Makan Teman-teman

Bagaimana Anda memperlakukan teman? Anda juga bisa merasakan hal yang berbeda jika dalam masyarakat lokal yang berbahasa Indonesia yang patah-patah mempersilahkan kita untuk “makan teman-teman” –saat kita dijamu dengan juadah atau sejenisnya. Dalam tradisi masyarakat …

Bagaimana Anda memperlakukan teman? Anda juga bisa merasakan hal yang berbeda jika dalam masyarakat lokal yang berbahasa Indonesia yang patah-patah mempersilahkan kita untuk “makan teman-teman” –saat kita dijamu dengan juadah atau sejenisnya. Dalam tradisi masyarakat mana pun di Nusantara, biasanya menjamu itu menjadi satu kearifan yang luar biasa. Menjamu sebagai tradisi, berakar dari kata tamu yang berarti “orang yang datang berkunjung. Maksud kunjungan ini bisa saja sebagai bertandang, melawat, dan sebagainya. Makanya bagi mereka yang menerima tamu, akan disebut sebagai berjamu. Menjamu sendiri, bermakna “menerima kedatangan dan menghidangkan makanan dan sebagainya kepada tamu”. Itulah makna yang saya pahami dari Kamus Bahasa Indonesia.

Maka ungkapan “makan teman-teman” yang dimaksud dalam masyarakat lokal, itu bermakna dalam konteks jamuan yang tadi. Ketika seseorang dijamu, akan dihidangkan seadanya. Bahkan ada orang tertentu yang sangat berlebihan dijamu ketika ada tamu yang datang. Saya mendengar ada masyarakat tertentu, yang akan bergerilya ke tetangga kanan kiri, saat ada tamu di rumahnya, jika di kebetulan di rumah sedang tidak ada sesuatu yang bisa dihidangkan. Begitulah keadaan yang berbeda-beda akan dijumpai dalam ruang-ruang sosial.

Apa yang saya tangkap dari “makan teman-teman”? sepertinya teks yang diterjemahkan begitu saja oleh pemakai Bahasa. Orang-orang lokal, menyebut juadah, kue, dan semacamnya, dalam Bahasa Aceh sebagai “teumen”. Maksudnya sebagai kawannya minuman. Saya kira “teumen” inilah yang diterjemahkan secara langsung ke kata “teman”. Jika benar seperti yang saya jelaskan, mohon tidak ada yang menafsirkan macam-macam. Walau saya tahu di kalangan para kritis, ada ungkapan lain yang berkembang dalam ruang sosial: di mana makan? Bagaimana akan makan? Siapa yang akan dimakan?

Sebenarnya kalau kita menelusuri Kamus Bahasa Indonesia, istilah teman dalam konteks makanan juga dikenal. Salah satu makna teman yang disebutkan dalam kamus adalah: “yang menjadi pelengkap (pasangan) atau yang dipakai (dimakan dan sebagainya) bersama-sama”. Jadi bagaimana istilah “teumen” dalam bahasa Aceh, sesungguhnya berkoneksi dengan apa yang kita temukan dalam Kamus bahasa Indonesia.

Ingatlah teman harus diposisikan secara baik dan lurus. Dalam realitas, bagaimana kita memosisikan teman kita dan bagaimana teman memosisikan kita, bisa saja terbolak-balik. Namanya saja realitas. Ada yang menjadikan teman hanya sebagai rakit. Dalam bahasa Aceh disebut sebagai raket bak pisang (rakit batang pisang). Rakit semacam ini, tidak akan digunakan lagi ketika kepentingannya selesai. Jika Anda ingin menyeberang sungai yang sedikit dalam, tentu membutuhkan rakit. Pohon pisang menjadi salah satu alternatif. Ketika sampai di tempat tujuan, maka rakit ini bisa dihanyutkan saja dan tidak digunakan lagi.

Teman yang saya maksudkan ini sebagai “kawan” atau “sahabat”. Dalam makna lain, “orang yang bersama-sama bekerja; lawan bercakap-cakap”. Ketika kita belum bisa menempatkan teman dalam konteks yang sesungguhnya, barangkali perlu dipelajari jalan agar kita bisa belajar lagi dengan baik.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment