Menulis

Dalam dua hari ini, saya mengisi dua kelas menulis. Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan dan e-Learning Universitas Syiah Kuala (USK), saya punya kelas setiap Jumat, jam 10.30 WIB. Selain itu, saya dihubungi seorang senior …

Dalam dua hari ini, saya mengisi dua kelas menulis. Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan dan e-Learning Universitas Syiah Kuala (USK), saya punya kelas setiap Jumat, jam 10.30 WIB. Selain itu, saya dihubungi seorang senior untuk mengisi satu kelas di Universitas Muhammadyah Aceh (Unmuha). Kedua kelas ini berbeda. Kelas di USK, khusus diperuntukkan bagi 12 peserta yang sudah dipilih berdasarkan seleksi sebelumnya. Di dalamnya ada dosen, pegawai, dan mahasiswa. Mereka berkomitmen untuk ikut sebanyak 12 pertemuan, sebagaimana direncanakan dalam satu kelas menulis. Sedangkan untuk kelas di Unmuha, pesertanya tidak dibatasi jumlahnya. Tapi hanya untuk internal Unmuha: dosen, pegawai, dan mahasiswa. Dari pengelola saya mendapat kabar, sesekali peserta bisa mencapai 45 orang. Namun umumnya, sekitar 25-20 peserta.

Untuk kelas di USK, saya sudah agendakan. Dalam kelas ini, saya berbagi sejumlah hal yang diperkirakan dibutuhkan seorang penulis. Sebanyak 12 pertemuan itu, diawali pertemuan pertama dengan penjelasan materi dan kontrak. Tiga pertemuan seterusnya, saya menjelaskan variasi karya, genap dengan perbedaannya. Antara lain perbedaan fiksi dengan nonfiksi; perbedaan ilmiah dengan ilmiah popular; dan sebagainya. Saya juga menjelaskan berbagai produk karya yang selama ini dikenal. Dalam tiga pertemuan ini, dijelaskan sekilas strategi dalam berkarya.

Pada tiga kali pertemuan selanjutnya, saya menjelaskan tiga bahasan yang sangat penting: plagiat, orisinalitas, dan literature review. Saya menyampaikan agar siapapun yang berkarya, harus dilakukan secara kreatif dengan tidak plagiat. Untuk materi ini, saya akan jelaskan secara khusus. Untuk orisinalitas, saya jelaskan seseorang mesti membuktikan apa yang baru dan berbeda dari karyanya. Selalu ada alasan bagi seseorang untuk menuliskan sesuatu yang hal tersebut berbeda dengan yang ditulis oleh orang lain maupun karyanya sebelum karya baru itu diselesaikan. Terakhir penjelasan tentang pentingnya dilakukan literature review dengan baik. Untuk melahirkan karya yang baik, langkah ini harus dilakukan.

Sebanyak tiga pertemuan selanjutnya, saya jelaskan berbagai pengalaman saya selama ini. Pengalaman praktis dan ini menjadi salah satu kekuatan saat proses berkarya berlangsung. Saya sebut ini soal strategi yang membutuhkan manajemen. Hal-hal sederhana yang diulas, saat seseorang perlu menulis sesuatu, namun berhadapan dengan berbagai kondisi fisik dan nonfisik; kondisi emosi dan jiwa; dan semacamnya. Seseorang mesti tetap (bisa) menulis walau dengan kondisinya yang tidak stabil. Potensi seseorang dengan orang lain tidak berbeda. Kita harus belajar mengapa ada orang yang bisa melakukannya, sedangkan kita tidak bisa menyelesaikannya.

Selain pertemuan-pertemuan tersebut, untuk dua kali terakhir, saya akan membuat semacam evaluasi sederhana. Pertemuan evaluasi, kadang-kadang dimodifikasi di separuh pertemuan, untuk mendapatkan input dan menentukan apa yang mesti dilakukan sebeluma menghasilkan sesuatu. Apalagi setiap peserta selalu ditantang untuk melahirkan karya sebagai luaran kelas menulis.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment