Haji Ceuriek Kuneng

Produktivitas akademisi, semakin dipertanyakan. Dengan berbagai level, masing-masing memiliki kewajiban melahirkan karya. Sepertinya, ke depan, karya ini menjadi alat ukur keberadaan seseorang  yang berprofesi sebagai akademisi. Istilah akademisi merujuk ke orang yang berpendidikan tinggi. Akademisi …

Produktivitas akademisi, semakin dipertanyakan. Dengan berbagai level, masing-masing memiliki kewajiban melahirkan karya. Sepertinya, ke depan, karya ini menjadi alat ukur keberadaan seseorang  yang berprofesi sebagai akademisi. Istilah akademisi merujuk ke orang yang berpendidikan tinggi. Akademisi juga diartikan sebagai anggota akademi. Istilah terakhir ini, akademi, dalam kamus disebut diartikan sebagai (1) lembaga pendidikan tinggi, kurang lebih tiga tahun lamanya, yang mendidik tenaga profesional; (2) perkumpulan orang terkenal yang dianggap arif bijaksana untuk memajukan ilmu, kesusastraan, atau bahasa. Istilah akademis: (1) mengenai (berhubungan dengan) akademi; (2) bersifat ilmiah; bersifat ilmu pengetahuan; bersifat teori; tanpa arti praktis yang langsung.

Dengan konsep demikian, tentu tidak sederhana jika tidak melahirkan karya. Berat menjadi akademisi, namun bukan tidak mungkin mengatur ritme publikasi. Bahkan sejumlah kompensasi disediakan untuk melahirkan karya tersebut. Hal yang lebih penting adalah tanggung jawab moral yang nilainya lebih tinggi. Tanggung jawab moral inilah yang sepertinya sangat berat. Pertanyaan akan muncul terutama terkait apa yang menyebabkan tidak semua akademisi tidak melahirkan karya. Beban moral terkait peran akademisi dalam menyelesaikan masalah lain. Kesan yang akan timbul adalah mudahnya menyelesaikan persoalan orang lain, lebih tajam bisa memantau orang lain, sedangkan untuk diri sendiri agak sulit.

Menjadi akademisi sangat menggiurkan, tidak saja berbagai kemudahan yang didapat, melainkan yang istimewa posisi orang-orang dalam kelompok ini yang terpandang dalam masyarakat. Ada kesan khusus orang-orang, apalagi orang awam, untuk mereka yang akademisi. Kesan ini tidak bagi semua orang. Karena posisi inilah, seharusnya akademisi harus berjuang keras untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terkait dengan kewajibannya. Lebih jauh, kewajiban tidak hanya untuk menuntaskan posisi pribadi. Tugas juga akan berdampak bagi komunitas yang lebih luas. Spirit untuk mahasiswa juga lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan apa-apa. Kondisi ini yang harus diperjuangkan oleh para akademisi, yakni menghasilkan karya sebagai hasil dari aktivitasnya.

Akademisi yang tidak menulis, namun tidak malu dipanggil akademisi, adalah contoh keseyogiaan berjuang berkarya harus ditata. Jangan dibiarkan orang-orang yang seharusnya memiliki karya, namun selalu memuai di tengah jalan. Jangan hanya soal sebutan, seperti orang-orang yang melaksanakan ibadah haji, tetapi yang diingat hanya membawa pulang satu cerek berwarna keemasan. Tidak semua orang mampu menjaga keikhlasan dalam melaksanakan ibadah sebagaimana mestinya. Berbagai kepentingan yang tidak berhubungan langsung dengan ibadah, justru menggoda manusia untuk memenuhinya secara bersahaja. Bagi sebagian orang, memiliki cerek kuning akan bisa memberi makna khusus bagi siapapun yang akan ke rumahnya. Apalagi cerek kuning itu akan ditempatkan di ruang tamu. Tentu akademisi juga tidak boleh begitu. Berjuang untuk berkarya sebagai bentuk kreativitas lebih disebabkan karena profesi ini memang harus berkarya.

Leave a Comment