Berapa banyak orang yang berpikir dahulu baru berbuat? Ungkapan lama berbunyi, berpikir dulu pendapatan, berpikir kemudian tiada guna. Era media sosial, orang menggunakan mulut dan jarinya tidak tentu arah, lalu setelah itu baru berpikir. Orang-orang yang bermasalah dengan orang lain, akibat memperturutkan hawa nafsu dengan tidak berpikir sebelumnya.
Berpikir nanti akan menyelamatkan seseorang dari perilaku yang grasak-grusuk. Perilaku yang tergesa-gesa akan menyebabkan kerugian. Mungkin untuk kerugian yang sifatnya fisik, tidak sulit menghapusnya. Berbeda dengan kerugian psikis, hingga membuat luka batin, sulit sekali tersembuhkan.
Ada kemungkinan akan berbeda bagaimana menghadapi hidup antara mereka yang menyadari ada titik akhir kehidupan dengan mereka yang tidak. Mereka yang menyadari, berkemungkinan menyiapkan segala sesuatu dengan sempurna, walau hasil yang dicapai tetap minimal. Di sini ada usaha untuk mencapai sesuatu yang lebih besar. Ibarat sebuah perjalanan panjang, memakai kendaraan apapun, tetap sudah mempersiapkan diri.
Ada kisah menarik dari seorang teman senior saya yang baru saya kenal. Ia penulis sebuah buku best seller. Hanya sebuah buku, tapi isinya sangat menarik dan banyak orang mencari buku tersebut hanya karena pengalaman luar biasa yang ia lakukan ia tumpahkan semuanya dalam buku. Dari teman ini saya mendapat satu pengalaman dia ke Eropa –tepatnya Amsterdam. Ia tidak melakukan persiapan apapun ketika berangkat ke sana. Dengan bekal apa adanya, ketika sampai di sana, semua mata terbelalak. Ia tidak membawa mantel atau baju tebal apapun. Padahal di sana, sedang musim dingin. Di dalam pesawat, ia tidak merasa apapun. Tetapi begitu keluar pesawat, ia tidak bisa tahan. Dan benar saja. Akhirnya ia berinisiatif meminta bantuan seorang kru maskapai untuk meminjam pakaian tebalnya sebentar sebelum akhirnya dijemput oleh keluarganya.
Kisah ini menandakan bahwa mereka yang tidak melakukan persiapan, semisal persiapan jauh yang demikian, terlihat bagaimana hasilnya. Seperti orang yang tidak tahu kondisi apa yang akan dialami di sana. Orang yang sebenarnya tahu mau kemana, namun persis seperti orang yang tidak memiliki tujuan. Persiapan demikian sangat penting, untuk mendapatkan hasil yang diidamkan. Mereka yang melakukan perjalanan jauh dan dari awal sudah paham, pasti akan menyadari kondisi apa yang akan dialaminya. Dengan kondisi tersebut, ia dapat mempersiapkan sedemikian rupa yang dibutuhkan, baik dalam perjalanan, maupun ketika sudah sampai di tujuan.
Berbeda sekali dengan mereka yang tidak mempersiapkan diri. Bahkan di akhir tujuan, tidak diketahui sesungguhnya apa yang akan dilakukan. Ia tidak menjawab apapun karena tidak ada persiapan untuk mencapai akhir dari perjalanannya itu. Di sinilah konteksnya bahwa perjalanan panjang itu harus diiringi dengan persiapan, berbagai kebutuhan harus dipersiapkan sejak sebelum seseorang berangkat.
Begitulah dengan kehidupan ini, tidak mungkin melupakan persiapan yang akan dilakukan. Persiapan ini hanya akan dilakukan oleh mereka yang menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya seperti seorang yang akan melakukan perjalanan jauh, dimana pada titik akhir nanti, ia sudah bisa memperkirakan peluang seiring dengan persiapan apa yang dilakukan.
Mereka yang sudah mempersiapkan sejak awal, berkemungkinan semakin tegar ketika menghadapi kondisi apapun di tengah perjalanan. Sesuatu yang akan dihadapi, ada yang bisa selesai dan tak jarang tidak mampu tuntas. Namun kondisi bagaimana pun, akan membuatnya lega dan berlapang dada. Bekerja keras agar mencapai hasil maksimal, tidak masalah dalam kenyataan mendapat hasil minimal. Seseorang telah berusaha jauh lebih penting dibandingkan mereka yang tidak melakukan persiapan apa-apa.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.