Masa Depan Keilmuan Hukum Indonesia

Dalam Seminar Nasional Hukum Progresif yang berlangsung di Universitas Diponegoro, tanggal 12 Juli 2009, saya mendengar sejumlah kalimat dari Profesor Dr. Bernard Arief Sidharta yang mengutip apa yang pernah disampaikan seorang begawan hukum dan tokoh …

Dalam Seminar Nasional Hukum Progresif yang berlangsung di Universitas Diponegoro, tanggal 12 Juli 2009, saya mendengar sejumlah kalimat dari Profesor Dr. Bernard Arief Sidharta yang mengutip apa yang pernah disampaikan seorang begawan hukum dan tokoh penting bangsa, Soediman Kartohadiprojo. Menurutnya, sudah lebih 40 tahun yang lalu, Soediman Kartohadiprojo sudah berfikir bahwa kita selama ini menggunakan pola pikir yang keliru, yang berasal dari Barat. Dalam berbagai kesempatan, Soediman Kartohadiprojo memaparkan ciri khas cara berfikir Barat itu, dan juga memperlihatkan cacat-cacat yang terkandung di dalamnya. Ia berupaya untuk meyakinkan bahwa kita perlu kembali ke cara berfikir bangsa Indonesia sendiri, yakni cara berfikir sebagaimana yang diperkenalkan kembali kepada bangsa Indonesia oleh Ir. Soekarno melalui pidato “Lahirnya Pancasila” pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (Sidharta, 2009; Sidharta, 2006).

Apa yang telah pernah “digelisahkan” oleh Soediman Kartohadiprojo, kemudian pada generasi yang berbeda dipertanyakan juga oleh Satjipto Rahardjo, dengan mengangkat hal yang sama, dengan situasi yang dapat saja berbeda. Menurutnya,  dominan kultur liberal menyebabkan kita submisif terhadap hukum yang ada. Tatanan hukum lain yang menjadi dasar berpikir hukum dan cara berhukum kita, menyebabkan kita lupa menggali dan mendalami hukum yang lahir dari jiwa bangsa sendiri (Rahardjo, 2006; Rahardjo, 2009).

Dua dasawarsa kemudian, pertanyaan-pertanyaan terkait bagaimana membangun hukum sendiri, sudah sering terdengar di ruang-ruang ilmiah. Tentu saja pertanyaan semacam ini harus didukung oleh daya berfikir secara filsafat. Berpikir tentang konsep hukum kita, bukan seperti melakukan revisi satu undang-undang. Konsep hukum harus bisa dipikir secara utuh dari hulu hingga hilir; dari dasar konsep hingga akhir pelaksanaan. Mau berpikir hukum, termasuk hukum kita, hingga ke fondasinya, tidak dilakukan oleh banyak orang. Saya tidak tahu apakah karena faktor tidak mampu —alasan ini tentu saja naif bagi seorang intelektual. Maka saya lebih yakin pada faktor kedua, mau dan kesempatan. Tidak semua sarjana hukum, pada intelektual, mau bergulat dengan hal-hal yang mendasar tentang hukum.

Saya ingin memberi pengecualian, pada Prof. Sidharta. Salah satu ilmuwan penting yang memberikan banyak kontribusi bagi pemikiran hukum. Selain menghasilkan karya, Sidharta juga menerjemahkan buku penting yang membantu para sarjana hukum Indonesia bisa memahami dan mengembangkan hukum hingga titik terdalam. Buku-buku yang kemudian membuka banyak mata untuk memahami hukum yang sesuai dengan konsep-konsep dasar.

Saya sendiri mendapat sejumlah kesempatan mendengar “kuliah” dari Profesor Sidharta. Banyak kesempatan berjumpa “kuliah” di sejumlah tempat seminar, diskusi, dan pelatihan –termasuk pertemuan-pertemuan filsafat hukum. Waktu kuliah magister, beruntung teman seangkatan saya, Awaluddin Marwan -–penulis sejumlah buku, antara lain Filsafat Hukum Progresif— dibimbing oleh Prof. B. Arief Sidharta. Sejumlah kesempatan, saya berinteraksi secara terbatas. Saat magister juga, saya kadang-kadang mencuri kesempatan untuk mendengar kuliah Prof. Sidharta, yang seyogianya hanya untuk mahasiswa doktoral.

Begitulah saya mengenal Prof. B. Arief Sidharta, sebagai ahli hukum penting di Indonesia –yang mengajar utama di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung. Soal pengemban hukum dan nilai-nilai dasar Pancasila, merupakan satu sisi yang disampaikannya di banyak tempat. Gagasannya untuk mewujudkan ilmu hukum Indonesia, bertujuan dalam rangka membangun ilmu hukum nasional secara paradigmatik (Thea, 2021).

Seperti diungkapkan Prof. Shidarta —dosen Universitas Bina Nusantara yang sering namanya ditulisa bertukar dengan nama Sidharta secara tidak sengaja — mengungkapkan pentingnya sosok Sidharta ini. Kontribusi pentingnya bagi Indonesia adalah pengembangan disiplin hukum. Bernard Arief Sidharta merupakan orang pertama yang memperkenalkan bangunan disiplin hukum dalam wacana kekinian, khususnya melalui karya terjemahannya atas buku-buku teks hukum berbahasa Belanda. Ia juga sebagai sosok teoritisi hukum dan filsuf hukum Indonesia yang menawarkan pemikiran menarik, setidaknya pada landasan pengembanan teoritis, penalaran hukum, dan ilmu hukum nasional Indonesia (Shidarta, 2020).

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment