Selain masalah senjata, munculnya berbagai jenis penyakit juga menjadi kekuatan pemusnah massal tersendiri. Penggunaan penyakit tertentu, dalam sejarah perang pernah terjadi. Dalam ilmu biologi dikenal dengan senjata yang menggunakan patogen tertentu. Istilah patogen dimaksudkan sebagai bakteri, virus, atau organisme lainnya yang menghasilkan penyakit. Cara digunakan senjata ini adalah dengan diproyeksikan dari awal pengembangan berbagai patogen memang diperuntukkan bagi segolongan manusia. Tujuannya jelas, ingin membunuh, melumpuhkan, atau paling ringan melukai mereka yang dianggap sebagai musuh –atau paling tidak orang yang diperlakukan sebagai musuh.
Dalam dunia global, penggunaan senjata demikian sudah dilarang dari awal. Ada satu konsensus yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1972, dan ditandatangani lebih 100 negara, yakni Biological Weapon Convention. Sejumlah negara yang pernah memiliki program senjata biologi, mengaku sudah tidak lagi aktif. Konsensus global memang tidak boleh lagi ada pengembangan, penyimpanan, apalagi untuk mempergunakannya.
Kesaksikan Barbara Tuchman sudah mewakili kengerian bagaimana wabah hitam itu mematikan. Wabah pes yang tidak terkendali, diperkirakan bisa timbul karena dua kemungkinan. Pertama, kondisi perang yang menimbulkan banyak korban, memungkinkan munculnya penyakit yang disebabkan oleh berbagai bakteri yang muncul dari tubuh manusia yang membusuk massal. Kedua, kemungkinan munculnya kekuatan orang pandai waktu itu untuk mendayagunakan momentum perang untuk membasmi manusia melalui penyebaran penyakit. Hal ini tidak aneh, mengingat sejarah pengembangan senjata biologi semacam sudah berlangsung sejak abad 4 sebelum masehi.
Jumlah 20 juta yang diungkap Barbara Tuchman, dalam bukunya A Distant Mirror: The Calamitous 14th Century, bukanlah angka sedikit. Jumlah itu, hampir lima kali lipat jumlah penduduk Singapura sekarang ini. Makanya Tuchman menganggap itu sebagai krisis yang luar biasa yang terjadi pada umat manusia.
Ketika masa perang akhir-akhir, timbul dugaan yang sama dengan munculnya berbagai virus baru. Sejumlah virus yang ditemukan ketika dalam keadaan perang, misalnya SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan Antrax.
Selain dugaan sebagai senjata, terdapat pula sejumlah virus yang masih belum ditemukan obatnya –dalam kadar tertentu hanya memungkinkan dilakukan pembatasan penyebarannya. Human Immuno Deviciency Virus (HIV), yang ditemukan tahun 1983, dan Acquired Immuno Deviciancy Syndrome (AIDS), hingga kini belum ditemukan obatnya. Pernah berkembang sejumlah temuan obat alami yang bisa jadi obat, namun itu masih diragukan. Salah satu ilmuwan yang menemukan virus ini, Robert Gallo, tidak yakin akan ada obat untuk menyembuhkannya. Virus HIV sendiri menyerang sel darah putih (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh. Perkembangan menarik pada kombinasi obat anti-HIV, yang membuat angka kesakitan dan kematian menurun –kualitas hidupnya lebih baik. Namun Gillo tidak yakin obat untuk menyembuhkan (Kompas, 25 April 2014).
Penderita HIV dan AIDS di dunia sekarang berjumlah 36,9 juta. Sejak tahun 1983 hingga 2014, jumlah penderita yang sudah meninggal mencapai 34 juta orang, dan diperkirakan setiap tahun, 1,2 juta meninggal karena virus ini. Pada saat yang sama, orang yang berpotensi tertular, walau dari waktu ke waktu menurun, mencapai angka delapan ribuan perhari. Angka ini yang membuat Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) berpusing pikir untuk menekan angka-angka tersebut. Bukan angka kecil.
Permasalahan lainnya adalah, bahwa dalam dua dekade terakhir, 30 lebih jenis penyakit baru bermunculan. Penyakit-penyakit aneh yang mungkin tidak dibayangkan para ilmuawan kesehatan sebelumnya. Virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan Antrax adalah salah dua. Sejumlah penyakit lain yang bisa dicegah dengan imunisasi, antara lain zoonosa (termasuk flu burung dan rabies), Middle East Respiratory Syndrome (MERS) –saluran pernafasan yang disebabkan virus korona, berbagai penyakit lama dengan infeksi baru yang banyak bermunculan, serta keracunan pangan.
SARS, telah menelan banyak korban, yang diperkirakan akan menebar secara cepat. Karena begitu cepat menimbulkan implikasi, bahkan ketika sewindu lalu, banyak pihak menggolongkan dan menempatkan SARS sebagai salah satu penyakit yang paling cepat mendapat respons. Ini logis, karena SARS begitu membuat panik banyak negara, sehingga sekitar sebelas negara maju berlomba mengadakan penelitian tentang itu.
Lalu lihatlah betapa flu burung yang hanya mematikan belasan manusia pada awalnya, langsung mendapat tanggapan yang luar biasa cepat. Di beberapa negara sedang berkembang (NSB), penanganan flu burung jauh lebih cepat ketimbang menangani beberapa penyakit manusia yang tahunan seperti penyakit yang ditimbulkan banjir dan berbagai kecelakaan alam. Bahkan sekarang ini, kejadian flu burung hampir merata terjadi. Dengan ancaman yang tidak sedikit, penanganan berlangsung demikian cepat. Di dunia, ayam dan beberapa jenis burung berlomba-lomba dimusnahkan. Di televisi kita melihat ada hal yang tidak manusiawi, bagaimana ayam dimusnahkan hidup-hidup dengan cara dibakar.
Lalu ada Anthrax, penyakit infesi bakteri bacillus anthracis. Menurut riwayat, di negara kita sudah ditemukan jenis virus ini sejak abad ke-18. Namun demikian, pada tataran global, virus ini berkembang pesat setelah tragedi Word Trade Centre (WTC) 2001. Anthrax, ditemukan pada beberapa negara saja, yang menurut sumber penguasa AS, sebagai virus teror yang dilancarkan teroris internasional.
Kita bisa saja berdebat tentang benarkah biologi telah digunakan sebagai senjata? Sejak setengah abad yang lalu, dunia sudah melahirkan konsensus untuk melarang ini. Dalam perkembangannya, sejumlah temuan sering menampakkan dugaan sebaliknya. Menggambarkan betapa dunia sedang tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Masing-masing ternyata ada yang memiliki proyek-proyek rahasia, yang tujuannya sebenarnya jelas dan bisa dibaca sebagai usaha menelikung kehidupan manusia.