Kelahiran Undang-Undang Pemerintahan Aceh berbeda dengan kelahiran undang-undang lain pada umumnya. Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633, dan diberlakukan pada saat diundangkannya pada tanggal 1 Agustus 2006, memiliki latar belakang yang berbeda.
Dalam Penjelasan Undang-Undang Pemerintahan Aceh, paling tidak terdapat lima semangat yang menjadi bagian penting kelahiran undang-undang ini, sebagai berikut.
Pertama, perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.
Kedua, ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat.
Ketiga, aspirasi yang dinamis masyarakat Aceh bukan saja dalam kehidupan adat, budaya, sosial, dan politik mengadopsi keistimewaan Aceh, melainkan juga memberikan jaminan kepastian hukum dalam segala urusan karena dasar kehidupan masyarakat Aceh yang religius telah membentuk sikap, daya juang yang tinggi, dan budaya Islam yang kuat.
Keempat, solusi politik bagi penyelesaian persoalan Aceh berupa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dimana dalam pelaksanaannya undang-undang tersebut juga belum cukup memadai dalam menampung aspirasi dan kepentingan pembangunan ekonomi dan keadilan politik.
Kelima, bencana alam, gempa bumi, dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh. Begitu pula telah tumbuh kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka untuk menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, serta bermar-tabat yang permanen dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas bahwa Undang-Undang Pemerintahan Aceh merupakan bagian penting dalam penyelesaian konflik secara damai yang sudah berlangsung lebih 30 tahun di Aceh (Ismail, 2010). Dengan dasar tersebut, maka posisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh sangatlah khusus dan berorientasi pada tujuan damai.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Pemerintahan Aceh disebutkan:
“Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 menandakan kilas baru sejarah perjalanan Provinsi Aceh dan kehidupan masyarakatnya menuju keadaan yang damai, adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat. Hal yang patut dipahami bahwa Nota Kesepahaman adalah suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh secara berkelanjutan”.