Mari Berpikir Progresif

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pasal pencucian uang efektif jerat bandar narkoba (Serambi, 24/20/2021). Penggunaan pasal ini untuk menjerat, kadangkala juga tidak konsisten. Bukan hanya untuk narkoba. Bahkan untuk kejahatan lain pun …

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pasal pencucian uang efektif jerat bandar narkoba (Serambi, 24/20/2021). Penggunaan pasal ini untuk menjerat, kadangkala juga tidak konsisten. Bukan hanya untuk narkoba. Bahkan untuk kejahatan lain pun seyogianya sudah dipertimbangkan secara matang dalam menjangkau pelaku kejahatan (Pro Haba, 25/10/2021).

Tawaran ini sangat penting, walau ia bukan sesuatu yang baru. Sama seperti tawaran untuk melihat data yang lain dalam menjangkau pelaku kejahatan. Sayangnya belum semua terkoneksi dengan baik. Kesannya interkoneksi data itu hanya berlangsung dengan baik pada saat even politik lima tahunan. Setelah itu, kembali ke keadaan biasa lagi.

Keadaan di atas bukan berarti melupakan bahwa ada catatan dalam hukum, terkait mekanisme penggunaan data juga diatur secara khusus. Proses penegakan hukum dengan menggunakan hukum data, juga ada mekanismenya. Tidak langsung bisa digunakan dengan tanpa alasan hukumnya. Kondisi ini juga harus dipahami sebagai satu hal yang diatur hukum.

Saya hanya ingin mengingatkan tentang keseyogiaan kita untuk selalu berpikir progresif. Berpikir yang tidak tertinggal dari perkembangan manusia dan masyarakatnya. Para ahli hukum menyadari betul tentang kondisi hukum yang selalu tertatih dan tertinggal. Makanya ada ungkapan yang menyebutkan hukum selalu tertatih dan tertinggal dari perkembangan sosialnya.

Ingatlah tindak pidana pencucian uang sudah diatur sejak 2010. Artinya undang-undang tentang hal ini sudah muncul sejak 11 tahun yang lalu. Jangan mengira dalam 11 tahun ini tidak ada yang berkembang. Berbagai perkembangan masyarakat harus diantisipasi.

Atas dasar itulah, berpikir progresif sangat penting. Tidak hanya bagi penegak hukum, melainkan juga bagi pengemban teoritis hukum (pendidikan tinggi hukum). Dua struktur ini idealnya harus berkorespondensi. Tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Masing-masing saling menyupply informasi dan pengetahuan. Perguruan tinggi memberikan analisis dan pengetahuan tentang perkembangan hukum itu kepada struktur hukum yang lain. Sebaliknya, struktur hukum memberikan informasi tentang perkembangan kejahatan terhadap pendidikan tinggi hukum.

 

Cara berhukum

Ajakan berpikir progresif sangat penting dalam rangka membuat semua pihak turut ambil bagian dalam meminimalsiir kejahatan. Disadari atau tidak, berbagai perilaku dari pelaku kejahatan juga terus berkembang. Keadaan ini selalu berubah dan beradaptasi dengan antisipasi hukum yang terkesan selalu terlambat dalam memperbaiki keadaan.

Di negara yang sangat ketat mengatur cara menafsir dan menerapkan hukum, adanya pengaturan terlebih dahulu sangat penting dalam proses berhukum. Sehingga kejahatan dalam bentuknya yang baru dan belum diatur dalam peraturan perundangan-undangan, tidak mudah untuk dijerat.

Dalam realitas, untuk pelaku kejahatan yang bentuknya sederhana, tidak sulit untuk mendudukkan “pasal berapa” dan “berapa pasal”. Tapi bagi kasus yang kompleks, dibutuhkan cara-cara progresif dan keberanian untuk dapat menjerat pelaku kejahatan. Sayangnya dalam negara hukum tercinta ini, tidak semua pihak yang menggunakan cara-cara progresif akan selamat. Orang-orang yang berusaha menegakkan hukum secara progresif, sering terbentur dengan kondisi sosial politik yang ada.

Dinamika inilah yang oleh guru saya, Profesor Satjipto Rahardjo, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam membicarakan cara berhukum. Teks hukum itu belum selesai. Teks hukum harus diiikuti oleh kemapanan tafsir dan keberanian dalam menggerakkannya.

