Satu Paket untuk Damai

Konflik dan bencana tsunami menjadi satu paket. Catatan konflik yang selama tiga dekade berdarah-darah, diakhiri dengan bencana tsunami yang juga mengakibatkan banyak korban. Keduanya (konflik dan tsunami) membutuhkan perhatian yang sama dari semua pihak. Tidak …

Konflik dan bencana tsunami menjadi satu paket. Catatan konflik yang selama tiga dekade berdarah-darah, diakhiri dengan bencana tsunami yang juga mengakibatkan banyak korban. Keduanya (konflik dan tsunami) membutuhkan perhatian yang sama dari semua pihak. Tidak boleh saling meninggalkan dan melupakan. Bencana tsunami kemudian menjadi momentum dalam menyelesaikan konflik. Dengan adanya perdamaian, jalan pembangunan menjadi mudah.

Maka pilihan untuk duduk menyelesaikan konflik di Helsinki setelah bencana tsunami, akan memungkinkan semua pihak untuk memperbaiki kehidupannya kembali.

Bencana tsunami Aceh akhir 2004, menjadi catatan sekaligus penekan bagi para pihak untuk berunding secara serius dalam menyelesaikan konflik Aceh. Ada sejumlah keterkaitan yang secara langsung harus dilihat sebagai faktor.

Pertama, para pihak yang menyadari bahwa bencana gempa dan tsunami tak semata soal geriwat alam fisik, di mana negara kita yang berada pada jalur cincin api (ring of fire). Bencana semakin disadari dan tidak mungkin dipisahkan dari cara Pencipta mengingatkan para manusia atas tindak-tanduknya.

Kedua, tekanan eksternal, para pihak yang lebih luas, yang ingin ikut serta dalam pemulihan, rekonstruksi, dan rehabilitasi Aceh pascatsunami. Tidak mungkin hal tersebut dapat dilakukan dan keterlibatan banyak pihak, dengan kondisi konflik yang tidak reda. Maka tekanan untuk menyelesaikan konflik selalu menjadi catatan kaki harus dilakukan, baik GAM maupun Pemerintah RI.

Wujud dari dua hal di atas, kemudian ada kesediaan kedua pihak untuk menurunkan tensi yang sebelumnya sulit disentuh, yakni dari kadar merdeka dari sisi GAM, dan kadar yang penting bukan merdeka, dari sisi Pemerintah RI.

Langkah progresif tersebut dianggap sebagai kepentingan bersama para pihak dalam melihat dan menatap Aceh masa depan. Menyelesaikan konflik yang sudah tiga dekade, membuat banyak hal tidak bisa ditata dengan baik. Konon lagi bencana tsunami yang membutuhkan tenaga ekstra untuk menatanya agar kembali seperti sedia kala.

Kondisi inilah yang saya maksud sebagai tekanan eksternal untuk memudahkan pihak lain dalam ikut serta dalam bantuan dan proses pemulihan. Walau pun bukan jalan sederhana dan mudah, momentum ini kemudian digunakan untuk menjadi jalan masuk dalam proses menyelesaikan konflik Aceh secara menyeluruh.

Leave a Comment