Salah satu tampilan ibadah saat bulan Puasa adalah pada shalat tarawih –shalat sunat yang hanya ada di bulan ini. Ada masjid yang semakin padat. Tidak sedikit masjid yang semakin sepi. Sedang menunjukkan performa menurun. Jika didalami lebih jauh, ada peran lain yang sepertinya didesain, yakni soal kreativitas. Mengapa ada masjid yang jamaahnya bertahan, atau malah bertambah, karena ada sesuatu yang diikat oleh para takmirnya. Ada rumus yang dioperasionalkan.
Dari seorang pengelola masjid, saya mendapat bisikan, bahwa mereka berusaha menyesuaikan apa yang diharapkan jamaah, lalu disandingkan apa yang menjadi program masjid. Mereka yang mengelola masjid, tetap berusaha memahami aspirasi seperti apa yang diinginkan –walau tidak semua berbasis pada jamaah. Misalnya, jika jamaah masjid anak muda, diusahakan penceramah memahami persoalan anak muda. Mengajak ke masjid dengan bahasa anak muda. Demikian juga dengan imam shalat.
Kadangkala ada sesuatu yang dipadukan agar jamaah tidak berkurang. Dan yang lebih penting, menarik dan memberi rasa percaya diri ke semua orang bahwa ke masjid itu keren. Mereka yang beribadah itu keren. Bukan sebaliknya, mereka berpikir justru ketika nongkrong di luar sana, saat orang lain beribadah, dianggapnya sebagai keren.
Tantangan lain dalam menjaga kondisi ini adalah pada semangat. Harus dipikirkan stimulus apa yang memungkinkan tiap waktu orang akan hadir ke masjid. Maka kondisinya tidak lepas dari kondisi fisik dan mental yang naik turun. Seseorang memiliki fisik dan mental yang naik turun. Selalu harus ada yang dilakukan ketika fisik dan mental itu berada di bawah. Kebutuhan penting untuk menjaga agar fisik dan mental berjalan sebagaimana diinginkan dan bisa diatur, namanya daya.
Kondisi daya tidak boleh dianggap sederhana. Dengan berbagai hal yang kita alami, daya menurun. Akibatnya bisa saja kreativitas yang berkurang. Kualitas lalu menjadi rendah. Daya atau energi yang diperbarui akan menambah semangat baru dalam beribadah. Dalam berbagai hal, semangat ini sangat dibutuhkan. Stamina yang standar harus dijaga, agar apa yang disebut sebagai standar kualitas juga akan terjaga.
Saya memiliki pengalaman sederhana. Suatu kali, ketika pulang ke kampung halaman, saya transit di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta. Dari berbagai jalur penerbangan, ketika mau ke pulau kita, rasanya harus melewati bandar udara ini. Kondisi bandara sudah sangat padat. Dengan antre pesawat yang mau turun dan terbang, apalagi pada jam-jam sibuk, membutuhkan waktu lama. Untuk menunggu antre, ketika pada jam-jam sibuk, bisa hampir satu jam dalam pesawat. Apalagi kondisi penumpang kebanyakan di tempat kita yang sedikit susah diatur. Diminta naik lewat pintu belakang ia naik lewat pintu depan, dan sebaliknya. Akhirnya seperti papasan angkutan kota di jalan terminal yang sedang ramai, antrean terjebak dengan kondisi penumpang yang berjalan dua arah. Kondisi terlambat pesawat juga menambah kondisi fisik berlipat-lipat.
Saya punya pengalaman menarik dari satu maskapai. Mereka mengatur penumpang yang naik sangat apik. Dengan hanya menyediakan satu pintu depan, kru mereka bisa mengarahkan agar nomor kursi paling jauh yang naik terlebih dahulu. Maka di tangga atau di jalur tengah kursi, tidak terjadi penumpukan orang. Semua berjalan tertib. Untuk maskapai semacam ini, tidak butuh waktu lama mengatur posisi penumpang. Tetapi sekali lagi, catatannya, penumpang juga harus mengikuti pengaturan ini. Jika saja ada satu atau beberapa orang yang tidak mau mengikuti apa yang diatur seperti ini, maka kondisi juga bisa kacau.
Kondisi ini menandakan bahwa perwujudan hidup tertib bisa dilakukan dalam berbagai ruang. Seharusnya, untuk hidup tertib tidak perlu ada intervensi pihak lain. Jika semua orang sadar akan kegunaan tertib, maka semua bisa berjalan sebagaimana garisnya. Tidak perlu sikat-sikut.
Dengan padatnya penerbangan, ada hal lain yang juga sudah tertata. Banyak kebutuhan penumpang yang sudah diperkirakan. Satu kebutuhan kecil, tetapi fatal, misalnya adalah daya baterai telepon genggam –atau semacamnya. Kondisi kekurangan atau kehabisan baterai bisa dialami oleh siapa saja dan dalam waktu kapan saja. Bisa dibayangkan ketika baterai habis dalam kebutuhan santing. Ingin mengirim satu email penting untuk memberi jawaban surat penting kepada orang penting, lalu tiba-tiba baterainya habis, apa yang terjadi? Orang yang ditunggu deadline, ketika berjam-jam dihabiskan untuk mengetik laporan, namun habis baterai ketika mau mengirim.
Jelas bahwa kebutuhan baterai tidak boleh dianggap sederhana. Makanya di berbagai tempat umum, sudah disediakan tempat menambah daya baterai. Tempat charge. Termasuk di ruang tunggu bandar udara, banyak lubang-lubang penyedia arus disediakan. Pengguna tinggal mengoneksi kabelnya ke alat komunikasi. Dalam kondisi sedang menunggu, bisa dimanfaatkan untuk menambah daya ini. Sebagaimana kebutuhan energi yang lain, daya untuk energi baterai alat komunikasi juga sangat penting. Ia seperti kehidupan kita yang juga perlu ditambah energi dari hari ke hari.
Kebutuhan energi manusia dalam menjalani kehidupannya tidak boleh dianggap sederhana. Sangat penting, terutama untuk mencapai kualitas kehidupan yang selalu lebih baik dari sebelumnya. Kehidupan yang berkualitas yang selalu meningkat dari masa ke masa, selalu didukung oleh seberapa besar kita melakukan penambahan daya energinya untuk ini. Menambah energi akan membuat tenaga semakin kuat, tekad semakin kokoh, dan semangat menjadi lebih segar. Jangan anggap remeh.
Dengan demikian, daya itu selalu dibutuhkan. Kekuatan itu butuh penyegaran. Stamina yang kita miliki harus mampu terjaga sedemikian rupa. Dengan cara apa semua itu dijaga? Salah satu melalui recharge. Usaha ini butuh manajemen. Masing-masing bisa melakukannya, dengan kemauan yang keras. Orang-orang yang akan surut saat mentok, terbentur hambatan dan tantangan lalu memilih jalan pulang kembali, tidak bisa menjadi kekuatan penyegar semacam ini. Saat ada kekuatan sering orang bergerak luar biasa, namun saat yang lain, lemah lunglai tak berdaya. Kondisi inilah yang seyogianya tidak terjadi dalam beribadah.
Kita membutuhan manajemen yang memahami bagaimana daya itu dikelola. Kreativitas muncul dengan kemampuan dan kemauan memahami orang-orang yang disekelilingnya. Menghadirkan orang ke masjid sangat penting, agar ada kesempatan untuk berbicara kepada semua orang dari hati ke hati.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.