Perkembangan COP dan Mengukur Indonesia

Perkembangan COP dari 1995 hingga 2024, tampak kurang menggembirakan. Capaian dan target dari berbagai pertemuan yang telah berlangsung tersebut, tidak berjalan sesuai harapan. Dari perjalanan menjelang tiga dasa warsa tersebut, COP telah memperoleh tiga capaian …

Perkembangan COP dari 1995 hingga 2024, tampak kurang menggembirakan. Capaian dan target dari berbagai pertemuan yang telah berlangsung tersebut, tidak berjalan sesuai harapan. Dari perjalanan menjelang tiga dasa warsa tersebut, COP telah memperoleh tiga capaian penting sebagai milestones, yakni: (1) Protokol Kyoto hasil dari COP 3 di Kyoto, Jepang tahun 1997; (2) Bali Action Plan yang dihasilkan dari COP 13 yang berlangsung di Bali, Indonesia tahun 2007; (3) Perjanjian Paris yang dihasilkan dari COP 21 yang berlangsung di Paris, Prancis tahun 2015 (Sukadri, 2024).

Dalam COP 29, yang berlangsung di Baku (Azerbaijan) pada 11-24 November 2024 (molor dua hari), disarankan untuk perbaikan tujuh hal mendasar, yang dalam artikel Sukadri (2024) hanya disebut tiga. Pertama, mengubah proses seleksi negara calon tuan rumah COP untuk mengeluarkan negara-negara yang tidak mendukung penghentian bertahap dan transisi dari energi fosil. Negara tuan rumah di masa depan harus menunjukkan ambisi tingkat tinggi untuk menegakkan tujuan Perjanjian Paris.

Sejumlah kesepakatan yang lahir dari Perjanjian Paris adalah bagaimana komitmen global untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata bumi hingga 1,5 0C. Selain itu, pengaturan kerja sama internasional soal pencapaian dari target iklim dan pendanaan loss damage untuk negara-negara terdampak. Dalam COP 29 sendiri, komitmen pembiayaan hanya 300 miliar US$ dari rencana 1 triliun US$.

Kedua, perlunya penyederhanaan kecepatan dan skala. Pertemuan COP harus diubah menjadi pertemuan yang lebih kecil, lebih sering, dan berbasis solusi untuk mempercepat Tindakan dan memungkinkan penyesuaian tepat waktu berdasarkan temuan ilmiah yang dilakukan para pakar.

Ketiga, meningkatkan implementasi dan akuntabilitas. Proses COP harus diperkuat dengan mekanisme untuk membuat negara-negara akuntabel terhadap target dan komitmen iklimnya.

Gugatan ini sendiri selaras dengan tema utama COP 29, “In Solidarity for a Green World”. Dua pilar utama kerangka aksinya adalah, pertama, enhance ambition yang bertujuan memperkuat komitmen global dalam mitigasi, adaptasi, dan meningkatkan transparansi-kolaborasi antarnegara. Kedua, enable action yang berfokus pada New Collective Quantifield Goal (NCQG) menyangkut pembiayaan iklim (Karim, 2024).

Indonesia sendiri, berdasarkan dokumen Enhanced Nationally Determined Contributions (eNDC), memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi sebesar 700 juta ton serta CO2 di sektor lahan dan 1.700 juta ton setara CO2 sektor energi hingga 2030 (Murdiyarso, 2024).

Perkembangan tersebut, menjadi catatan penting dan membutuhkan kerja keras dalam proses pencapaian –yang tentu saja tidak mudah.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment