Hadiah Umrah untuk Eksekutor

Saya membaca berita itu dengan batin yang remuk. Otak pelaku pembunuhan, menjanjikan umrah untuk eksekutor (Serambi, 14/01/2020). Fakta baru ini, menarik, karena ada penggabungan dua tindakan yang bertolak belakang. Pembunuhan itu sebagai kejahatan. Sedangkan umrah …

Saya membaca berita itu dengan batin yang remuk. Otak pelaku pembunuhan, menjanjikan umrah untuk eksekutor (Serambi, 14/01/2020). Fakta baru ini, menarik, karena ada penggabungan dua tindakan yang bertolak belakang. Pembunuhan itu sebagai kejahatan. Sedangkan umrah adalah ibadah. Janji manis untuk beribadah, bagi mereka yang melakukan kejahatan, bukankah sesuatu yang bertolak belakang?

Mereka yang terlibat dalam kejahatan, kerap tidak peduli dengan penggunaan jalan yang bertolak belakang itu. Jalan baik untuk perilaku jahat. Bahkan orang-orang yang terlibat dalam kejahatan, kerap beralibi dengan sesuatu yang baik.

Orang yang melakukan kejahatan, seolah-seolah sedang melakukan yang baik, berada di tempat yang baik, saat kejahatan sedang berlangsung. Pelaku kriminal, sering menggunakan jalan dan kesan yang baik dalam memuluskan rencananya.

Dalam dunia hukum, alibi dimaksudkan sebagai perilaku yang memberi kesan sebaliknya. Seseorang seolah-olah sedang tidak berada di tempat kejadian, saat kejahatan berlangsung di tempat itu. Saat beralibi, pelaku dapat saja menggunakan berbagai alasan untuk meyakinkan orang lain bahwa seolah-oleh suatu kejahatan tidak terkait dengan yang bersangkutan.

Tragedi jalan Aswad

Perilaku ini terlihat dari kasus pembunuhan di Medan. Polisi mengumumkan tersangka kasus pembunuhan hakim Pengadilan Negeri Medan, Jamaluddin (55), pada Rabu (8/1/2020). Hakim ini ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam mobil Toyota Prado miliknya dengan nomor polisi BK 77 HD di perkebunan kawasan Deli Serdang, 29 November 2019. Dibutuhkan 41 hari bagi polisi untuk mengungkap kasus tersebut.

Tersangka otak pelaku pembunuhan korban adalah istrinya sendiri, Zuraida Hanum (ZH, 41). ZH membunuh suaminya dibantu Jefri Pratama (JP, 42) dan Reza Fahlevi (RF, 29). JP diduga sebagai “orang ketiga” dalam kehidupan mereka. ZH membunuh karena sakit hati diselingkuhi (Serambi, 14/01/2020). Namun ZH melakukan pembunuhan, bersama orang yang diduga sebagai selingkuhannya. Bukankah realitas ini juga menarik.

Polisi pada hari-hari setelah ditemukan korban, sudah menduga keterlibatan orang dekat. Sejumlah keterangan awal yang kontradiktif didapat polisi, menampakkan sejumlah kejanggalan dari awal. Walau dalam kenyataan, sandiwara juga terlihat.

ZH terlihat seolah sebagai orang yang paling kehilangan. Berkali-kali ia terlihat pingsan saat korban menunggu dikebumikan. Sebaliknya ZH tidak turun dari mobil, ketika polisi memperlihatkan temuan korban.

Begitulah dunia. Saya sengaja menyebut kejadian ini sebagai tragedi, karena dua hal. Pertama, keterlibatan orang dekat dalam suatu pembunuhan, sudah sering terjadi. Istri terlibat dalam pembunuhan suami, atau sebaliknya. Orang tua terlibat dalam pembunuhan anak, atau sebaliknya.

Orang-orang yang seharusnya menjaga dan dipercaya, tetapi yang terjadi sebaliknya. Sejumlah peristiwa pembunuhan, menampakkan hal yang bertolak belakang. Orang-orang yang seharusnya bisa dipercaya, ternyata melakukan hal-hal yang tidak dipercaya.

