Proses Memilih Jalan Hukum Kita

Sejumlah kasus hukum –tepatnya memanfaatkan hukum dan penegakannya untuk kepentingan politik, yang berlangsung akhir-akhir ini, sesungguhnya sudah pernah digelisahkan Daniel S. Lev, saat mengulas kekuasaan kehakiman di Indonesia. Posisi negara hukum sendiri, sebagaimana yang diperdebatkan …

Sejumlah kasus hukum –tepatnya memanfaatkan hukum dan penegakannya untuk kepentingan politik, yang berlangsung akhir-akhir ini, sesungguhnya sudah pernah digelisahkan Daniel S. Lev, saat mengulas kekuasaan kehakiman di Indonesia. Posisi negara hukum sendiri, sebagaimana yang diperdebatkan di awal-awal persiapan kemerdekaan, terjadi tarik-menarik dalam menentukan kiblat hukum yang kelak digunakan di negeri ini (Lev, 1990).

Selain itu, sesungguhnya juga ada soal hakiki lain dari hukum dalam negara hukum yang penting pula untuk didiskusikan, yakni soal orientasi hukum Indonesia. Apakah orientasi hukum Indonesia ini penting? Atau pertanyaan lebih mendasar, jika menyebut hukum Indonesia, apakah ini berarti ia berada pada level hukum sebagai sistem: sistem hukum Indonesia?

Terlepas bagaimana ia dianggap oleh sebagian sarjana hukum, saya merasa ada catatan menarik yang penting bagi perkembangan pemikiran hukum. Terutama terkait dengan bagaimana pilihan hukum setelah Indonesia merdeka. Pilihan untuk hukum tertentu –mungkin tepatnya disebut sistem hukum tertentu—sangat penting bagi sebuah negara yang baru merdeka. Banyak ahli hukum waktu itu berpendapat untuk memilih sistem hukum modern, tinimbang hukum khas kita, yang hingga saat ini dipersonifikasikan lewat hukum adat.

Daniel S. Lev, menyebut bagaimana diskusi-diskusi mengenai ideologi hukum Indonesia, yang digunakan tiga istilah oleh para pendukungnya, yakni rechsstaat, rule of law, dan negara hukum –atau “negara yang berdasar hukum” –terjemahan dari rechsstaat, rumusan Belanda dan Jerman. Makna yang berbeda-beda melekat pada istilah-istilah tersebut, terutama rechsstaat dan rule of law, dan penggunaannya yang bersamaan menggambarkan sesuatu yang lebih daripada sekedar dapat saling dipertukarkan. Daniel S. Lev menggunakan “negara hukum”, karena istilah Indonesia, di samping juga karena istilah ini mengandung makna yang khas Indonesia.

Mengapa tidak memilih hukum yang khas Indonesia, juga menjadi pertanyaan penting. Saya tidak memiliki banyak kapasitas untuk membedah mengapa pilihan itu. Tentu perkembangan sejarah adalah sesuatu yang nyata dan sudah terjadi. Ketika sesuatu kiblat hukum dipilih, setiap era memiliki alasan yang tidak mungkin diabaikan. Tidak mungkin apa yang berkembang pada satu era, dengan keputusannya waktu itu, disebandingkan dengan era yang lain, dengan berbagai keadaan dan pertimbangan yang berbeda.

Sejumlah buku yang kemudian menceritakan tentang bagaimana orientasi hukum berbasis Indonesia seharusnya dibangun, seyogianya begitu menarik. Buku-buku yang berangkat dari apa yang sesungguhnya kita miliki sebagai landasan. Nilai ketuhanan yang dibangun dalam dasar negara, misalnya, seharusnya menjadi penguat paling kuat.

Saya menemukan satu buku yang memetakan pemikiran hukum. Khudzaifah Dimyati (2005), dalam buku Teoritisasi Hukum, Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990, menyebut tiga tipologi ahli hukum Indonesia pascakemerdekaan (Dimyati, 2005). Pertama, periode pascakemerdekaan, orientasi tipologi pemikiran ke arah hukum adat (1945-1960). Ia melihat hal tersebut melalui dua tokoh hukum penting, yakni Mr. Soepomo dan Mr. Soekanto, yang sangat menekankan ideologisasi atau politisasi yang mengarah pada simbolisme hukum adat.

Kedua,periode transisi, sebuah tipologi pemikiran hukum formalistik (1960-1970). Pemikiran hukum periode ini, salah satunya direpresentasikan oleh Mr. Djokosutono. Fokus pemikirannya tentang hukum lebih diorientasikan pada realitas yang berkembang pada zamannya.

Ketiga, periode era Orde Baru, tipologi pemikiran ke arah hukum yang modern (1970-1990-an). Dalam era ini, kecenderungan pemikiran hukumnya lebih dipandang sebagai pemikiran yang bersifat transformatif. Pemikir hukum yang transformatif bukan hanya menyentuh aspek-aspek hukum normatif dan doktrinal semata, melainkan berusaha menstrsnformasikan fenomena-fenomena hukum pada aras empirik. Tipologi ini salah satu terwakili pada Satjipto Rahardjo.

Pengelompokkan pemikiran itu, bagi saya penting dan telah dilakukan dengan baik dengan memperlihatkan bagaimana perkembangan pemikiran hukum terjadi. Pengelompokkan ini sendiri, bagi saya terkoneksi pada Daniel S. Lev yang pengaruhnya terasa.

Leave a Comment