Kepentingan orang bisa saja diselendupkan, baik mulut orang lain maupun atas nama orang banyak. Ada kesan seolah-olah kepentingan orang tertentu, mewakili kepentingan orang banyak. Alas kepentingan bisa berbagai macam. Mereka yang berpolitik, akan menggunakan jalur ini sebagai medianya. Sama seperti mereka yang bergelut bisnis, ada orang yang memanfaatkan hal tertentu dalam memuluskan aktivitasnya.
Semua bisa kembali ke nurani. Ada yang merasa etik dan moral sangat menentukan dalam aktivitas mereka. Namun tidak sedikit, yang menutup ruang adanya intervensi batin. Asal mendapatkan untung dan tercapainya tujuan, mengapa harus memperhatikan berbagai batas.
Butuh kearifan untuk melakukan sesuatu yang menggunakan etik dan moral. Tidak mengabaikan bisikan batin yang meluruskan berbagai tindak-tanduk manusia. Semua ini yang akan membatasi apa yang kita lakukan, selalu dilandasi dengan pertanyaan apakah ia tepat atau tidak.
Penyulundupan bisa terjadi dalam banyak ruang. Bahkan dalam pembentukan hukum sendiri, banyak terjadi. Saat keberadaan kretek tradisional masuk dalam rancangan undang-undang tentang kebudayaan, ada debat. Setelah diteliti, ternyata isi kretek tradisional yang masuk dalam rancangan undang-undang tersebut, berisi mengenai cara membuat rokok, yang berasal dari cara-cara tradisonal –lebih tepatnya mungkin manual. Masuknya isi ini menimbulkan perdebatan. Mereka yang setuju, mengaitkan dengan keuntungan yang akan diperoleh petani.
Di luar yang menerima, ada pihak yang menolak. Alasan pertama karena petani hanya atas nama. Pasal ini diklaim hanya selundup dari produsen. Alasan kedua, dilihat dari implikasi. Bahwa rokok sebagai sesuatu yang mengandung zat adiktif, menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, harus diperhitungkan dengan hati-hati. Memasukkannya dalam konteks kebudayaan, sementara pada konteks yang lain, sudah diatur dengan ketat dalam undang-undang kesehatan.
Sayangnya belum semua satu kata. Dalam pengaturan cukai, persentase terbesar diberikan kepada penghasil cukai. Padahal, di luar penghasil cukai, ada pemakai rokok paling banyak. Negara melupakan kompensasi untuk mereka yang menggunakan rokok paling banyak. Seharusnya, dengan logika sederhana, yang paling besar harus dibiayai bukanlah daerah yang menghasilkan tembakau dan punya industri rokok, melainkan daerah yang berhasil menghabiskan rokok dalam jumlah terbesar. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena dengan daerah yang banyak menghabiskan rokoklah, yang menyebabkan harga rokok bisa semakin tinggi dan pendapatan dari rokok juga tinggi.
Kompensasi untuk daerah yang masyarakatnya tinggi mengonsumsi rokok, disebabkan alasan kesehatan. Potensi gangguan kesehatan karena rokok berpeluang terjadi di daerah yang masyarakatnya menghabiskan rokok. Jadi banyak gangguan kesehatan bukan terjadi di daerah yang menghasilkan tembakau atau tersedia industri rokok.
Logika ini yang seharusnya dipahami. Hal lain yang sangat disadari mengenai risiko kesehatan dari rokok. Orang-orang paham bahwa rokok menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Pada bungkus rokok, berbagai kalimat dan tanda diperlihatkan. Kalimat yang menegaskan bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan. Pada saat yang sama, disuguhi gambar berupa tengkorak dan yang serupa dengannya, untuk menggambarkan potensi negatif asek kesehatan dari mengonsumsi rokok.
Lantas dengan kesadaran demikian, mengapa pula rokok begitu berkembang –bahkan dari tahun ke tahun yang menumpuk kekayaan nomor wahid adalah mereka yang mengusaha di bidang ini. Ada yang beralasan bahwa petani tembakau yang menggantungkan hidupnya pada pertanian ini. Ada yang bertanya, apakah profesi, sekiranya aspek ini memang berpotensi merusak kesehatan, tidakkah bisa diganti ke tanaman yang lain. Untuk jawaban ini ada berbagai jawaban. Salah satu yang sering diungkapkan adalah yang secara langsung tidak ada hubungan, yakni jumlah petani.
Berbagai cara diupayakan, sumbernya sebenarnya sederhana, bahwa industri dalam bidang ini begitu menggoda republik. Tidak banyak industri yang lain bisa mendapat untung berlipat-lipat dan bisa dinikmati oleh banyak pihak.
Seringkali perusahaan hanya mendompleng, seolah-olah mereka sedang bertarung untuk untuk menghidupkan orang kecil. Padahal yang terjadi, bisa jadi mereka sedang mengeksploitasi orang kecil untuk kepentingan besar. Semoga tidak begitu.