Perjuangan Panjang untuk Hukum Indonesia

Antara Soediman Kartohadiprojo dan Bernard Arief Sidharta, ternyata memiliki hubungan keilmuan yang sangat erat sejak lama. Kartohadiprojo menjadi dekan saat Sidharta sedang kuliah. Bahkan Sidharta mendapat banyak pembelajaran tentang filsafat Pancasila dari Kartohadiprojo. Menariknya, Sidharta …

Antara Soediman Kartohadiprojo dan Bernard Arief Sidharta, ternyata memiliki hubungan keilmuan yang sangat erat sejak lama. Kartohadiprojo menjadi dekan saat Sidharta sedang kuliah. Bahkan Sidharta mendapat banyak pembelajaran tentang filsafat Pancasila dari Kartohadiprojo. Menariknya, Sidharta juga sempat menjadi asisten Bushar Muhammad, yang membuatnya cukup intens mempelajari hukum adat. Selain itu, kedekatannya dengan dua ilmuwan penting hukum Indonesia, yakni Profesor Mochtar Kusuma Atmadja dan Profesor Sunaryati Hartono. Kedekatan ini membuat Sidharta lebih kaya, apalagi keduanya sebagai orang yang memperkaya pemikirannya tentang pembangunan sistem hukum Indonesia (Shidarta, 2020).

Dari interaksi keilmuan dengan berbagai ilmuwan hukum, sepertinya menjadi alasan penting bagi Sidharta memperkuat basis kajian tentang struktur ilmu hukum. Ketika menempuh pendidikan doktoral di Universitas Padjadjaran hingga selesai tahun 1996, Sidharta meneliti tentang studi hukum yang monumental dan mendasar. Tiga ilmuwan penting menjadi promotor dalam penulisan tugas akhirnya, yakni Mochtar Kusuma Atmadja, Sunaryati Hartono, dan Komar Kanta Atmaja. Hal yang diteliti terkait Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia. Karya ini pada tahun 1999 diterbitkan oleh penerbit Mandar Maju, Bandung.

Hal yang sangat penting disampaikan dalam buku ini, tentang gambaran dasar setelah Indonesia diproklamasikan kemerdekaan, pentingnya membangun tatan hukum kita  —oleh Sidharta disebut sebagai tatanan hukum nasional. Namun demikian, dari permulaan para pemimpin dan ahli hukum bangsa Indonesia, menyadari betul bahwa membangun tata hukum nasional itu sungguh tidaklah mudah. Sidharta menyebut lima faktor yang menyebabkan cita-cita untuk mewujudkan tata hukum nasional itu tidak segera dapat terselenggara (Sidharta, 1999). Pertama, perang kemerdekaan sebagai akibat usaha Belanda untuk mengembalikan kekuasaan kolonial di Indonesia. Bahkan sesungguhnya setelah proklamasi kemerdekaan pun, masih ada perang yang dilakukan Belanda di Indonesia, sehingga bangsa ini juga membutuhkan energi yang tidak sedikit untuk menyelesaikannya secara tuntas.

Kedua, secara etnis, bangsa Indonesia sangat heterogen dengan berbagai asat-istiadat dan subkulturnya dan tersebar pada suatu wilayah kepulauan yang sangat luas. Intensitas proses interaksi antarsuku pada masa kolonial sangat lemah yang menyebabkan proses unifikasi hukum secara alamiah praktis tidak terjadi.

Ketiga, tata hukum kolonial harus diganti dengan tata hukum nasional sudah cukup lama menguasai kehidupan (hukum) di Indonesia. Pada tahap ini, Profesor Sidharta menyebut soal mentalitas yang harus diperbaiki, dari durasi waktu yang cukup lama menganggu konsep hukum nasional. Mentalitas ini, jika didalami lebih jauh dari uraian Sidharta, berdampak ketergantungan pemikiran yang tidak dengan mudah bisa diselesaikan.

Keempat, politik hukum kolonial yang berakar dalam politik kolonial pada umumnya memungsikan wilayah jajahan dengan potensinya hanya sebagai penopang kepentingan ekonomi negara induk. Kondisi uni telah menyebabkan bangsa Indonesia dan hukum adatnya pada masa kolonial relatif terasing dari pergaulan dan perkembangan pada tingkat mondial. Dampak lain adalah perkembangan hukum adat yang berjalan sangat lamban, sehingga ketika bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada pertengahan abad ke-20, bangsa Indonesia dan hukum adatnya secara langsung dihadapkan pada pelbagai masalah modern yang sudah amat jauh perkembangannya.

Kelima, pada saat kemerdekaan, jumlah sarjana hukum yang kompeten masih sangat sedikit, khususnya yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus bidang legislative drafting. Keahlian ini dibutuhkan dalam hal menghasilkan perangkat kaidah hukum positif nasional dalam waktu singkat untuk menata dan menyelenggarakan perikehidupan berbangsa dan bernegara yang merdeka.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment