Proses yang Ingin Menjangkar Realitas

Tanggal 10 September 2018, saya mendapat undangan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh, untuk mempresentasikan realitas empiris yang idealnya dijelaskan dalam sebuah naskah akademik. Pihak Kemenkumham sangat berkepentingan dengan hal ini, …

Tanggal 10 September 2018, saya mendapat undangan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh, untuk mempresentasikan realitas empiris yang idealnya dijelaskan dalam sebuah naskah akademik. Pihak Kemenkumham sangat berkepentingan dengan hal ini, karena selama ini, proses penyiapan rancangan peraturan daerah diharapkan ada andil dari instansi ini.

Hingga sekarang, saya masih belajar tentang bagaimana meneliti dan menyusun naskah akademik yang baik. Di samping itu, seluruh energi saya usahakan berguna agar bisa melaksanakan urutan dan tahapan berbagai proses dengan baik.

Selalu ada dua hal yang tidak boleh dilupakan. Pertama, soal substansi yang harus lurus bisa dicapai. Kedua, soal proses yang akan menuntun untuk mendapatkan substansi yang lurus tadi. Masalahnya tidak semua pihak akan taat proses. Padahal bermasalah diproses akan dapat dipastikan akan bermasalah pada hasil. Hal demikian selalu saya ingat dan berusaha terus belajar sambil memperteguh komitmen dan tekad.

Sejumlah tawaran yang saya dapat, justru mencederai proses ini. Tawaran untuk menyusun naskah akademik, tanpa proses penelitian, misalnya. Atau pelaksanaan penelitian yang dipangkas dan terkesan asal ada. Hal lain pada abai terhadap berbagai panduan pertanyaan yang seharusnya menjadi pegangan bagi semua pihak.

Untuk semua proses tersebut, saya masih harus banyak belajar. Saya berharap bukan pada kemampuan substansi saja yang dibutuhkan, melainkan pada keteguhan mental untuk melakukan sesuatu sesuai dengan target standar minimalnya. Berbagai godaan akan datang. Apalagi di akhir-akhir anggaran yang para pihak kemudian menyadari belum melaksanakan semua tugasnya dengan baik. Pada posisi ini, mereka akan mencari orang yang bisa melakukan proses penelitian dan penulisan dalam waktu singkat. Dan pada posisi ini, seperti sudah tidak penting rasionalitas dari suatu pekerjaan.

Saat melaksanakan penelitian dan menyusun naskah akademik, saya kira empat hal utama yang selalu harus menuntun apa yang idealnya dilakukan. Pertama, memahami permasalahan apa saja yang ditemui dilakukan dalam hal rencana peraturan daerah akan disusun. Setelah permasalahan dipahami, bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi oleh para pengambil kebijakan. Kedua, pertanyaan yang lebih konkret adalah mengapa dibutuhkan suatu rancangan peraturan daerah sebagai dasar pengaturan tertentu, khusus yang terkait dengan pelibatan daerah dalam menyelesaikan masalah tersebut. Ketiga, apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukan rancangan peraturan daerah. Untuk Aceh sendiri, landasan Islami juga termasuk hal yang harus dikaji. Keempat, apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup, jangkauan, dan arah pengaturan dari rancangan peraturan yang akan disusun.

Empat hal di atas, bagi saya bukan hal yang sederhana. Proses tersebut membutuhkan waktu yang rasional untuk bisa menjawab, dengan proses yang terukur. Selama ini, saya menempuh dengan dua cara untuk memperoleh data utamanya. Pertama, dengan melakukan studi literatur terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder tentang isu yang dikaji, baik ketentuan nasional maupun ketentuan-ketentuan di daerah. Kedua, melakukan serangkaian observasi dan interview dengan stakeholders yang relevan dengan isu yang dikaji. Interview itu dilakukan secara maraton yang disesuaikan dengan jadwal dan kesempatan berbagai stakeholders. Kajian ini didukung pula dengan melakukan studi terhadap beberapa hasil penelitian yang urgen. Semua itu bertujuan untuk mengetahui dan menjaring aspirasi masyarakat terhadap rencana qanun yang sedang dipersiapkan.

Saya kira naskah akademik lahir dari proses tersebut. Baru rancangan peraturan lahir dari basis argumen yang ditemukan dalam naskah akademik. Hal ini tidak bisa dibolak-balik. Saat diskusi pada hari tersebut, peserta saling mendiskusikan banyak kasus proses ini tidak dilakukan dengan baik. Salah satu yang menjadi tempat kajian adalah instansi ini, yang diarahkan untuk menjadi tim yang turut membahas setiap rancangan.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

[es-te, Sabtu, 17 September 2022]

Leave a Comment