Puliek Itek dan Pluek Kameng

Entahlah! Mungkin banyak hal yang sedang terjadi di depan mata yang tak bisa diterminologikan ke dalam tulisan yang saya tulis. Walau sebenarnya kenyataan itu sedang berlangsung khidmat. Mengurusi itek (itik atau bebek) yang dimasak merah …

Entahlah! Mungkin banyak hal yang sedang terjadi di depan mata yang tak bisa diterminologikan ke dalam tulisan yang saya tulis. Walau sebenarnya kenyataan itu sedang berlangsung khidmat.

Mengurusi itek (itik atau bebek) yang dimasak merah atau putih, butuh keahlian khusus. Dari cara membakar sampai memotong-motong dagingnya, tak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Makanya masakan bu sie itek (nasi bebek) tak hanya ditentukan oleh bagaimana cara penyajian saat menjajakannya di tempat penjualan; tapi juga banyak proses lain yang tak terlihat yang terjadi di belakang (dapur).

Bisa jadi, penyajian saat penjajakan tak begitu merangsang orang, tapi karena menyimpan banyak kelebihan proses di belakang (dapur), maka bu sie itek itu akan dicari orang.

Saya pernah makan bu sie itek di mana-mana, tapi tak berkesan sebagaimana bu sie itek Bang Husein di Peunayong dan seseorang di Jalan diponogoro dulu. Ada banyak kelebihan yang bisa kita rasakan; salah satunya ditentukan bagaimana seseorang memiliki keahlian khusus dalam puliek itek.

Suatu malam, bu sie itek sudah habis di tempat makan biasa, saya lalu mencari di tempat lain. Sungguh kelebihan itu tak saya dapatkan. Proses pembakarannya tak tuntas sehingga wajar aroma enaknya tak tercium, rasanya hambar, bau dagingnya masih kental. Padahal ia juga pakai ruboeng kala dan boh panaih untuk menambah enak lauk; tapi tetap saja tak memuaskan.

Adalah suatu kesalahan kalau melihat yang nampak, lalu semuanya disederhanakan saja. Semua hal yang disederhanakan, jadilah kita selalu seperti ini. Saya kira tak bisa begitu. Memasak itek seolah mudah; tapi tidak. Sama seperti politik, melihatnya mudah, tapi dalam pelaksanaan akan banyak hal yang didapat dalam kenyataan..

Banyak calon legislatif yang tergelepar dalam pemilihan umum karena tak terpilih menjadi anggota dewan. Modalnya sudah dikeluarkan. Satu kesalahan mereka; menganggap mudah. Sedangkan di tempat saya, banyak orang-orang muda yang jadi anggota dewan karena barangkali mereka berangkat dari suatu keseriusan.

Seperti puliek itek, semua butuh keseriusan. Bang Husein sudah menjajakan bu sie itek sejak saya sampai di Banda Aceh (kira-kira delapan tahun). Sebelum saya kuliah ia sudah menekuni profesi itu. Datang jam 18.00 dan pulang jam 21.00. Entah berapa untung yang diperoleh.

Memikirkan untung dari menjual bu sie itek tentu sangat wajar. Yang tidak wajar alau politisi mengeluarkan sekian agar bisa kembali lebih banyak lagi; itu namanya pengabdian untuk rakyat (bacanya: ra’yat; dengan ‘, bukan k).

Mengingat beberapa kali saya makan bu sie kameng (nasi kari kambing), saya kembali teringat bu sie itek; sama-sama butuh keseriusan. Bu sie kameng yang enak bisa dihitung dengan jari. Untuk sampai kepada bu sie kameng yang enak, tentu harus dimulai dengan proses pluek kameng yang sempurna.

Tidak sempurna pluek kameng, akan ada bulu atau bau dalam kari. Tentu itu tidak akan memuaskan.

Nah, makanan sendiri, kalau bu sie itek lebih enak masakan Bireuen dan Pidie, maka bu sie kameng lebih enak masakan Aceh Rayeuk. Di mana-mana tempat jual bu sie kameng, semuanya menjaja masakan khas Aceh Rayeuk.

Yang mau saya katakan bahwa butuh keahlian. Puliek itek atau pluek kameng butuh kemampuan khusus yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang khusus pula.

Di gampong saya misalnya, saat ada khanduri (kenduri) di sebuah rumah, sudah pasti yang menangani puliek itek hanya Mawa Limah. Sedangkan yang menangani pluek kameng hanya dilakukan Polem Duki saja. Tidak pernah dilakukan oleh orang lain.

Orang-orang rumah pun sudah tahu kalau pekerjaan itu hanya akan sempurna bila dikerjakan mereka. Memang semua orang mampu melakukannya. Tapi masalahnya pada hasil; memuaskan atau tidak.

Bukan berarti saya tak pernah menemui keanehan. Saat khanduri di rumah teungku keusyik, ternyata urusan puliek itek dan pluek kameng tak diserahkan pada Mawa Limah dan Polem Duki. Tapi diserahkan pada orang lain.

Ini aneh sekali. Karena saya tahu teungku keusyik sangat berperan dalam khanduri di rumah orang lain untuk mengurusi orang-orang yang masak seperti itu; dan itu hanya dapat dilakukan oleh Mawa Limah dan Polem duki saja (orang-orang khusus).

Bukankah sungguh aneh bila teungku keusyik tiba-tiba mengarahkan pelaksanaan itu pada orang lain. Anehnya karena ia sudah bisa meraba bahwa makanan ituakan tak enak. Bahkan bisa menghadirkan bau aslinya yang seharusnya terbuang bersama asap.

Menurut saya, ini tak wajar!

 

Leave a Comment