Pada tahun 1987, World Commission on Environment and Development (WCED) –lembaga yang dibentuk PBB menerbitkan laporan, Our Common Future. Laporan ini yang secara formal merumuskan dan memperkenalkan satu konsep pembangunan berkelanjutan sebagai konsep pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan generasi masa depan. Development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.
WCED sendiri dibentuk PBB melalui SU PBB No. 38/161 pada Desember 1983. Jika mundur ke belakang, lembaga ini hadir juga tidak lepas dari konsensus yang dilahirkan dari Stockholm. Pada Sidang Umum PBB tanggal 16 Juni 1972 mengesahkan hasil sebagai berikut (Hardjasoemantri, 2005). Pertama, Deklarasi lingkungan hidup manusia (Stockholm Deklaration) yang berisi preamble dan 26 principle. Kedua, Rencana Aksi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas 109 rekomendasi (termasuk 18 Rekomendasi Perencanaan dan Pengelolaan Permukiman Manusia). Ketiga, ada rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang berbagai Pelaksanaan Rencana Aksi, meliputi: (a) Dewan Pengurus Program Lingkungan Hidup (United Nation Environment Program, UNEP); (b) Sekretariat; (c) Dana lingkungan hidup; (d) Badan Koordinasi Lingkungan Hidup.
Untuk sekretariat, atas tawaran Kenya, ditempatkan di Nairobi. Selain itu, semua keputusan konferensi disahkan dengan Resolusi Sidang Umum PBB No. 2997 (XXVII) pada tanggal 15 Desember 1972 (Hardjasoemantri, 2005).
Atasa dasar itulah WCED itu dibentuk. Berdasarkan Sidang Umum PBB Desember 1983. WCED dipimpin oleh Gro Harlem Brundtland (Perdana Menteri Norwegia). Salah satu dari 22 anggotanya berasal dari Indonesia yakni Prof. Dr. Emil Salim. WCED sendiri lebih dikenal sebagai Komisi Brundtland, yang bertugas mencari solusi terhadap masalah lingkungan dan kesejahteraan manusia di bumi (Darwin, 2025).
Ada beberapa tugas penting dari WCED sebagaimana tujuan pembentukannya, sebagai berikut: (1) mengajukan strategi jangka panjang pengembangan lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan pada tahun 2000 dan sesudahnya; (2) mengajukan cara-cara supaya keprihatinan lingkungan dapat dituangkan dalam kerja sama antarnegara untuk mencapai keserasian antara kependudukan, sumber daya alam, lingkungan, dan pembangunan; (3) mengajukan cara-cara supaya masyarakat internasional dapat menanggapi secara lebih efektif pola pembangunan berwawasan lingkungan; (4) mengajukan cara-cara masalah lingkungan jangka panjang dapat ditangkap dalam agenda aksi untuk dasar warsa pembangunan (Hardjasoemantri & Supriyono, 2014).
Dalam pelaksanaan tugasnya, WCED senantiasa dituntut bertukar pikiran dengan ilmuwan, pecinta lingkungan, generasi muda, dan mereka yang bergerak bidang lingkungan dan pembangunan berwawasan lingkungan. Lembaga ini juga diharapkan senantiasi berkomunikasi dengan pemimpin nasional, tokoh-tokoh formal maupun informal, dalam rangka meningkatkan hubungan dengan badan antarpemerintah di luar sistem PBB. Selain itu, dalam pelaksanaan tugas, WCED bergerak mendekati isu lingkungan dari enam sudut peneropongan, yakni: (a) keterkaitan (interdependency); (b) berkelanjutan (sustainability); (c) pemerataan (equity); (d) security dan risiko lingkungan; (e) bidang pendidikan dan komunikasi; (f) kerja sama internasional (Hardjasoemantri & Supriyono, 2014).
Dalam kaitan tugas itulah, menurut Prof. Koesnadi Hardjasoemantri dan Harry Supriyono, pada tahun 1987, WCED menyampaikan laporan sebagaimana telah disebut di awal: Our Common Future (masa depan kita bersama)–laporan yang merekomendasikan perubahan institusional dan perubahan hukum. Laporan yang menyorot tantangan besar yang dihadapi dunia ini pula yang sepertinya menandai tuntasnya tugas dari WCED. Laporan Brundtland tersebut, menyebutkan ada masalah serius dalam ketimpangan ekonomi, kemiskinan, pertumbuhan populasi, kerusakan lingkungan. Laporan ini sendiri merekomendasikan agar dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan manusia (Darwin, 2025).
Catatan-catatan yang telah muncul sejak dari awal, sepertinya bisa terbaca hingga sekarang dalam realitas bagaimana pembangunan berkorelasi dengan lingkungan, dan sebaliknya, lingkungan berkorelasi dengan pembangunan.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.