Dengan melirik bagaimana sejarah perang dan konflik di dunia ini, rasanya sulit memetakan saat-saat perang dan konflik itu akan berhenti. Konflik dan perang, sepertinya akan terus mengiringi kehidupan umat manusia di seluruh dunia. ia bergeser dari satu tempat ke tempat lain, dengan pola dan proses yang juga bergeser. Dulu konflik terlihat di banyak negara miskin, namun sekarang, konflik menjadi hal yang biasa terlihat di negara-negara kaya. Perang sudah biasa terlihat di seluruh dunia. dengan bantuan teknologi komunikasi dan informasi, berbagai hal yang terjadi di belahan dunia, bisa disaksikan dari detik per detik.
Tidak usah menunggu nanti untuk mengetahui apa yang sedang terjadi saat ini. Sesuatu yang terjadi, tayangan live seolah berlomba. Masing-masing seperti ingin menjadi yang tercepat sebagai penyaji berita. Bahkan proses meliput juga tidak kenal tempat. Para peliput perang, bahkan berusaha liputannya menjadi yang terdepan di berbagai tempat. Tidak heran, ketika terjadi perang, pemberitannya juga mengiringi kedahsyatan perang yang terjadi.
Pelaku perang juga tampak harus melakoni tugas –yang sebagian merupakan kewajiban dari negara atau kelompoknya. Berapa banyak tentara diturunkan atau dikirimkan dari satu tempat ke tempat lain, dengan berbagai alasan. Ada yang berangkat dari alasan kedaulatan wilayah, namun tidak sedikit negara yang merasa kedaulatan ekonomi dan budaya jauh lebih penting. Tak mengherankan, banyak negara turut berperang atas nama kedaulatan ekonomi dan budaya tersebut.
Manusia tidak mungkin melupakan bahwa perang dan konflik, bagi sebagian orang menjadi semacam azab, dimana kengerian-kengerian terlihat dan dirasakan oleh anak-anak manusia. Bagi sebagian yang lain, yang mengaku tidak bisa meninggalkan perang dan konflik, mungkin bukan lagi suatu hiburan, konflik dan perang menjadi semacam kebutuhan. Sesekali ketika kita menyaksikan berbagai video gratis di internet, kita bisa merasakan mereka yang berperang itu berada pada posisi mana –tentu melalui wajah mereka masing-masing. Ada yang takut luar biasa, pun tidak sedikit yang berperang seperti hura-hura saja.
Mereka yang menguasai senjata lebih mutakhir, secara fisik lebih merasa siap. Banyak orang mengingatkan bahwa perang tidak semata soal fisik. Tekanan mental dialami oleh banyak orang, yang seharusnya lahir kekuatan menekan untuk menghentikan segera berbagai perang yang menghancurkan kehidupan umat manusia. Kenyataannya perang terus berlangsung, sekali lagi, dengan berbagai alasan yang mengiringinya.
Perang pada akhirnya merupakan ujung dari wujud berbagai alasan pembenar bagi yang melakukannya. Bagi masing-masing pihak memiliki alasan pembenar. Alasan pembenaran bahkan hampir sama dengan sejarah pencarian kebenaran itu sendiri. Bahkan sejak tahun-tahun sebelum masehi. Perkembangan kebudayaan juga memperlihatkan bagaimana proses alasan pembenar dan pencarian kebenaran itu terjadi.
Hingga kini kita bisa menyaksikan betapa alasan pembenar itu juga terus dicari-cari, untuk memberi legitimasi atas berbagai yang dilakukan atau kebijakan yang dilahirkan. Untuk mengiringi alasan ini, berbagai hal lain juga diperkuat, agar mendukung apa yang dialasankan.
Begitulah dunia sedang melaju. Entah seberapa wilayah akan habis jika semua puing perang lalu dikumpulkan di suatu tempat. Dengan berbagai bentuk, agar anak-anak manusia bisa menyaksikan berbagai bentuknya. Kata penyair, bukankah air mata itu tidak pernah kering? Ia akan selalu keluar ketika dipancing dengan sesuatu yang menyesakkan dada. Kata penyair lagi, kadang-kadang air mata juga dibutuhkan, agar manusia tahu posisinya sebagai manusia.