Kedua, keterlibatan tersangka dalam kasus ini, tidak sebatas sutradara, tetapi juga aktor. Pembunuhan di perumahan mereka, Jalan Aswad, dilakukan dengan suatu rencana. ZH mempersiapkan pembunuh untuk rencana ini.

Dua eksekutor sudah lebih dahulu disembunyikan di dalam rumah mereka. Dan ketika eksekusi berlangsung, ternyata ZH juga terlibat menindih kaki suaminya yang sedang dieksekusi dua pelaku yang diorder itu. Ironisnya, tindakan itu dilakukan bersamaan dengan usaha menidurkan kembali anak mereka yang juga sedang berada di tempat tidur mereka.

Pembunuhan yang terjadi di dalam rumah sendiri, lalu dilakukan oleh orang yang bertahun-tahun sudah ada dalam kehidupan kita, bukankah sebagai sesuatu yang ironis? Bahkan orang yang sudah hidup 11 tahun, memiliki satu anak 7 tahun, lebih percaya kepada orang yang baru dikenalnya, untuk menghabisi belahan jiwanya.

Atas fakta ini, pelaku berhadapan dengan ancaman pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Isi pasal ini “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Hadiah umrah

Di luar apa yang disebut, sebenarnya ada sejumlah fakta lain yang juga ditemukan polisi, yakni kedatangan ZH ke Pengadilan Negeri Medan beberapa hari setelah kejadian, untuk mengambil uang kemalangan. Di samping itu, ZH juga sudah mempersiapkan uang Rp 2 juta yang akan digunakan untuk membeli alat-alat untuk proses eksekusi.

Betapa rancangan terhadap eksekusi ini telah dipersiapkan dengan baik. Tentu semua alasan tidak bisa jadi pembenar untuk membunuh siapapun. Sakit hati karena mau dicerai (Serambi, 9/1/2020), atau alasan sakit hati karena diselingkuhi (Serambi, 14/1/2020), tetap tidak bisa dijadikan alasan pembenar untuk menghabisi nyawa orang lain.

Walau dalam kehidupan itu banyak terjadi. Dalam hukum, semua hal sudah diatur. Semua orang memiliki peluang untuk menempuh jalur yang sudah ditentukan. Ruang publik atau ruang privat, semua sudah diatur oleh hukum.

Tetapi catatlah bahwa hukum hanya sering menjangkau urusan lahir; ruang yang terlihat. Hukum sering terbatas untuk mendalami apa yang menjadi urusan batin manusia. Perasaan sakit hati dan semacamnya, sering terbatas untuk didalami oleh hukum dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Janji untuk mengumrahkan eksekutor, juga menjadi catatan penting masa mendatang. Jangan sampai suatu saat, alasan yang baik ini kemudian dijadikan alat barter untuk sesuatu yang buruk. Bagaimana bisa untuk melakukan perbuatan yang buruk, dijanjikan dengan hal yang baik.

Bertolak belakang sekali. Menjanjikan sesuatu yang baik, untuk melakukan hal yang buruk, bukan kali ini saja terjadi dalam kehidupan kita. Orang yang mau ditipu, mau dijahati, lebih dahulu ditampakkan perilaku baik, adalah sejumlah realitas yang terjadi dalam kehidupan kita.

Hal yang saya takutkan adalah ketika suatu saat orang tidak bisa lagi membedakan ibadah untuk tujuan ibadah dan menggunakan kesan ibadah untuk melakukan kejahatan.

Jangan sampai suatu saat nanti, orang-orang akan meragukan orang-orang yang sedang khusyu beribadah, hanya karena kesan dan janji ibadah itu pernah digunakan oleh penjahat untuk memuluskan perilakunya. Wallahu `aklam bis shawab.

https://aceh.tribunnews.com/2020/01/16/hadiah-umrah-untuk-eksekutor?page=all

Leave a Comment