Secara sederhana, yang dimaksudkan dengan cara berhukum adalah bagaimana caranya hukum itu dijalankan. Tidak mungkin menjalankan hukum dengan mengisolasi dari berbagai kepentingan dan pengaruh sosial, ekonomi, dan politik dalam berhukum.

Hal lain yang menjadi catatan adalah cara berhukum itu harus selaras dan mengikuti perkembangan zaman. Hukum yang tertatih-tatih akan tertinggal di belakang perkembangan sosial yang cenderung berlari cepat. Salah satu jalan mengantisipasi hal ini adalah dengan cara berpikir progresif. Bersamaan dengan itu, struktur hukum harus mendayagunakan secara maksimal berbagai sumberdaya dalam menjalankan hukum.

Hal yang harus kita ingat bahwa para pelaku kejahatan selalu akan berbenah. Dengan hukum yang tertatih, harus diantisipasi oleh cara berpikir progresif penegak hukum dalam menanggulangi dan mengantisipasi pelaku kejahatan tersebut.

Saya tidak melupakan ada dua hal yang harus dilihat dan kadang bertolak belakang. Di satu sisi, kita melihat bagaimana kecerdikan para terhukum. Salah satu contoh, misalnya bagaimana ada terhukum yang mengendalikan narkoba dari dalam penjara. Sebagian orang merasa hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak masuk akal. Perkembangan dan adaptasi harus dilihat sebagai satu hal. Mentalitas dan progresivitas sebagai hal yang lain.

 

Pengkhianat negara

Di sisi lain, ada oknum-oknum yang selalu membantu para penjahat. Oknum-oknum seperti ini, seyogianya mendapat hukum berlipat ganda karena posisinya telah menjadi pengkhianat bagi negara. Saya kira tidak boleh melupakan bahwa dalam setiap era selalu saja ada orang yang menjadi pengkhianat negara. Oknum-oknum yang dengan penuh kesadaran turut membantu para penjahat yang berusaha menghancurkan negara. Orang yang mendapat fasilitas dari negara, ternyata ada yang bekerja dan membantu para mafia.

Tidak mudah mengantisipasi hal semacam ini. Para oknum sudah berada pada posisi mentalitas yang buruk. Jadi orang-orang yang sudah terlibat dalam berbagai kegiatan yang menghancurkan negara, dengan membantu dan berkongsi dengan penjahat, seyogianya mendapat bimbingan mental kembali secara benar. Selain itu, mereka juga harus mendapat hukuman yang lebih berat dari pelaku biasa.

Faktor penegakan hukum sering menjadi penghambat untuk penguatan mentalitas ini. Saya kira keadaan sesungguhnya terkait penegakan hukum bisa dibuktikan dan diuji. Kita bisa memetik kasus-kasus yang menimpa oknum-oknum yang berkomplot atau membantu penjahat, untuk dibandingkan berat tidaknya hukuman yang diterima.

Mengapa selalu muncul oknum-oknum yang membantu penjahat? Bisa jadi karena selama ini tidak ada hukuman yang luar biasa didapat oleh mereka yang terlibat. Belum lagi saat berbicara struktur, tidak semua lembaga merasa nyaman ketika ada oknum dari lembaganya sebagai orang bersalah.

Berbagai hal tersebut, membutuhkan cara berpikir utuh dan progresif. Jangan sampai negara kemudian kalah dengan cara-cara mafia. Saling membutuhkan, saling berkontribusi, dan saling berkoneksi, sangat penting dalam menyelesaikan problem krusial bangsa.

Perbaikan hukum dan cara berhukum membutuhkan kontribusi semua elemen bangsa. Bahkan elemen paling bawah sekali pun seyogianya bermental tidak boleh melanggar hukum. Masyarakat akar rumput tidak boleh berkilah bahwa hukum tidak dilaksanakan dengan tepat. Penegak hukum juga harus selalu berusaha menegakkan hukum dengan baik.

Semua harus memperbaiki diri agar masalah yang ada menjadi mudah untuk ditata. Tidak boleh saling menyalahkan. Silakan saling mengoreksi bagi kehidupan hukum dan berhukum bangsa di masa depan. Butuh lapang dada dalam memperbaiki bangsa. (st_aceh@yahoo.co.id)

 

Dimuat Serambi Indonesia, 1 November 2021
https://aceh.tribunnews.com/2021/11/01/mari-berpikir-progresif

 

Leave a Comment