Seorang senior yang saya kenal, menceritakan hal yang paling sulit ia alami dalam berbagai even, adalah ketika ia diminta untuk menceritakan kelebihan apa yang ia punya. Rumus ini persis seperti konsep pembuktian terbalik, di mana seseorang yang berkepentingan yang diminta menjelaskan sesuatu hal. Orang yang melamar pekerjaan pada lembaga tertentu, paling sering diminta menjelaskan demikian, mengenai kelebihan apa yang kita miliki. Tidak mudah menjelaskan kelebihan, walau banyak orang melakukannya. Ada yang tidak peduli, lalu memakai rumus tebak-tebakan. Ketika diwawancarai, ia perkirakan dalam sekejap jawaban apa yang dibutuhkan, maka hal itulah yang akan diceritakan sebagai kelebihan. Ada orang yang cenderung tidak bisa mengontrol diri, sehingga pada saat yang lain, ia akan menceritakan hal yang kontradiktif dari pengakuan awal.
Maka kelemahan dan kelebihan itu pada dasarnya adalah kekayaan, bukan rekaan. Mengungkapkan sesuatu sebagai kelemahan atau kelebihan, lahir dari proses menemukan setelah menimbang-nimbang. Pada tahap final pun orang masih ragu tentang apa sesungguhnya kelebihan atau kelamahan yang dipunyai, sehingga ketika dibutuhkan, untuk menjawab sesuatu sebagai kelemahan atau kelebihan, masih harus dipikir ulang. Tak jarang orang mengungkapkan kelemahan, padahal itu sebagai kelebihan. Orang-orang yang menimbang-nimbang, banyak yang lebih mudah menjelaskan kelemahan dirinya ketimbang kelebihan.
Dalam masyarakat kita, mengungkapkan kelebihan sering ditafsir sebagai memuja diri. Untuk mereka yang melakukan hal ini, bisa disebut analog dengan nama suatu jenis burung yang sangat khas. Burung hantu. Jenis burung ini dianggap sebagai wakil dari wajah pemuja diri. Saya tidak mendapatkan jawaban persis. Dari satu animasi dari negara tetangga, saya mendapat jawaban yang mengawang-awang, yakni burung yang hanya keluar malam, disebabkan karena ia merasa bahwa tidak pantas keluar siang karena terlalu berlebih jika dibandingkan dengan berbagai burung lainnya. Tentu jawaban ini berbeda dengan jawaban ilmu pengetahuan, yang digolongkan burung ini sebagai hewan malam karena sebab tertentu.
Tetapi lupakanlah. Begitulah ketika kelebihan atau kekurangan diukur. Pada saat santing, ia harus dilakukan sebagai ruang refleksi dan introspeksi. Orang-orang yang berlebih, baik secara ekonomi, sosial-budaya, maupun politik, harus sering-sering melihat ke bawah, agar tidak terjebak dengan merasa harus selalu hidup dalam strata atas. Orang yang berlebih, dengan melihat ke bawah, akan merasakan tidak masalah ketika mendapatkan sedikit guncangan. Dengan melihat ke bawah, seseorang akan merasa ada orang lain yang berada di bawah strata kehidupannya. Dengan berpikir demikian, seseorang akan siap menghadapi kondisi apapun dalam perjalanan kehidupannya.
Pada saat yang sama, seseorang yang merasa di atasnya ada orang lain, akan menimbulkan semangat untuk terus berbuat baik. Berbagai aktivitas yang membawa kebaikan kepada banyak orang, akan terus ditingkatkan, karena senantiasi berpikir bahwa orang lain bergelimang kebaikan yang tiara tara. Semangat ini pula yang mendorong agar seseorang meninggalkan perbuatan yang dilarang dan perbuatan sia-sia. Dengan sering-sering memaknai semangat semacam ini, seseorang akan merasa harus selalu berusaha memperbaiki kualitas hidupnya.
Hingga di sini, pernyataan orang masih bisa berbeda dengan mengukur kepribadian. Ada orang yang menyebut sebagai sesuatu yang mudah saja dilakukan. Namun tidak sedikit yang merasa seperti melalui jalan berliku yang penuh duri. Tentu kembali kepada kita masing-masing, kita akan memilih dan memperkuat yang mana. Dengan pilihan masing-masing, kita harus semakin tersadar untuk tidak mudah mengambil jalan pintas ketika ada sedikit cobaan.
Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.