda. Orang yang pergi ke kantor dan anak-anak yang ke sekolah, telah membuat aktivitas penting itu tidak banyak yang datang. Dengan berganti tahun, bisa jadi juga sebagian orang yang mungkin sudah mulai lupa terhadap bencana yang pernah terjadi.

Mudah-mudahan bukan alasan yang disebut terakhir ini. Kesibukan aktivitas hari kerja sepertinya alasan yang kuat. Dan dengan berpatokan pada kalender hijriah, jatuh pada hari kerja wajar saja. Di sinilah menariknya kampung ini, ketika menggunakan tanggal 14 Dzulkaidah sebagai penanda waktu. Dengan menggunakan kalender ini, maka ketika dibandingkan dengan kalender masehi, ada selisih beberapa waktu. Dalam kalender masehi, bencana terjadi tanggal 26 Desember, yang waktu itu bertepatan dengan 14 Dzulkaidah.

Untuk tanggal 15 Agustus dan 26 Desember, banyak agenda yang dipersiapkan. Profesi tertentu, juga menjadikan tanggal ini sebagai hari berkabung. Nelayan menjadikan hari 26 Desember sebagai hari yang dilarang melaut karena masyarakat di sini menggunakannya untuk mengingat bencana. Walau dalam kenyataan, juga ada nelayan yang curi-curi untuk melaut. Di balik itu, terlihat ada upaya untuk merenung kembali tentang apa yang pernah terjadi.

Untuk yang disebut terakhir ini, mungkin jadwal juga tidak berubah, terutama bertempel pula dengan hari libur lainnya. Sedangkan dalam kalendr hijriah, posisi ia bertepatan dengan hari libur atau bukan, sulit untuk ditentukan. Makanya wajar pelaksanaan ini juga berlapis dengan hari kerja.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment