Kamus Bahasa Indonesia mengartikan momentum dengan tiga makna. Pertama, saat yang tepat. Kedua, besaran yang berkaitan dengan benda yang besarnya sama dengan hasil kali (darab) masa benda yang bergerak itu dan kecepatan geraknya; kuantitas gerak. Ketiga, kesempatan.
Terkait dengan maksud tulisan saya ini, pemaknaan pertama dan ketiga yang saya nilai sesuai. Saat yang tepat dan kesempatan. Dua pemaknaan ini, saya pandang mewakili bagaimana sebagian orang memaknai setiap ada keadaan atau ingatan akan sejarah tertentu.
Momentum inilah yang selalu dikaitkan dengan sejumlah aspek. Ia digunakan secara serius, namun tak jarang digunakan sebaliknya, hanya untuk hiburan dan bahkan terkesan olok-olok. Belum lagi saat dikaitkan dengan masing-masing kepentingan. Ada orang yang memaknai segala sesuatu secara serius. Momentum selalu dikaitkan dengan usaha memperbaiki keadaan dan kualitas kehidupan. Di luar itu, ada orang yang menjadikannya sekedar peluang bagi pemasukan.
Inilah yang harus diingatkan, bahwa momentum itu harus digunakan untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Bagaimana keadaan ini diposisikan akan menentukan hasil apa yang akan dicapai. Proses yang tepat akan mencapai hasil yang berkualitas.
Dalam konteks ini, melakukan sesuatu tidak sebatas mengulangi masa. Lebih dari itu, ia harus menjadi bahan pembelajaran bagi generasi kemudian.
Pernah suatu kali, saya menyaksikan serius, dari subuh hingga malam hari, semua televisi memakai orang-orang berkebaya. Pakaian jenis ini mungkin dianggap sebagai pakaian yang sepadan dengan semangat seorang manusia yang bernama Kartini. Nama yang disebut terakhir, dipandang memiliki semangat dalam hal pendidikan, terutama bagi perempuan. Pendidikan dalam konteks ini terkait dengan keadaan awal abad ke-19 di mana perempuan tidak mendapat tempat yang mapan dalam pendidikan. Kartini berkorespondensi dengan sejumlah orang di Belanda. Hal itu memungkinkan karena posisi Kartini yang sangat penting di Rembang waktu itu. Ia menjadi salah satu istri dari bupati.
Posisi juga harus menjadi catatan penting, karena akses untuk berkomunikasi juga tidak bisa dilakukan semua orang. Posisi orang tertentu seperti Kartini, dengan semangatnya, memungkinkan ia melakukan hal tersebut. Nah, semangat ini dipandang lebih unggul dari sejumlah semangat yang lain, di mana ada sejumlah perempuan di nusantara yang terlibat langsung dalam perang secara langsung melawan kolonial.
Jadi alasan inilah kemudian kebaya menjadi salah satu kontruksi wajah peringatannya. Saya tahu mungkin ini sangat berorientasi tertentu. Dengan menggunakan momentum tertentu, para pihak hanya menggonta ganti saja sesuai dengan even. Bahkan televisi yang sebelumnya sangat gemar mengeksploitasi tubuh pun, kemarin menampilkan orang-orang berkebaya –dengan semangat menghormati semangat Kartini tersebut.
Di luar masalah itu, kepentingan kebaya sendiri juga memiliki kepentingan sendiri. Ia sangat mencerminkan budaya tertentu yang bisa jadi kurang cocok harus disesuaikan dengan semua budaya yang lain. Makanya untuk kebaya sendiri juga ada kritik keras bahwa tidak bisa kekuatan politik mendominasi budaya ini untuk seluruh daerah. Artinya tidak semua budaya cocok dengan budaya ini.
Begitulah waktu itu yang saya tangkap, suasana kebaya seolah meneguhkan cermin bahwa ia menjadi simbol politik perjuangan perempuan. Tidak boleh dilupakan bawah di luar tokoh Kartini, banyak orang juga mengritik terutama tokoh-tokoh perempuan yang sepertinya diabaikan dalam kancah politik yang lebih luas. Hal ini dipandang sengaja dilakukan karena orientasi budaya tertentu waktu itu yang mendominasi memungkinkan dilakukan semua hal.
Potret inilah yang saya lihat sejak subuh waktu itu. Setelah shalat subuh saya sering membuka beberapa ceramah –yang banyak televisi ditempatkan ketika orang bahkan banyak belum bangun dari tidurnya.
Tidak ada yang patut disalahkan. Di tempat lain, waktu subuh, jika dihitung dengan waktu tempat kita, mungkin masih terlalu gelap. Jadi mereka yang berada di ujung timur, banyak tayangan yang bisa dilihat di waktu dini hari itu.
Hal lain yang menarik, biasanya tayangan di waktu tersebut, jika bukan untuk kategori dewasa, berkemungkinan besar tayangan ulang atau tayangan yang dipindahkan dari siang. Mungkin karena pada siang hari, ada tayangan yang dari segi penonton tidak memuaskan pada pengelola, maka bisa jadi dipindahkan ke jam-jam tersebut.
Catatan akhir inilah yang ingin saya tekankan, bahwa kontribusi bagi kehidupan tidak hanya ditentukan sebatas momentum. Orang-orang yang tidak mampu memahami apa yang terjadi terkait momentum itu, tidak lebih hanya sebagai perulangan waktu saja.
Lantas saat perjalanan waktu hanya sebagai perulangan, bagaimana ia bisa bermakna. Padahal kesempatan memperbaiki kualitas kehidupan, hanya memungkinkan dilakukan saat kita sadar apa yang mesti dilakukan dari waktu yang dilewati.
Masa lalu seharusnya memberi kita banyak catatan, perihal apa yang mesti diperbaiki atau dipertahankan kualitasnya.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.