Robohnya Rumah Keilmuan Kami

Akhirnya, setelah lebih 60 tahun sejak berdirinya fakultas hukum ini, Bagian Hukum dan Masyarakat dibubarkan oleh pimpinan. Dekanan, dan berkemungkinan, atas sepengetahuan rektorat. Sejak awal keberadaan fakultas hukum, memang tidak tegas mendirikan bagian ini. Tapi …

Akhirnya, setelah lebih 60 tahun sejak berdirinya fakultas hukum ini, Bagian Hukum dan Masyarakat dibubarkan oleh pimpinan. Dekanan, dan berkemungkinan, atas sepengetahuan rektorat. Sejak awal keberadaan fakultas hukum, memang tidak tegas mendirikan bagian ini. Tapi kajian hukum yang terbangun, melibatkan disiplin yang kemudian tertampung dalam bagian ini secara khusus.

Bagian Hukum dan Masyarakat ini, sebagai rumah keilmuan kami. Ruang kajian yang didirikan dan keberadaannya dari awal untuk menegaskan corak dari kajiannya yang berbeda dari bagain lain dalam ranah ilmu hukum. Tidak semua kampus mempertahankan. Kampus-kampus yang berorientasi satu cara pandang terhadap hukum, sudah lebih dulu melakukan pembubaran. Ada kampus yang meleburkannya ke bagian lain. Kampus-kampus yang berpikir terhadap perkembangan ilmu, mendirikan bagian lain yang menampung corak dari Bagian Hukum dan Masyarakat.

Kampus-kampus yang menganggap bahwa semua ilmu harus dihormati, akan memosisikan semua ilmu dan kajian pada posisi penting. Ilmu dihargai sebagaimana layaknya ilmu. Tidak boleh ada arogansi dan menganggap penting, seolah hanya ilmu yang ditekuni saja yang penting dan patut dihormati. Kampus itu seharusnya menjadi rumah keilmuan tempat berkembangnya semua ilmu. Ketika saluran belajar ini ditutup tidak dengan normal, maka kampus pada dasarnya sedang menggunakan cara-cara yang bukan miliknya. Orang kampus akan menggunakan cara-cara sebagai cermin dari orang kampus. Bukan sebaliknya. Cermin orang kampus yang paling penting adalah langkah apapun selalu berbasis pada alasan-alasan keilmuan. Bukan pada alasan-alasan yang lain.

Dalam mengurusi kampus, tentu berbeda seperti mengurusi urusan yang bukan kampus. Jika urusan lain bisa semena-mena, sedang urusan kampus tidak. Menampung ruang keilmuan adalah ciri penting dari keberadaan kampus ini. Sebagaimana tujuan keberadaan kampus itu sendiri sebagai ruang bagi proses pencerdasan dan membungai peradaban. Kampuslah sebagai tempat semua kajnian memungkinkan dilakukan –yang berorientasi keilmuan. Atas alasan ini, kampus selalu menjadi contoh dan kiblat bagi orang-orang di luar kampus. Ada indikator moral keilmuan yang menjadi pegangan, untuk urusan apapun. Jika ada orang-orang yang tidak mau mengambil pilihan ini, pada dasarnya ia sudah menjadi sama seperti orang-orang yang tidak di kampus.

Selama ini, jamak kita mendengar di luar sana, orang-orang yang berada di luar kampus menjadikan orang-orang kampus sebagai rujukan. Ada hal penting dari orang kampus adalah pada ketaatannya pada proses, bukan pada hasil. Apa yang didapat, seiring dengan proses apa yang dilakukan. Ketertiban pada proses menjadi ciri penting lainnya dari kampus. Pilihan ini tidak sederhana. Sejelimet apapun, proses harus dilakukan. Proses ini dalam ruang-ruang keilmuan, yang akan menentukan hasilnya. Bukan sebaliknya, menggunakan cara-cara mudah dengan berorientasi pada hasil terlebih dahulu, dan melupakan pada proses. Apalagi jika orang kampus berpikir persetan dengan proses. Maka sesungguhnya, secara sadar, bila itu yang dilakukan, kita sedang berusaha menjadikan diri sebagai orang bukan kampus.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment